Ilmu Pengetahuan dan Ukuran Kebenaran
Ilmu
(atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan
sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan
berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji
dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir
lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Ilmu
(Knowledge) merujuk kepada kefahaman manusia terhadap sesuatu perkara, dimana
ilmu merupakan kefahaman yang sistematik dan diusahakan secara sedar. Pada
umumnya, ilmu mempunyai potensi untuk dimanfaatkan demi kebaikan manusia.
Ilmu adalah
sesuatu yang membedakan kita dengan makluk tuhan lainya seperti tumbuhan dan
hewan. Denagan ilmu kita dapat melakukan, membuat, menciptakan sesuatu yang
membawa perbedaan yang lebih baik bagi kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan
dimengerti sebagai pengetahuan yang diatur secara sistematis dan
langkah-langkah pencapaianya dipertanggungjawabkan secara teoretis.
Sehingga
ilmu pengetahun sangat diperlukan bagi setiap manusia untuk mencapai
kemajuan dan perkembangan kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk membahas lebih mendalam tentang ilmu pengetahuan serta
ukuran kebenaran dalam makalah ini.
DefinisiIlmu
Pengetahuan
Ilmu
pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris sciene, yang berasal dari
bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti
mempelajari, meengetahui. Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami
perluasan arti sehingga menunjuk pada segenap pengetahuan sistematis yang
menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.
Pengertian
ilmu pengetahuan adalah sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang
diterjemahkan kedalam bahasa yang bisa dimengerti oleh manusia sebagai usaha
untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. dalam kata lain dapat kita
ketahui definisi arti ilmu yaitu sesuatu yang didapat dari kegiatan membaca dan
memahami benda-benda maupun peristiwa.
The Liang
Gie (1987) (dalam Surajiyo, 2010) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian
aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh
pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya,
dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang
ingin dimengerti manusia.
Ciri-ciri
Ilmu Pengetahuan
Ciri
persoalan pengetahuan ilmiah antara lain adalah persoalan dalam ilmu itu
penting untuk segera dipecahkan dengan maksud untuk memperoleh jawaban. Dengan
memiliki persoalan keilmuwan pada dasarnya masalah yang terkandung dalam ilmu
adalah selalu harus merupakan suatu problema yang telah diketahui atau yang
ingin diketahuinya, kemudian ada suatu penelaahan dan penelitian agar dapat
diperoleh kejelasan dengan mengunakan metode yang relevan untuk mencapai
kebenaran yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya. (Abbas Hamami
Mintaredja,1980)(dalam Surajiyo, 2010).
Ilmu
pengetahuan atau pengetahuan ilmiah menurut The Liang Gie (1987) (dalam
Surajiyo, 2010) mempunyai lima ciri pokok antara lain:
- Empiris, pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.
- Sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur;
- Objektif, ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi;
- Analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya kedala bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu;
- Verifikatif, dapat diperiksa kebenaranya oleh siapapun juga.
Adapun Van
Melsen (1985) (dalam Surajiyo, 2010) mengemukakan ada delapan ciri yang
menandai ilmu, yaitu sebgai berikut:
- Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis koheren. Itu berarti adanya sistem dalam penelitian (metode) maupun harus (susunan logis).
- Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tangung jawab ilmuwan.
- Universal ilmu pengetahuan.
- Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh object dan tidak didistorsi oleh prasangka-prasangka subjektif.
- Ilmu pengetahuan harus dapat di verifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
- Progresivitas, artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh, bila mengandung pertanyaan baru dan menimbulkan problem baru lagi.
- Kritis, artinya tidak ada teori yang definitif, setiap teori terbuka bagi suatu peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru.
- Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori dengan praktis.
Mohamad
Hatta (dalam Surajiyo, 2010), mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang
teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama
tabiatnya, maupun menurut kedudukanya tampak dari luar, maupun menurut
bangunannya dari dalam.
Demi
objektivitas ilmu, ilmuwan harus bekerja dengan cara ilmiah. Sifat ilmiah dalam
ilmu dapat diwujudkan, apabila dipenuhi syarat-syarat yang intinya adalah:
- Ilmu harus menpunyai objek, ini berarti bahwa kebenaran yang hendak diungkapkan dan dicapai adalah persesuaian antara pengetahuan dan objeknya.
- Ilmu harus mempunyai metode, ini berarti bahwa untuk mencapai kebenaran yang objektif, ilmu tidak dapat bekerja tanpa metode yang rapi.
- Ilmu harus sistematik, ini berarti bahwa dalam memberikan pengalaman, objeknya dipadukan secara harmonis sebagai suatu kesatuan yang teratur.
- Ilmu bersifat universal, yaitu kebenaran yang diungkapkan oleh ilmu tidak mengenai sesuatu yang bersifat khusus, melainkan kebenaran berlaku umum. (Hartono Kasmadi,dkk, 1990, hlm 8-9) (dalam Surajiyo, 2010).
Jenis
Pengetahuan
Menurut Tim
Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta (dalam Surajiyo, 2010) ada
empat jenis pengetahuan, yakni:
- Pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan common sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana orang itu menerima secara baik. Semua orang menyebutnya sesuatu itu biru karena memang itu biru, dan juga benda itu dingin karena memang dirasakan dingin, dan sebagainya.
- Pengetahuan ilmiah, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secar objektif, tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makana terhadap dunia factual.
- Pengetahuan Filsafat,yaitu pengetahuan yang diperoleh dari suatu pemikiran. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang reflektif dan kritis.
- Pengetahuan Agama, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan lewat Rasul-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan ini mengandung hal-hal yang pokok yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan dan cara berhubungan dengan sesama manusia. Dan yang lebih penting dari pengetahuan ini disamping informasi tentang Tuhan, juga informasi tentang hari Akhir.
Keragaman
Ilmu Pengetahuan
Kumpulan
pernyataan ilmuwan mengenai suatu objek yang memuat pengetahuan ilmiah oleh The
Liang Gie (dalam Surajiyo, 2010) mempunyai 4 bentuk:
- Deskripsi
Ini
merupakan kumpulan pernyataan bercorak deskrptif dengan memberikan mengenai
bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal terperinci lainnya dari fenomena yang
bersangkutan. Bentuk ini umumnya terdapat pada cabang-cabang ilmu khusus yang
terutama bercorak deskriptif seperti misalnya ilmu antonomi atau ilmu geografi.
- Perspektif
Ini
merupakan kumpulan corak pernyataan bercorak preskriptif dengan memberikan
petunjuk atau ketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya
dilakukan dengan hubungannya dengan objek sederhana. Bentuk ini dapat dijumpai
dalam cabang-cabang ilmu sosial misalnya, ilmu pendidikan yang memuat petunjuk
cara mengajar yang baik dalam kelas.
- Eksposisi pola
Bentuk ini
merangkum pernyataan yang memaparkan pola dalam sekumpulan sifat, ciri,
kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang ditelaah. Misalnya dalam
antropologi dapat dipaparkan dalam kebudayaan berbagai suku bangsa atau dalam
sosiologi dibeberkan pola perubahan masyarakat pedesaan menjadi masyarakat
perkotaan.
- Rekontroksi historis
Bentuk ini
merangkum pernyataan yang berusaha mengambarkan atau menceritakan dengan
penjelasan atau alasan yang diperluakan pertumbuhan sesuatu hal pada masa
lampau yang jauh baik secara ilmiah atau karena campurtangan manusia.
Definisi
Kebenaran
Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Purwadarminta ditemukan arti
kebenaran, yakni:
- Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya).
- Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul-betul demikian halnya dan sebagainya).
- Kejujuran atau kelurusan hati.
- Selalu izin; perkenanan.
Sedangkan
kebenaran pengetahuan dapat diartikan sebagai persesuaian antara pengetahuan
dengan objeknya. Yang terpenting untuk diketahui adalah bahwa persesuaian yang
dimaksud sebagai kebenaran adalah merupakan pengertian kebenaran yang immanen
yakni kebenaran yang tetap tingal didalam jiwa dalam kata lain adalah
keyakinan.
Menurut Endang
Saifuddin Anshari dalam bukunya Ilmu, Filsafat dan Agama menulis bahwa
agama dapat diibaratkan sebagi suatu gedung besar perpustakaan kebenaran. Di
dalam pembicaraan mengenai “kepercayaan” dapat disimpulkan bahwa sumber
kebenaran adalah Tuhan. Manusia tidak dapat hidup dengan benar hanya dengan
kebenaran-kebnaran pengetahuan, ilmu dan filsafat, tanpa kebenaran agama.
Sifat
Kebenaran
Berbagai
kebenaran dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta (dalam
Surajiyo, 2010) dibedakan menjadi tiga hal, yakni sebagai berikut:
Kebenaran
yang pertama berkaitan dengan kualitas pengetahuan. Artinya ialah bahwa
setiap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui suatu objek
ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Maksudnya pengetahuan itu
meliputi: pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah, pengetahuan filsafat, dan
pengetahuan agama.
Kebenaran
pengetahuan yang kedua berkaitan dengan sifat atau karakteristik dari
bagaiman cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya itu.
Apakah membangunnya dengan penginderaan atau akal pikirnya, atau rasio,
intuisi, atau keyakinan.
Kebenaran
pengetahuan yang ketiga adalah nilai kebenaran pengetahuan yang
dikaitkan atas ketergantunan terjadinya pengetahuan itu. Artinya bagaimana
relasi atau hubungan antar subjek dan objek.
Teori
Kebenaran
Menurut
Michael Williams terdapat 5 teori kebenaran, yaitu: Kebenaran Koherensi,
Kebenaran Korespondensi, Kebenaran Performatif, Kebenaran Pragmatik, dan
Kebenaran Proposisi.
1. Kebenaran
Koherensi
Sesuatu yang
koheren dengan sesuatu yang lain berarti ada kesesuaian atau keharmonisan
dengan sesuatu yang memiliki hirarki lebih tinggi, hal ini dapat berupa skema,
sisitem, atau nilai.
2. Kebenaran
Korespondensi
Berfikir
benar korespondensi adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan
dengan sesuatu yang lain. Korespondensi relevan dibuktikan adanya kejadian
sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan (positifisme),
antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik.
3. Kebenaran
Performatif
Ketika
pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan
apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis, yang teoritik, maupun yang
filosofik. Orang yang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual yang disebut
dengan kebenaran performatif tokoh penganut ini antara lain Strawson (1950) dan
Geach (1960) sesuatu sebagai benar biladapat diaktualkan dalam tindakan.
4. Kebenaran
Pragmatik
Perintis
teori ini adalah Charles S. Pierce. Yang benar adalah yang konkret, yang
individual, dan yang spesifik, demikian James Deweylebih lanjut menyatakan
bahwa kebenaran merupakan korespondensi antara ide dengan fakta, dan arti
korespondensi menurut Dewey adalah kegunaan praktis.
5. Kebenaran
Proposisi
Sesuatu
kebenaran dapat diperoleh bila proposisi- proposisinya benar dalam logika
Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu
proposisi. Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep
kompleks.
Descartes
merumuskan pedoman penyelidikan supaya orang jangan tersesat dalam usahanya
mencapai kebenaran sebagai berikut:
Pertama, jangan menerima kebenaran itu
begitu saja tanpa ada bukti yang kuat.
Kedua, rincilah setiap kesulitan sesempurna
mungkin dan carilah jawaban secukupnya.
Ketiga, aturlah pikiran dan pengetahuan
sedemikian rupa, dimulai dari yang paling rendah dan sederhana, kemudian
meningkat dari sedikit, setapak demi setapak untuk mencapai pengetahauan yang
lebih sukar dan lebih ruwet.
Keempat, buatlah pengumpulan fakta
sebanyak-banyaknya dan selengkap-lengkapnya dan seumum-umumnya hingga
menyeluruh.
Kesimpulan
Dari
pembahasan materi tentang ilmu pengetahuan dan ukuran kebenaran dapat
disimpulkan bahwa ilmu, pengetahuan dan kebenaran mempunyai keterkaitan dan
saling berhubungan dan tidak dapat dipisahakan. Ilmu dan pengetahuan yang di
dapat hanya untuk mencari sebuah kebenaran, dan kebenaran yang mutlak itu hanya
dari Tuhan yang harus diyakini. Meskipun demikian dalam kehidupan perlu mengakui
eksistensi dan fungsi kebenaran-kebenaran yang lainnya, yang bersesuaian atau
tidak betentangan dengan agama (kebenaran mutlak).
DAFTAR
PUSTAKA
Surajiyo.
2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta:
Bumi Aksara.
http://www.blogger.com/6-11-2012/19.38
http://emg-mjk.blogspot.com/6-11-2012/19.48
Disusun
oleh:
- Andri Dwi Handoko
- Etik Susilowati
- May Garna F P
- Rusmiati
- Wiratmojo
Mata
Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen
: Afid Burhanuddin, M.Pd.
Prodi
: Pendidikan Bahasa Inggris STKIP Pacitan
Sarana Berfikir Ilmiah
Pada
hakikatnya manusia adalah makhluk yang berpikir. Hal ini pernah diutarakan oleh
seniman handal, Auguste Rodin lewat karya pahatan yang menjelaskan hakikat
manusia yang sesungguhnya, patung seorang manusia yang sedang berpikir. Proses
berpikir manusia inilah yang memunculkan berbagai ilmu pengetahuan. Dengan
dobrakan-dobrakan pemikiran dan ide manusia mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan yang didasari dengan pemikiran yang mendalam dan menyeluruh. Untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan diperlukan metode ilmiah yang langkah dan kegiatannya
didasarkan pada prinsip-prinsip keilmuan.
Sarana
ilmiah berperan sebagai alat bantu yang mengorganisasikan metode ilmiah menjadi
sebuah pengetahuan yang lebih sempurna. Tentu saja berpikir berdasarkan
keilmuan amat sangat berbeda dengan proses berpikir pada umumnya. Disnilah para
filsafat menuangkan segala bentuk pemikirannya dengan menggunakan metode dan
kegiatan yang bersifat ilmiah. Kegiatan dan metode yang tidak didasarkan pada
pemikiran-pemikiran khayal namun logis dan empiris. Semua dibuktikan secara
ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Filsuf-filsuf
mendalami apa yang mereka kembangkan dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah
yang didalamnya juag dibutuhkan sarana untuk membantu lancarnya kegiatan ilmaih
tersebut. Maka disinilah peran sarana ilmiah amat sangat berarti.
BERPIKIR
ILMIAH
Secara umum
tiap perkembangan dalam ide dan konsep dapat disebut dengan berpikir
(Bochenski, 1984:52). Dan yang akan dikupas secara mendalam pada pembahasan ini
adalah berpikir yang didasarkan pada keilmuan. Tentu saja pemikiran yang
didasarkan pada keilmuan akan sangat berbeda dengan pemikiran biasa, seperti
memikirkan mau membeli apa nanti, atau berpikir untuk pergi kemana. Dalam buku
Jujun S. Suriasumantri, Bochenski (1984:52) juga menerangkan bahwa pemikiran
yang didasarkan keilmuan adalah pemikiran yang sungguh-sungguh, artinya suatu
cara yang berdisiplin. Ide dan konsep itu diarahkan pada suatu tujuan tertentu.
Disini ide dan konsep tidak dibiarkan untuk berkelana dalam angan-angan yang
tak menentu. Dan kemudian akan berkembang kepada berpikir ilmiah, cara berpikir
yang dilakukan oleh para filsuf.
Berpikir
ilmiah adalah berpikir yang logis dan empiris. Logis berarti masuk akal, dan
empiris berarti dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung
jawabkan (Hillway: 1956). Dalam hal ini ada juga yang berpendapat bahwa
berpikir ilmiah adalah berpikir yang menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan secara ilmu pengetahuan yaitu
berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan atau menggunakan prinsip-prinsip logis
terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran
(uripsantoso.wordpress.com). Maka dapat kita garis bawahi bahwa makna dari
berpikir ilmiah adalah pemikiran yang didasarkan pada prinsip-prinsip keilmuan.
Yang tentu saja ini berarti juga erat kaitannya dengan proses untuk mendapatkan
ilmu itu sendiri. Dan untuk melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik
diperlukan sarana ilmiah.
Dalam
hal ini ada juga yang berpendapat bahwa berpikir ilmiah adalah berpikir yang
menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan secara
ilmu pengetahuan yaitu berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan atau menggunakan
prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran
SARANA
BERPIKIR ILMIAH
Sarana
ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam
berbagai langkah yang harus ditempuhnya (Salam: 2000). Selain itu, Salam
(2000:24) menambahkan bahwa sarana ilmiah merupakan alat yang membantu kita
dalam mencapai suatu tujuan tertentu atau sarana ilmiah mempunyai fungsi
– fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh.
Sarana
ilmiah diperlukan untuk membantu kegiatan berpikir ilmiah. Tanpa sarana
berpikir ilmiah maka kegiatan berpikir ilmiah tidak akan berjalan dengan baik.
Dan pada hakikatnya sarana berpikir ilmiah terdiri dari empat bagian, yaitu
bahasa, matematika, statistik dan logika. Dan kali ini kita akan membahasnya
satu persatu secara mendalam.
Bahasa
Sebagai
sarana komunikasi maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas
dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan.
Dengan kemampuan kebahasaan akan terbentang luas cakrawala berpikir seseorang
dan tiada batas dunia baginya.
Bahasa
sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada komunikasi. Sebagai
sarana komunikasi maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas
dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan.
Dengan kemampuan kebahasaan akan terbentang luas cakrawala berpikir seseorang
dan tiada batas dunia baginya.
Kemudian
Bloch and Trager mengatakan bahwa a language is a system of arbitrary vocal
symbols by means of which a social group cooperates (bahasa adalah suatu
sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok
sosial sebagai alat untuk berkomunikasi). Joseph Broam mengatakan bahwa a
language is a structured system of arbitrary vocal symbols by means of which
members of social group interact (bahasa adalah suatu sistem yang
berstrukturdari sibol-simbol bunyi arbiter yang dipergunakan oleh para anggota
sesuatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain).
Batasan di
atas memerlukan sedikit penjelasan agar tidak terjadi salah paham. Oleh karena
itu, perlu diteliti setiap unsur yang terdapat di dalamnya:
- Simbol-simbol
Simbol-simbol
berarti things that stand for other things atau sesuatu yang menyatakan
sesuatau yang lain. Sebagai contoh adalah awan hitam dan turunnya hujan, di
amana awan hitam adalah awal turunnya hujan. Jika dikatakan bahwa bahasa adalah
suatu sistem simbol-simbol, hal tersebut mengandung makna bahwa uacapan si
pembicara dihubungkan secara simbolis dengan objek-objek ataupun kejadian dalam
dunia praktis.
- Simbol-simbol vokal
Simbol-simbol
yang membangun ujaran manusia adalah simbol-simbol vokal, yaitu bunyi-bunyi
yang urutan-urutan bunyinya dihasilkan dari kerjasama berbagai organ atau alat
tubuh dengan sistem pernapasan. Tapi tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh
organ-organ vokal manusia merupakan simbol-simbol bahasa ataupun
lambang-lambang kebahasaan. Bersin, dengkur, batuk dan lain sebagainya,
biasanya tidak mengandung niai simbolis. Hanya apabila bunyi tersebut mempunyai
makna tertentu dalam suatu kelompok sosial tertentu.
- Simbol-simbol vokal arbitrer
Istilah
arbitrer di sini bermakna “mana suka” dan tidak perlu ada hubungan yang valid
secara filosofis antara ucapan lisan dan arti yang dikandungnya. Misalnya,
untuk menyatakan jenis binatang yang disebut Equus Caballus, orang Inggris
menyebutnya horse, orang Perancis menyebutnya cheval, orang
Indonesia kuda dan orang Arab hison. Semua ini sama tepatnya,
sama arbitrernya. Semuanya adalah konvensi sosial yakni sejenis persetujuan
yang tidak diucapkan atau kesepakatan secara diam-diam antara sesama anggota
masyarakat yang memberi setiap kata makna tertentu.
- Suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer
Misalnya
saja, setiap bahasa beroperasi dengan sejumlah bunyi dasar yang terbatas (dan
ciri-ciri fonetik lainnya seperti tekanan kata dan inotasi). Gabungan bunyi dan
urutan bunyi membuktikan betapa pentingnya kriteria kecocokan dan permulaan
yang teratur rapi.
- Yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain.
Bagian ini
menyatakan hubungan antara bahasa dan masyarakat. Fungsi bahasa memang sangat
penting dalam dunia manusia. Dengan bahasa para anggota masyarakat dapat
mengadakan interaksi sosial. Telaah mengenai pola-pola interaksi ini merupakan
bagian dari ilmu sosiologi.
- Fungsi Bahasa
Aliran
filsafat bahasa dan psikolinguistik melihat fungsi bahasa sebagai sarana untuk
menyampaikan pikiran, perasaan dan emosi, sedangkan aliran sosiolinguistik
berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah untuk perubahan masyarakat (Bakhtiar:
2004).
Menurut
Haliday sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi bahasa adalah
sebagai berikut:
1)
Fungsi instrumental: peggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat
materi seperti makan, minum dan sebagainya.
2)
Fungsi regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah
laku.
3)
Fungsi interaksional: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan
pemikiran antara seseorang dan oraang lain.
4)
Fungsi personal: seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan
pikiran.
5)
Fungsi heuristik: penggunaan bahasa untuk mencapai mengungkap tabir fenomena
dan keinginan untuk mempelajarinya.
6)
Fungsi imajinatif: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang
dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai
dengan realita (dunia nyata).
7)
Fungsi representasional: penggunaan bahasa unuk menggambarkan pemikiran dan
wawasan serta menyampaikannya pada orang lain.
- Bahasa Sebagai Sarana Berfikir Ilmiah
Dalam sarana
ilmiah, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu pertama, sarana
ilmiah itu merupakan ilmu dalam pengertian bahwa ia merupakan kumpulan
pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Kedua, tujuan
mempelajari secara ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan ilmiah secara
baik. Sarana ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk
mengembangkan materi pengetahuan berdasarkan metode ilmiah.
Bahasa
sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah di
mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan
jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ketika bahasa disifatkan dengan
ilmiah, fungsinya untuk komunikasi disifatkan dengan ilmiah juga, yakni komunikasi
ilmiah. Komunikasi ini merupakan proses penyampaian informasi berupa
pengetahuan.
Matematika
Matematika
digunakan oleh seluruh kehidupan manusia. Baik matematika yang sangat sederhana
maupun yang sangat rumit. Fungsi matematika sama luasnya dengan fungsi bahasa
yang berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan karena ilmu-ilmu
pengetahuan semuanya mempergunakan matematika.
Matematika
digunakan sebagai salah satu sarana kegiatan ilmiah, yaitu meliputi sarana
berpikir ilmiah, matematika sebagai bahasa, dan sebagai berpikir deduktif.
- Matematika sebagai Bahasa
Matematika
adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari serangkaian pernyataan
yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial”
artinya setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu matematika
merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Matematika
adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat majemuk dan emosional
dari bahasa verbal. Matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik, dan
informative dengan tidak menimbulkan konotasi yang tidak bersifat emosional.
Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa numeric yang
memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Sedangkan
bahasa verbal hanya mampu mengatakan pernyataan yang bersifat kualitatif.
- Matematika sebagai sarana berpikir deduktif
Matematika
merupakan ilmu deduktif. Nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian
masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman melainkan
didasarkan atas deduksi-deduksi (penjabaran-penjabaran).
Matematika
lebih mementingkan bentuk logisnya. Pernyataan- pernyataan mempunyai sifat yang
jelas. Pola berpikir deduktif banyak digunakan baik dalam bidang lain yang
merupakan proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis
yang kebenarannya telah ditentukan. Dalam semua pemikiran deduktif maka
kesimpulan yang ditarik merupakan konsekuensi logis dari fakta-fakta yang
mendasarinya. Kesimpulan yang ditarik tak usah diragukan lagi. Dalam peranan
deduktif, bentuk penyimpulan yang banyak digunakan adalah system silogisme, dan
silogisme Ini disebut juga sebagai perwujudan pemikiran deduktif yang sempurna.
Statistik
- Pengertian
Awalnya,
kata statistik diartikan sebagai keterangan – keterangan yang dibutuhkan oleh
negara dan berguna bagi negara (Anto Dajan, Pengantar Metode Statistik, Jilid
I, Pustaka LP3ES Indonesia, 2000, hlm. 2).
Secara
etimologi, kata “statistik” berasal dari kata status (bahasa Latin) yang
mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris) yang artinya
negara.
Namun, dalam
bahasa Inggris, ada dua kata yaitu statistics yang artinya ilmu statistik dan
kata statistic yag dapat diartikan sebagi ukuran yang diperoleh atau berasal
dari sample, yang berarti ukuran yang diperoleh atau berasal dari populasi.
Ditinjau
dari segi terminologi, statistik setidaknya memiliki 4 pengertian. Yaitu,
Pertama,
memiliki arti sebagai data statistik, adalah kumpulan bahan keterangan berupa
angka atau keterangan.
Kedua,
adalah kegiatan statistic
Ketiga, dimaksudkan
juga sebagai metode statistic
Keempat,
dapat diberi pengertian sebagai “ilmu statistik”.
- Sejarah Perkembangan Statistik
Konsep
statiska sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu
populasi tertentu dan salah satunya adalah Thomas Simpson yang menyimpulkan
terdapat sesuatu distribusi yang berlanjut (continuous distribution) dari suatu
variabel dalam suatu frekuensi yang cukup banyak. Pierre Simon de Laplace
(1749-1827) mengembangkan konsep Demoivre dan Simpson lebih lanjut dan
menemukan distribusi normal sebuah konsep mungkin paling umum dan paling banyak
dipergunakan dalam analisis statistika di samping teori peluang.
Teknik
kuadrat terkecil (least squares) simpangan baku dan galat baku untuk rata-rata
(the standard error of the mean) dikembangkan Karl Friedrich Gauss (1777-1855).
Pearson melanjutkan konsep-konsep Galton dan mengembangkan konsep regesi,
korelasi, distribusi, chi-kuadrat, dan analisis statiska untuk data kualitatif
Pearson menulis buku The Grammar of Science sebuah karya klasik dalam filsafat
ilmu. William Searly Gosset, yang terkenal dengan nama samaran “Student”,
mengembangkan konsep tentang pengambilan contoh.
Di
Indonesia, kegiatan dalam hal penelitian juga cukup meningkat, baik kegiatan
akademik maupun maupun pengambilan keputusan telah memberikan momentum yang
baik untuk pendidikan statistika. Dengan masyarakatnya berpikir secara ilmiah,
maka sesuai dengan apa yang dikatakan oleh HLM. G. Welles bahwa setiap hari
berpikir statistik akan merupakan keharusan bagi manusia seperti juga membaca
dan menulis (Ibid).
- Hubungan Antara Sarana Ilmiah Bahasa, Logika, Matematika dan Statiska
Bahasa
merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir
ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk
menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain (Ibid., hlm. 167).
Jika
ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir
deduktif dan induktif. Untuk itu, proses penalaran ilmiah menyandarkan diri kepada
proses logika deduktif dan induktif. Matematika berperan penting dalam berpikir
deduktif dan statistika memiliki peranan yang penting dalam berpikir induktif
(Ibid).
Penalaran
merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Dan itu semua
harus dilakukan dengan cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap
valid kalau prosesnya menggunakan suatu cara tersebut, yang biasa dinamakan
logika. Logika ini dapat didefinisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir
secara sahih”. Cara lainnya adalah dengan logika induktif yang memiliki
hubungan erat dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata
menjadi kesimpulan umum, atau dapat juga dengan logika deduktif yang menarik
kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual
(Ibid., hlm. 46 – 48).
Pembahasan
selanjutnya adalah mengenai penalaran secara induktif dan deduktif. Penalaran
induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan yang memiliki ruang lingkup
yang khas dan terbatas untuk menyusun argumentasi yang diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum. Sedangkan deduktif, merupakan cara berpikir
dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus, dengan memakai pola berpikir silogismus.
- Tujuan Pengumpulan Data Statistik
Hal ini
dapat dibagi menjadi dua golongan, yang secara kasar dapat dirumuskan sebagai
tujuan kegiatan praktis dan kegiatan keilmuan. Dalam bidang statistika,
perbedaan dari kedua kegiatan ini dibentuk oleh kenyataan bahwa dalam kegiatan
praktis hakikat alternatif yang sedang dipertimbangkantelah diketahui, dimana
konsekuensi dalam memilih salah satu dari alternatif tersebut dapat dievaluasi
berdasarkan serangkaian perkembangan yang akan terjadi. Di lain pihak, kegiatan
statistika dalam bidang keilmuan diterapkan pada pengambilan suatu keputusan
yang konsekuensinya sama sekali belum diketahui.
- Statistika dan Cara Berpikir Induktif
Ilmu
merupakan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah
adalah sesuai faktual. Pengujian secara empiris merupakan salah satu mata
rantai dalam metode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan yang lain.
Pengujian mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari
kasus-kasus yang bersifat individual.
Kesimpulan
yang ditarik dalam penalaran deduktif adalah benar jika premis yang
digunakannya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya sah.
Sedangkan penalaran induktif, meski premisnya benar dan prosedur penarikan
kesimpulannya adalah sah, maka kesimpulan itu belum tentu benar. Tetapi,
memiliki peluang untuk benar. Dalam hal ini statistika memberikan jalan keluar
untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya
sebagian dari populasi yang bersangkutan. Statistika merupakan sarana berpikir
yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah.
- Peranan Statistika dalam Tahap-Tahap metode Keilmuan
Statistika
merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan. Dan mengenai
langkah-langkah dalam kegiatan keilmuan, rinciannya adalah sebagai berikut:
1)
Observasi. Mengumpulkan dan mempelajari fakta yang berhubungan dengan masalah
yang sedang diselidikinya. Dalam hal ini statistika memiliki peranan untuk
mengemukakan secara rinci tentang analisis mana yang akan dipakai dalam
observasi dan tafsiran apa yang akan dihasilkan dari observasi tersebut.
2)
Hipotesis. Untuk menjelaskan fakta yang diobservasi, dugaan yang sudah ada
dirumuskan dalam sebuah hipotesis, atau teori yang menggambarkan sebuah pola,
yang menurut anggapan ditemukan dalam data tersebut. Disini, statiska membantu
kita dalam mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, dan menyajikan hasil observasi
dalam bentuk yang dapat dipahamidan memudahkan kita dalam mengembangkan
hipotesis.
3)
Ramalan. Dari hipotesis atau teori dikembangkanlah deduksi. Nilai dari suatu
teori tergantung dari kemampuan ilmuwan untuk menghasilkan pengetahuan baru
tersebut. Fakta baru ini disebut ramalan, yaitu menduga apa yang akan terjadi
berdasarkan syarat-syarat tertentu.
4)
Pegujian kebenaran. Ilmuwan mengumpulkan fakta untuk menguji kebenaran ramalan
yang dikembangkan dari teori. Jika teorinya didukung sebuah data, maka akan
mengalami pengujian yang lebih berat, dengan jalan membuat ramalan yang lebih
spesifik dan memiliki jangkauan lebih jauh, hingga akhirnya ramalan ini diuji
kembali kebenarannya sampai ilmuwan tersebut menemukan penyimpangan yang
memerlukan beberapa perubahan dalam teorinya. Sebaliknya, bila dikemukakan
bertentangan dengan fakta, ilmuwan tersebut menyusun hipotesis baru yang sesuai
dengan berbagai fakta yang dia kumpulkan. Lalu hipotesis baru tersebut kembali
diuji kebenarannya lewat “langkah perjanjian” seterusnya.
Dalam tahap
ini, sebuah hipotesis dianggap teruji kebenarannya jika ramalan yang dihasilkan
berupa fakta. Statiska adalah relevan dalam keadaan tersebut karena masalah
pokok yaitu menentukan apakah data yang diobservasi itu sesuai dengan ramalan
atau tidak (Ibid).
- Penerapan Statistika
Statistika
diterapkan secara luas dalam hampir semua pengambilan keputusan dalam bidang manajemen.
Diterapkan dalam penelitian pasar, produksi, kebijaksanaan penanaman modal,
kontrol kualitas, seleksi pegawai, kerangka percobaan industri, ramalan
ekonomi, auditing, pemilihan resiko dalam pemberian kredit, dan masih banyak
lagi.
Logika
Logika merupakan
sarana untuk berfikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh
karena itu berfikir logis adalah berfikir sesuai dengan aturan-aturan berfikir.
Logika merupakan satu atau lebih kata yang memiliki arti tertentu, serta
memberikan contah penerapan dalam kehidupan nyata. Berfikir membutuhkan
jenis-jenis pemikiran yang sesuai, dan sebagai perlengkapan ontologisme,
pikiran kita dapat bekerja secara spontan, alami, dan dapat menyelesaikan
fungsinya dengan baik terlebih dalam hal yang biasa, sederhana dan jelas.
- Aturan Cara Berfikir yang Benar
Untuk
berfikir baik, yaitu berfikir secara benar, logis dialektis, dan juga dutuhkan
kondisi-kondisi tertentu.
1)
Mencintai Kebenaran
Sikap ini
sangat fundamental untuk berfikir yang baik, karena sikap ini senantiasa
menggerakkan si pemikir untuk mencari serta menigkatkan mutu penalarannya.
2)
Ketahuilah apa yang sedang anda kerjakan
Kegiatan
yang sedang dikerjakan adalah kegiatan berfikir. Seluruh aktifitas
intelek kita adalah suatu usaha terus menerus mengejar kebenaran yang diselingi
dengan diperolehnya pengetahuan tentang kebenaran tetapi parsial sifatnya.
Dengan demikian untuk mencapai kebenaran, kita harus bergerak melalui berbagai
macam langkah dan kegiatan.
3)
Ketauilah yang sedang Anda katakana
Pikiran
diungkapkan kedalam kata-kata. Kecermatan pikiran terungkap kedalam kecermatan
kata-kata, karena kecermatan ungkapan pikiran ke dalam kata-kata merupakan
sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi.
4)
Buatlah pembedaan dan pembagian yang semestinya
Jika ada dua
hal yang tidak mempunyai bentuk yang sama, hal itu jelas berbeda. Tetapi banyak
kejadian dimana dua hal atau lebih mempunyai bentuk sama, namun tidak identik.
Di sinilah perlunya dibuat suatu distingsi, suatu pembedaan.
5)
Cintailah definisi yang tepat
Penggunaan
bahasa sebagai ungkapan sesuatu kemungkinan tidak ditangkap sebagaimana
yang dimaksudkan, jadi jangan ragu untuk membuat definisi. Definisi harus
diburu hingga tertangkap. Definisi artinya pembatasan, yaitu membuat
jelas batas-batas sesuatu. Harus dihindari kalimat-kalimat yang dan
uraian-uraian yang gelap,tidak terang strukturnya dan tidak jelas artinya.
Cintailah cara berfikir yang terang, jelas, dan tajam membeda-bedakan, hingga
terang yang dimaksud.
6)
Ketahuilah mengapa Anda menyimpulkan begini atau begitu
Ketahuilah
mengapa Anda berkata begini atau begitu. Anda harus bisa melihat asumsi-asumsi,
implikasi-implikasi, dan konsekuensi-konsekuensi dari suatu penuturan,
pernyataan, atau kesimpulan yang Anda buat.
7)
Hindarilah kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan tenaga
Dalam
belajar ilmiah Anda tidak hanya tahu tentang hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan
juga bentuk-bentuk pikiran tetapi tetapi perlu juga. Dalam praktik, menjadi
cakap dan cekatan berfikir sesuai dengan hukum, prinsip, bntuk berpikir yang
betul tanpa mengabaikan dialektika, yakni proses perubahan keadaan. Logika
ilmiah melengkapi dan mengantar kita untuk menjadi cakap dan sanggup berpikir
kritis, yakni berpikir secara menentukan karena menguasai
ketentuan-ketentuan berpikir yang baik.
- Klasifikasi
Sebuah
konsep klasifikasi, seperti panas atau dingin, hanyalah menempatkan objek
tertentu dalam sebuah kelas. Suatu konsep perbandingan, seperti lebih
panas atau lebih dingin. Mengemukakan hubungan mengenai objek tersebut dalam
norma yang mencakup pengertian lebih atau kurang, dibandingkan dengan objek
lain. Jauh sebelum ilmu mengembangkan konsep temperature, yang dapat diukur,
waktu itu kita sudah dapat mengatakan, objek ini lebih panas dibandingkan
dengan objek itu. Konsep seperti ini mempunyai kegunaan yang sangat banyak.
- Aturan Definisi
Suatu usaha
untuk memberi batasan terhadap sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk
memindahkannya kepada orang lain. Jadi definisi yang baik adalah menyeluruh dan
membatasi. Salah satu contoh yang sering diungkapkan adalah manusia adalah
binatang yang berakal. Binatang adalah genius sedangkan berakal adalah
differensia, pembeda utama manusia dengan makhluk-makhluk lain. Jadi, definisi
yang valid dalam logika perlu batasan yang jelas antara objek-objek yang
didefinisikan.
PENUTUP
Berpikir
adalah hakikat seorang manusia. Inilah yang membedakan manusia (homo sapiens)
dengan makhluk hidup lainnya. Manusia memiliki kemampuan untuk menyampaikan,
mengembangkan dan menemukan serta mengolah ilmu pengetahuan melalui suatu
proses rumit yang dinamakan berpikir. Berpikir untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan tentunya berbeda dengan berpikir biasa. Berpikir yang didasari
prinsip-prinsip keilmuan adalah proses berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah adalah
berpikir yang logis dan empiris. Logis berarti masuk akal, dan empiris berarti
dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan
(Hillway: 1956). Dalam proses berpikir ilmiah dibutuhkan alat bantu atau sarana
agar kegiatan ilmiah dapat berjalan dengan baik. Pada dasarnya sarana berpikir
ilmiah terdirr dari empat hal yaitu bahasa, matematika, statistic dan logika.
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir
ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk
menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Matematika sebagai
sarana berpikir ilmiah mengacu pada fungsi matematika sebagai bahasa dan sarana
berpikir deduktif. Sedangkan statistika mengacu pada sarana berpikir induktif.
Dan aspek terakhir yaitu logika, merupakan sarana berpikir sistematis, valid
dan dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Bakhtiar,
Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Salam,
Burhanuddin. 2000. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta: Rineka
Cipta
Suriasumantri,
Jujun S. 1984. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Gramedia
uripsantoso.wordpress.com
Penyusun:
- Apin Mareta
- Dini Anggraeni S.
- Fiqih Amrantasi
- Nurul Rohana
- Yeni Dwi Rahayu
Mata Kuliah: Filsafat Ilmu
Dosen: Afid Burhanuddin, M.Pd.
Program
Studi: Pendidikan
Bahasa Inggris STKIP PGRI Pacitan
Dasar-dasar Ilmu (3)
Ilmu adalah
hal mendasar di dalam kehidupan manusia. Dengan ilmu manusia akan mengetahui
hakikat dirinya dan dunia sekitarnya. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang
disusun secara sistematis dengan menggunakan metode-metode tertentu. Melalui
ilmu, manusia akan memperoleh dan menemukan hakikat hidupnya. Ilmu pengetahuan
merupakan sesuatu yang dinamis, tersusun sebagai teori-teori yang saling
mendukung dan bertumpu untuk mendekati kebenaran. Teori merupakan pengetahuan
ilmiah mencakup penjelasan mengenai bidang tertentu dari suatu disiplin ilmu
dan diakui kebenarannya.
Perkembangan
ilmu pengetahuan tidak terlepas dari peran filsafat sebagai landasan utama.
Filsafat erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan karena ilmu pengetahuan didapat
dari hasil berfikir yang menggunakan rasio, pengamatan mendalam terhadapsuatu
objek dan dibuktikan melalui eksperimen sehingga ilmu pengetahuan tersebut
diakui kebenarannya. Filsafat merangkum pengetahuan yang beraneka ragam
kemudian menyusunnya menjadi suatu ilmu yang membahas pandangan tentang hidup
dan dunia secara menyeluruh. Ilmu mengoreksi filsafat dengan cara menghapus
ide-ide yang bertentangan dengan pengetahuan ilmiah.
PENGERTIAN
ILMU
Menurut
kamus besar Bahasa Indonesia (Depdikbud 1988), ilmu memiliki pengertian, yaitu:
Ilmu adalah
suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala
tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan,
ilmu ekonomi dan sebagainya.
KARAKTERISTIK
ILMU
Menurut Ernest
van den Haag (Harsojo, 1977), ciri-ciri ilmu adalah:
- Bersifat rasional, karena hasil dari proses berpikir dengan menggunakan akal (rasio).
- Bersifat empiris, karena ilmu diperoleh dari dan sekitar pengalaman oleh panca indera.
- Bersifat umum, hasil ilmu dapat dipergunakan oleh manusia tanpa terkecuali.
- Bersifat akumulatif, hasil ilmu dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian selanjutnya.
Secara umum,
ciri-ciri ilmu adalah:
- Ilmu bersifat analisis dengan salah satu pengetahuan sebagai objek formatnya.
- Deskriptif terhadap objek
- Dinamis
- Netral artinya tidak memihak pada etnik tertentu
- Menggunakan eksperimentasi terkontrol untuk menghasilkan teori.
JENIS JENIS
ILMU
Aristoteles
berpendapat bahwa berdasarkan tujuan, ilmu dapat dibedakan menjadi 2 kelompok
besar yaitu :
- Ilmu-ilmu teoritis yang penyelidikannya bertujuan memperoleh pengetahuan tentang kenyataan.
- Ilmu-ilmu praktis atau produktif yang penyelidikannya bertujuan menjelaskan perbuatan yang berdasarkan pada pengetahuan.
DASAR DASAR
ILMU
- 1. Ontologi
Setelah
mengutip beberapa pendapat ahli mengenai pengertian ontologi, Amsal Bakhtiar
menyimpulkan sebagai berikut:
- Menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu On/Ontos=ada, dan Logos=Ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
- Menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakekat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani (kongkret) maupun rohani (abstrak).
Dari kedua
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ontologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang segala sesuatu yang ingin di ketahui manusia yang berkaitan
dengan realita.cabang ini menguak tentang objek apa yang akan di telaahilmu.
Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antaraobjek
tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera)yang
membuahkan pengetahuan.
Dalam
pemahaman ontologi, ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai
berikut.
- a. Monoisme
Paham ini
menganggap bahwa hakekat yang berasal dari keseluruhan itu hanyalah satu saja,
tidak mungkin dua. Haruslah satu hakekat saja sebagai sumber yang asal, baik
yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Istilah monisme oleh Thomas
Davidson disebut dengan block universe. Paham ini kemudian terbagi ke
dalam dua aliran:
1)
Materialisme
Aliran ini
menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran yang
sering juga disebut dengan naturalisme beranggapan bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya (jiwa
dan ruh) tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh
itu hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah
satu cara tertentu.
Dalam
perkembangannya, sebagai aliran yang paling tua, paham ini timbul tenggelam
seiring roda kehidupan manusia yang selalu diwarnai oleh filsafat dan agama.
Alasan mengapa aliran ini dapat berkembang, sehingga memperkuat dugaan bahwa
yang merupakan hakekat adalah:
a)
Pada pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba,
biasanya dijadikan kebenaran terakhir.
b)
Penemuan-penemuan menunjukkan betapa bergantungnya jiwa pada badan. Oleh sebab
itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani.
c)
Dalam sejarahnya, manusia memang bergantung pada benda seperti padi.
2)
Idealisme
Idealisme
diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
beranggapan bahwa hakekat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari
ruh atau sejenisnya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakekat benda adalah ruhani, spirit dan
sebagainya adalah:
a)
Nilai ruh lebih tinggi dari badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi
kehidupan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakekat sebenarnya.
b)
Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya
c)
Materi adalah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada
energi itu saja.
- b. Dualisme
Aliran ini
memandang bahwa hakekat itu ada dua. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri
dari dua macam hakekat sebagai asal sumbernya yaitu hakekat materi dan hakekat
ruh. Materi bukan berasal dari ruh, dan ruh bukan berasal dari benda. Keduanya
sama-sama hakekat.
- c. Pluralisme
Paham ini
berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme
bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya
nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan
sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak
unsur, lebih dari satu atau dua entitas.
- d. Nihilisme
Nihilisme
berasal dari bahasa latin yang berarti tidak ada. Doktrin tentang nihilisme sudah
ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias yang memberikan
tiga proposisi tentang realitas, yaitu:
1)
Tidak ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada.
2)
Bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui.
3)
Sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan
kepada orang lain.
- e. Agnostisisme
Paham ini
mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakekat benda, baik itu
hakekat materi maupun hakekat ruhani. Kata agnostosisme berasal dari bahasa Grik
Agnostos yang berarti unknown. Timbulnya aliran ini
dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara kongkret
akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini
dengan tegas menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancendent.
Jadi agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap
kemampuan manusia mengetahui hakekat benda baik materi maupun ruhani.
- 2. Epistimologi
Epistimologi
atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakekat dan
lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta
pertanggungjawaban atass pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain
mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, diantaranya adalah:
- Metode Induktif
Induksi
adalah suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi
disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.
- Metode Deduktif
Deduksi
adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah
lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada
dalam metode deduktif adalah adanya perbandingan logis antara
kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu
dengan tujuan apakah teori itu bersifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan
dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara
empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.
- Metode Positivisme
Metode yang
dikeluarkan oleh August Comte ini berpangkal dari apa yang telah diketahui,
yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian atau persoalan di
luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, metode ini menolak metafisika.
Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala.
- Metode Kontemplatif
Metode ini
mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh
pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya
dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
- Metode Dialektis
Dalam
filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai
kejernihan filsafat. Kini, dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan
kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang
ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan
sehari-hari, dialektika berarti kecakapan untuk melakukan perdebatan. Dalam
teori pengetahuan, ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu
pikiran, tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang
dua kutub.
- 3. Aksiologi
Aksiologi
berasal dari perkataan axios yang berarti nilai, dan logos yang
berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Menurut Suriasumatri,
aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari ilmu
pengetahuan yang diperoleh.
HUBUNGAN
ILMU DENGAN FILSAFAT
Dasar
manusia mencari dan menggali ilmu pengetahuan bersumber kepada tiga pertanyaan.
Sementara filsafat ,memepelajari masalah ini sedalam-dalamnya dan hasil
pengkajianya merupakan dasar bagi eksistensi ilmu. Untuk mengingatkan ketiga
pertanyaan itu adalah:
1. Apa yang
ingin kita ketahui?
2. Bagaimana
cara kita memeperoleh pengetahuan?; dan
3. Apakah
nilai (manfaat) pengetahuan tersebut bagi kita?
Pertanyaan
pertama di atas merupakan dasar pembahasan dalam filsafat dan biasa disebut
dengan ontologi, pertanyaan kedua juga merupakan dasar lain dari
filsafat, disebut dengan epistemologi dan pertanyaan terakhir merupakan
landasan lain dari filsafat yang disebut dengan axiologi. Ketiga hal di
atas merupakan landasan bagi filsafat dalam membedah setiap jawaban dan
seterusnya membawa kepada hakekat buah pemikiran tersebut. Hal ini juga berlaku
untuk ilmu pengetahuan, kita mempelajari ilmu ditinjau dari titik tolak yang
sama untuk mendapatkan gambaran yang sedalam-dalamnya.
KESIMPULAN
Ilmu dan
filsafat tidak dapat dipisahkan karena filsafat merupakan dasar dari
perkembangan suatu ilmu. Perkembangan ilmu didasari oleh tiga hal yaitu
ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Ontologi mempelajari segala sesuatu yang
ada baik yang bersifat konkrit maupun abstrak. Epistimologi merupakan cabang
filsafat yang berhubungan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian,
dan pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Sedangkan aksiologi adalah cabang filsafat yang bertujuan untuk menemukan
kebenaran ilmiah.
SARAN
1
Sebagai mahasiswa kita harus mempelajari suatu ilmu secara mendalam,
menggunakan hati dan akal sehingga dapat memperoleh hakikat ilmu yang
dipelajari.
2
Para pembaca sebaiknya mencari referensi lain tentang dasar-dasar ilmu supaya
memperoleh pemahaman yang maksimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Oleh:
- Dwi Pujianingtyas Prabaningrum
- Lilik Indriarini
- Riati
- Tipuk Sri Harwati
Mata
Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen
: Afid Burhanuddin, M.Pd.
Prodi
: Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Pacitan
William James; Biografi dan Pemikiran
Wacana
filsafat yang menjadi topik utama pada zaman modern, khususnya abad ke-17,
adalah persoalan epistemologi. Pertanyaan pokok dalam bidang epistemologi
adalah bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan dan apakah sarana yang paling
memadai untuk mencapai pengetahuan yang benar, serta apa yang dimaksud dengan
kebenaran itu sendiri. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
epistemologis ini, maka dalam filsafat abad ke-17 munculah dua aliran filsafat
yang memberikan jawaban yang berbeda, bahkan saling bertentangan.
Aliran
filsafat tersebut adalah Rasionalisme dan Empirisme, Empirisme itu sendiri pada
abad ke-19 dan 20 berkembang lebih jauh menjadi beberapa aliran yang berbeda.
di dalam kehidupan negeri yang relatif masih muda (Amerika Serikat), kita telah
belajar dari orang-orang yang terkemuka di bidang ini. Untuk itu muncullah
William James, James tidak hanya memiliki pemahaman eksistensi yang membuatnya
sebagai teman kontemporer kita, tetapi ia juga memiliki beberapa pandangan
penting yang dapat membantu ketika kita mencari arti kehidupan di dunia
kebebasan secara lebih spesifik, dan James sangat terkesan dengan signifikansi
positif dari kehidupan beragama manusia, dan ia membuat usulan yang mungkin
membantu kita dalam menilai kesadaran kita tentang Tuhan, untuk itu marilah
kita kupas tentang ide-ide James.
Biografi
William James (1842-1910)
William
James (1842-1910), adalah filsuf dan psikolog Amerika yang paling berpengaruh,
dia dilahirkan di kota New York , akan tetapi menghabiskan masa kecilnya di
Eropa. Pendidikan dasarnya tidak seperti anak kebanyakan dan cenderung
berganti-ganti, dikarenakan seringnya berpindah dari satu kota ke yang lain dan
juga keinginan ayahnya agar dia lebih berkembang. Dia melewatkan masa
pendidikannya disekolah umum dan dari guru bimbingan pribadinya di Swiss,
Prancis, Inggris dan Amerika. Sejak 1872 hingga 1907, ia menuntut ilmu di
Harvard. Pada mulanya James mempelajari fisiologi, kemudian beralih ke
psikologi, dan terakhir filsafat. Pragmatisme William James memiliki pengaruh
yang cukup dominan dalam filsafat pragmatisme yang merupakan pemikiran khas
Amerika. Karya William James antara lain Pragmatism, The Will to
Believe, The Varietis of Religion Experience, The Meaning of
Truth, dan beberapa karya lainnya.
Selama
tahun-tahun itu, dia hanya bisa membayangkan bagaimana kehidupan di sekolah
sebenarnya. Setelah mendalami seni selama beberapa tahun, dia menyadari bahwa
seni bukanlah bidangnya, dan pada tahun 1861 dia masuk ke Lawrence Scientific
School di Cambridge, yang memberikan karir di bidang sains dan koneksi dengan
Universitas Harvard yang terus berlangsung seumur hidupnya.
Saat berusia
35 tahun, dia telah menjadi dosen di universitas ini. Dia menjadi instruktur
fisiologi dan anatomi selama 7 tahun, guru besar filsafat selama 9 tahun, dan
menjadi guru besar psikologi sampai 10 tahun terakhir dia mengajar, saat dia
kembali lagi mengajar filsafat. James adalah penulis yang produktif dan
berbakat dibidang filsafat, psikologi dan pendidikan, dan pengaruhnya pada kehidupan
pendidikan di Amerika sangatlah mengesankan. Karya terbesar dan paling
berpengaruhnya, The Principles Of Psychology (Dasar-dasar Psikologi),
yang diterbitkan tahun 1980, nantinya akan menjadi materi pendidikan.
Pemikirannya terhadap pendidikan dan pandangannya terhadap cara kerja pengajar
dapat dilihat di karyanya yang terkenal Talks to Teacher. Selain sangat
terkenal, buku-buku ini memberikan pengaruh yang besar terhadap pendidikan dan
pengajarnya. Teori dan praktek pendidikan, adalah hutang terbesar Amerika
kepada “ Bapak Pendidikan Psikologi Modern” ini.
William
James adalah seorang yang individualis. Didalam bukunya Talks to Teacher
tidak terdapat pernyataan mengenai pendidikan sebagai fungsi sisa. Baginya
pendidikan lebih cenderung kepada “ organisasi yang ketertarikan mendalam
terhadap tingkah laku dan ketertarikan akan kebiasaan dalam tingkah laku dan
aksi yang menempatkan individual pada lingkungannya”. Teori perkembangan
diartikannya sebagai susunan dasar dari pengalaman mental untuk bertahan hidup.
Pemikirannya ini dipengaruhi oleh insting dan pengalamannya mempelajari
psikologi hewan dan doktrin teori evolusi biologi. Ketertarikan James akan
insting dan pemberian tempat untuk itu dalam pendidikan, menjadikan para
pembaca bukunya percaya akan salah satu tujuan terpenting didalam pendidikan
adalah memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk mengikuti instingnya. Yang
nantinya akan menjadi peribahasa teori pendidikan. “ Bekerjasamalah dengan
insting, jangan melawannya”. Pembaca yang lebih teliti dapat menemukan tulisan
yang lebih menguatkan akan hal ini, tapi ketidakraguannya ditunjukkannya
melalui pernyataan-pernyataannya bahwa persatuan para psikolog telah salah
mengenali kekuatan insting didalam kehidupan manusia.
Teori James
akan insting sangatlah bersifat individualis dan sangatlah kolot pada
pelaksanaannya. mengesampingkan pernyataannya mengenai perubahan insting, yang
berlawanan dengan diskusinya pada “Iron Law of Habit/Hukum Utama Kebiasaan” dan
kepercayaannya akan tujuan dasar pendidikan sebagai pengembangan awal kebiasaan
individual dan kelompok, dalam pembentukan masyarakat yang lebih sempurna.
Singkatnya, James menegaskan, dasar dari semua pendidikan adalah mengumpulkan
semua insting asli yang dikenal oleh anak-anak, dan tujuan pendidikan adalah
organisasi pengenalan kebiasaan seagai bagian dari diri untuk menjadikan
pribadi yang lebih baik. Sumbangan James yan paling berpenaruh terhadap metode
pendidikan adalah hubungannya dengan susunan kebiasaan. James mengtakan: `
“Hal yang
paling utama, disemua tingkat pendidikan, adalah untuk membuat ketakutan kita
menjadi sekutu bukan menjadi lawan. Untuk menemukan dan mengenali kebutuhan
kita dan memenuhi kebutuhan dalam hidup. Untuk itu kita harus terbiasa, secepat
mungkin, semampu kita, dan menjaga diri dari jalan yang memberi kerugian kepada
kita, seperti kita menjaga diri dari penyakit. Semakin banyak dari hal itu
didalam kehidupan sehari-hari yang dapat kita lakukan dengan terbiasa, semakin
banyak kemampuan pemikiran kita yang dapat digunakan untuk hal yang penting
lainnya.”
Pragmatisme
merupakan sebuah gerakan pemikiran yang khas Amerika. Nama pragmatisme berasal
dari kata Yunani pragma yang berarti tindakan. Hal ini sesuai dengan
pola pemikiran pragmatisme sendiri, yang menitikberatkan pada tindakan manusia.
Pada dasarnya pragmatisme lebih menekankan kepada metode dan pendirian daripada
suatu filsafat sistematis, yaitu suatu metode penyelidikan eksperimental yang
diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan. Salah satu pelopor pragmatisme
adalah Charles S. Peirce.
Pemikiran
William James
Untuk
menjelaskan pandangan-pandangan yang dikemukakan James, kita harus mulai dengan
teorinya tentang kesadaran, yang sebagian besar dikembangkan secara lengkap di
dalam The Principles of Psychology. James percaya bahwa psikologi dan
filsafat erat-terkait melalui cara berikut: keduanya perlu menekankan deskripsi
tentang pengalaman manusia dan juga tujuan menemukan penjelasan kausal.
Setelah
menerbitkan The Principles of Psychology, James mempersembahkan dirinya
lebih lanjut di dalam penjelajahan filosofis. Namun, ini tidak berarti bahwa ia
memutuskan diri dari perhatian awalnya pada psikologi dan fisiologi. Dalam
kenyataannya, karya filosofisnya dapat dipandang mengambil beberapa cabang
sentral dari penekanan awalnya pada satu ide : bahwa kesadaran manusia adalah
sebuah kekuatan aktif, selektif, bertujuan, yang dengannya manusia membentuk
sebuah lingkungan yang religius dan lunak menjadi pola-pola yang bermakna. Dari
fondasi ini, tulisan-tulisan lima belas tahun terakhir dari hidup James
berpusat pada, arti penting pilihan dalam menentukan kepercayaan kita,
penilaian tentang hidup religius manusia, hakikat makna dan kebenaran, dan
perkembangan sebuah metafisika pluralistik (yakni sebuah pandangan yang
menekankan otonomi dan independensi hal-hal individual di alam semesta,
hubungan dan ketergantungannya satu sama lain).
Ia juga
meletakkan prinsip ini ke dalam praktek dan menunjukkan lima karakteristik
dasar kesadaran dan pikiran kita, yaitu :
1. Pikiran
bersifat personal-pengalaman diatur, keduanya memiliki seseorang.
2. Pikiran
dan pengalaman berada di dalam perubahan yang konstan. Tidak ada dua pengalaman
yang pernah identik, “sebuah keadaan yang telah berlaku tidak akan pernah
kembali dan identik dengan apa yang sebelumnya”. James tidak mengingkari bahwa
mengalami obyek yang sama sekali, tapi pengalaman kita tentang sebuah obyek
memiliki sifat yang berbeda pada kesempatan-kesempatan yang berbeda.
3. Ada
keberlanjutan dan juga perubahan di dalam pikiran dan pengalaman
4. Pikiran
bersifat kognitif, dan pikiran berkenaan dengan sesuatu selain dirinya sendiri
5. Kesadaran
bersifat selektif, kesadaran berkonsentrasi pada beberapa hal dan mengingkari
beberapa hal yang lain.
Pemikiran
James tentang karya-karyanya
Sikap yang
dianut James digambarkan di dalam esainya “The Will to Believe”. Di
dalam esai ini, ia menegaskan bahwa ada waktu-waktu ketika kita dihadapkan pada
situasi di mana kita harus membuat keputusan tanpa memiliki semua bukti yang
mungkin kita kuasai. Kehidupan tidak selalu memberi kita kemewahan menunggu
hingga kita mendapatkan data yang meyakinkan, yang mendukung jalan tindakan
yang benar. Tujuan James adalah menggambarkan beberapa karakteristik dasar
situasi semacam itu, dan mempertahankan pandangan bahwa arah tindakan rasional
di lingkungan ini tidaklah berarti melarikan diri dari realitas dengan
mengklaim perlunya keharusan menunggu bukti yang lebih obyektif sebelum
memutuskan apa yang harus dilakukan.
The
Varieties of Religious Experiences memuat usaha besar James untuk menilai arti agama
dalam kehidupan manusia. Seperti Nietzsche, James menilai agama dari segi
kontribusinya pada keutamaan manusia, tetapi kesimpulan yang diambil James
berbeda dari para filosof Jerman pada masanya. Perbedaan ini sebagian besar
dikarenakan fakta bahwa ideal James lebih demokratis dibandingkan ideal
Nietzsche. James tentu memuji nilai individu-individu yang istimewa, tetapi ia
memberi penekanan yang lebih jelas dan lebih kuat pada arti penting dan
integritas setiap kehidupan manusia, perlunya manusia bekerja bersama guna
menghasilkan yang terbaik, dan kebutuhan untuk menetapkan sebuah lingkungan di
mana kebebasan personal dan kesatuan sosial melengkapi satu sama lain.
Di dalam
bukunya Pragmatism, James membicarakan konsep pragmatis tentang
kebenaran dalam satu bab. Di dalam The Meaning of Truth ia menjelaskan
bahwa sekurang-kurangnya ada delapan hal yang disalahpahami orang tentang
ajarannya. Suatu kritik, misalnya, mengatakan bahwa pragmatisme hanya
menerangkan bagaimana kebenaran datang; tidak menjelaskan apa kebenaran itu
sesungguhnya.
Karangannya,
Essay in Radical Empirism a Pluralistic Universe, dan karyanya, Some Problems
of Philosophy, membicarakan pertumbuhan pandangannya tentang pragmatisme di
dalam metafisika dan epistemologi. Pragmatisme, menurut pendapatnya, memberikan
suatu jalan untuk membicarakan filsafat dengan melalui pemecahan lewat
pengalaman indera. Akan tetapi, ini ternyata tidak mencukupi untuk James karena
ia menyadari bahwa pragmatisme juga mampu menghubungkan satu dengan lainnya.
Jawaban yang harus diberikan ialah mengenai pandangan yang pasti tentang alam
semesta. Pandangan ini tentu saja suatu metafisika.
Pemikiran
William James adalah empirisme yang radikal atau empirisis yang pragmatis.
Kepribadiannya dan pandangannya tentang manusia memerlukan suatu filsafat yang
dapat berlaku adil pada perasaan keagamaan, moral dan kepentingan manusia
terdalam. Ia memerlukan suatu filsafat yang pantas, yang dapat menghadapi
kenyataan secara terus terang. Ia mencurigai setiap sistem filsafat yang murni
intelektual atau yang mengaku benar secara absolut. Filsafat yang tidak selesai
serta tidak absolut, itulah filsafat yang diakuinya, tetapi filsafat itu harus
menyertai kehidupan manusia dan masa depannya. Filsafat harus membantu manusia
menyelesaikan masalah yang dihadapinya, memberikan kepada manusia harapan yang
optimistis dalam kehidupan yang vital.
Bahwa pragmatisme
James itu bersifat voluntaristis, penekanannya pada pentingnya faktor usaha dan
kesukarelaan dalam keputusan dan memperjelas sesuatu.
Tentang
etikanya
Bahwa kaum
pragmatis berpendapat bahwa yang baik adalah yang dapat dilaksanakan dan
dipraktekkan, mendatangkan yang positif dan kemajuan hidup. Karena itu,
baik-buruknya perilaku dan cara hidup dinilai atas dasar praktisnya, akibat
tampaknya, dampak positifnya, manfaatnya bagi orang yang bersangkutan.
Penutup
Bahwa dalam
pemikiran William James ada beberapa pemikiran atau karya-karya yang disitu
telah menguraikan berbagai pendapatnya satu persatu tentang karya-karya
tersebut, di antaranya yaitu : 1) The Will to Believe, di situ James
bertujuan hanya untuk menggambarkan beberapa karakteristik dan mempertahankan
pandangan bahwa arah tindakan yang rasional. 2) The Varieties of Religious
Experience, dia memuat tentang nilai arti agama dalam kehidupan manusia. 3)
Pragmatism, dia menjelaskan tentang kebenaran datang, tetapi tidak
menjelaskan apa kebenaran yang sesungguhnya. 4) Essay in Radical Empirism A
Pluralistic Universe, tentang pragmatisme di dalam metafisika, dan
epistemologi. 5) Dia membicarakan tentang manusia memerlukan suatu filsafat
yang dapat berlaku adil pada agama, dan moral.
DAFTAR
PUSTAKA
James,
William. Pragmatisme: and Four Essays from The Meaning of Truth. New
York: Meridian Book, 1959.
Kattsoff,
Louis O. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004.
Titus,
Harold H., Marilyn S. Smith, dan Richard T. Nolan. Persoalan-Persoalan
Filsafat. Terj. Prof. Dr. H. M. Rasjidi. Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
A. Mangun
Harjono, Isme-isme dari A sampai Z, Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI),
Yogyakarta, 1997.
Ahmad
Tafsir, Filsafat Umum, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003.
Asmoro
Achmadi, Filsafat Umum, PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
Bertrand
Russell, Sejarah Filsafat Barat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002.
John K.
Roth, Persoalan-persoalan Filsafat Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2003.
*) Penyusun
Nama
: Muchamad Yasin
Mata
Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen
: Afid Burhanuddin, M.Pd.
Prodi
: Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Pacitan.
Kritisisme Kant; Perpaduan antara Rasionalisme
dan Empirisisme
Immanuel
Kant adalah filsuf modern yang paling berpengaruh. Pendirian aliran
rasionalisme dan empirisme sangat bertolak belakang. Rasionalisme berpendirian
bahwa rasio merupakan sumber pengenalan atau pengetahuan, sedangkan empirisme
berpendirian sebaliknya bahwa pengalaman menjadi sumber tersebut. Tokoh utama
Kritisisme adalah Immanuel kant yang melahirkan Kantianisme. Kant kerap
dipandang sebagai tokoh paling menonjol dalam bidang filsafat setelah era
yunani kuno. Perpaduannya antara rasionalisme dan empirisme yang ia sebut
dengan kritisisme, ia mengatakan bahwa pengalaman kita berada dalam
bentuk-bentuk yang ditentukan oleh perangkat indrawi kita, maka hanya dalam
bentuk-bentuk itulah kita menggambarkan eksitensi segala hal. Kant dengan
pemikirannya membangun pemikiran baru, yakni yang disebut denagan kritisisme yang
dilawankan terhadap seluruh filsafat sebelumnnya yang ditolaknya sebagai
dogmatisme. Artinya, filsafat sebelumnnya yang ditolaknya sebagai dogmatism.
Artinya, filsafat sebelum dianggap kant domatis karena begitu saja kemampuan
rasio manusia dipercaya, padahal batas rasio harus diteliti dulu .
Yang
dimaksud dengan dogmatisme adalah filsafat yang mendasarkan pandangannya kepada
pengertian Allah atau subtansi, tanpa menghiraukan rasio telah memiliki
pengertian tentang hakekatnya sendiri, luas dan batas kemampuannya. Filsafat
bersifat dogmatis menerima kebenaran-kebenaran asasi agama dan dasar ilmu
pengetahuan begitu saja, tanpa mempertanggungjawabkan secara kritis. Dogmatisme
menganggap pengenalan obyektif sebagai hal yang sudah sendirinya. Sikap
demikian, menurut Kant adalah salah. Orang harus bertanya: “bagaimana
pengenalan obyektif (itu) mungkin?”. Oleh karena itu penting sekali menjawab
pertanyaan mengenai syarat-syarat kemungkinan adanya pengenalan dan batas batas
pengenalan itu. Filsafat kant disebut dengan kritisisme. Itulah sebab ketiga
karyanya yang besar disebut “kritik”, yaitu kritik der reinen vernunft, atau
kritik atas rasio murni (1781), kritik der praktischen vernunft, atau kritik
atas rasio praktis (1788) dan kritik der urteilskraft, atau kritik atas daya
pertimbangan (1790).
Pendirian
aliran rasionalisme dan empirisme sangat bertolak belakang. Rasionalisme
berpendirian bahwa rasio merupakan sumber pengenalan atau pengetahuan,
sedangkan empirisme berpendirian sebaliknya bahwa pengalaman menjadi sumber
tersebut. Tokoh utama Kritisisme adalah Immanuel kant yang melahirkan
Kantianisme.Immanuel Kant (1724-1804 M) berusaha mengadakan penyelesaian atas
pertikaian itu dengan filsafatnya yang dinamakan Kritisisme (aliran yang
kritis). Untuk itulah, ia menulis tiga bukunya berjudul : Kritik der Reinen
Vernunft (kritik atas rasio murni), Kritik der Urteilskraft (kritik daya
pertimbangan). Kritisisme adalah aliran yang lahir dari pemikiran Immanuel Kant
yang terbentuk sebagai ketidakpuasan atas aliran rasionalisme dan empirisme.
Biografi
Immanuel
Kant dilahirkan pada tahun 1724 di Königsberg dari pasangan Johann Georg Kant,
seorang ahli pembuat baju zirah (baju besi), dan Anna Regina
Kant.Ayahnya kemudian dikenal sebagai ahli perdagangan, namun di tahun
1730-1740, perdangangan di Königsberg mengalami kemerosotan.Hal ini memengaruhi
bisnis ayahnya dan membuat keluarga mereka hidup dalam kesulitan.Ibunya meninggal
saat Kant berumur 13 tahun, sedangkan ayah Kant meninggal saat dia berumur
hampir 22 tahun. Pendidikan dasarnya ditempuh Kant di Saint George’s Hospital
School, kemudian dilanjutkan ke Collegium Fredericianum, sebuah sekolah yang
berpegang pada ajaran Pietist.
Keluarga
Kant memang penganut agama Pietist, yaitu agama di jerman yang mendasarkan
keyakinannya pada pengalaman religius dan studi kitab suci. Pada tahun 1740,
Kant menempuh pendidikan di University of Königsberg dan mempelajari tentang
filosofi, matematika, dan ilmu alam. Untuk meneruskan pendidikannya, dia
bekerja sebagai guru privat selama tujuh tahun dan pada masa itu, Kant
mempublikasikan beberapa naskah yang berkaitan dengan pertanyaan ilmiah. Pada
tahun 1755-1770, Kant bekerja sebagai dosen sambil terus mempublikasikan beberapa naskah ilmiah
dengan berbagai macam topik. Gelar profesor didapatkan Kant di Königsberg pada
tahun 1770.
Pemikiran
Immanuel Kant
Perkembangan
pemikiran kant mengalami empat periode;
- Periode pertama ialah ketika ia masih dipengaruhi oleh Leibniz Wolf, yaitu samapi tahun 1760. Periode ini sering disebut periode rasionalistik
- Periode kedua berlangsung antara tahun 1760 – 1770, yang ditandai dengan semangat skeptisisme. Periode ini sering disebut periode empiristik
- Periode ketiga dimulai dari inaugural dissertation-nya pada tahun 1770. Periode ini bisa dikenal sebagai tahap kritik.
- Periode keempat berlangsung antara tahun 1790 sampai tahun 1804. Pada periode ini Kant megnalihkan perhatiannya pada masalah religi dan problem-problem sosial. Karya Kant yang terpenting pada periode keempat adalah Religion within the Limits of Pure Reason (1794) dan sebuah kumpulan esei berjudulEternal Peace (1795).
Immanuel
Kant adalah filsuf yang hidup pada puncak perkembangan “Pencerahan”, yaitu
suatu masa dimana corak pemikiran yang menekankan kedalaman unsur rasionalitas
berkembang dengan pesatnya. Pada masa itu lahir berbagai temuan dan paradigma
baru dibidang ilmu, dan terutama paradigma ilmu fisika alam. Heliosentris
temuan Nicolaus Copernicus (1473 – 1543) di bidang ilmu astronomi yang
membutuhkan paradigma geosentris, mengharuskan manusia mereinterpretasikan pandangan
duniannya, tidak hanya pandangan dunia ilmu tetapi juga keagamaan.
Selanjutnya
ciri kedua adalah apa yang dikenal dengan deisme, yaitu suatu
paham yang kemudian melahirkan apa yang disebut Natural Religion (Agama
alam) atau agama akal. Deisme adalah suatu ajaran yang mengakui adanya yang
menciptakan alam semesta ini. Akan tetapi setelah dunia diciptakan, Tuhan
menyerahkan dunia kepada nasibnya sendiri. Sebab ia telah memasukkan
hukum-hukum dunia itu ke dalamnya. Segala sesuatu berjalan sesuai dengan
hukum-hukumnya. Manusia dapat menunaikan tugasnya dalam berbakti kepada Tuhan
dengan hidup sesuai dengan hukum-hukum akalnya.
Maksud paham
ini adalah menaklukkan wahyu ilahi beserta degan kesaksian-kesaksiannya, yaitu
buku-buku Alkitab, mukjizat, dan lain-lain kepada kritik akal serta menjabarkan
agama dari pengetahuan yang alamiah, bebas dari pada segala ajaran Gereja.
Singkatnya, yang dipandang sebagai satu-satunya sumber dan patokan kebenaran
adalah akal. Kant berusaha mencari prinsip-prinsip yang ada dalam tingkah laku
dan kecenderungan manusia. Inilah yang kemudian menjadi kekhasan pemikiran
filsafat Kant, dan terutama metafisikanya yang dianggap benar-benar
berbeda sama sekali dengan metafisikan pra kant.
Pengaruh
Leibniz dan Hume
Leibniz-Wolf
dan Hume merupakan wakil dari dua aliran pemikiran filosofis yang kuat melanda
Eropa pada masa Pencerahan. Leibniz tampil sebagai tokoh penting dari aliran
empirisisme. Di sini jelas, bahwa epistemologi ‘ala Leibniz bertentangan dengan
epistemologi Hume. Leibniz berpendapat bahwa sumber pengetahuan manusia adalah
rasionya saja, dan bukan pengalaman. Dari sumber sejati inilah bisa diturunkan
kebenaran yang umum dan mutlak. Sedangkan Hume megnajarkan bahwa pengalamanlah
sumber pengetahuan itu. Pengetahuan rasional mengenai sesuatu terjadi setelah
itu dialami terlebih dahulu.
Epistemologi
Kant, Membangun dari Bawah
Filsafat
Kant berusaha mengatasi dua aliran tersebut dengan menunjukkan unsur-unsur mana
dalam pikiran manusia yang berasal dari pengalaman dan unsur-unsur mana yang
terdapat dalam akal. Kant menyebut perdebatan itu antinomy, seakan
kedua belah pihak merasa benar sendiri, sehingga tidak sempat memberi peluang
untuk munculnya alternatif ketiga yang barangkali lebih menyejukkan dan
konstruktif. Mendapatkan inspirasi dari “Copernican Revolution”, Kant
mengubah wajah filsafat secara radikal, dimana ia memberikan filsafatnya, Kant
tidak mulai dengan penyeledikan atas benda-benda yang memungkinkan mengetahui
benda-benda sebagai objek. Lahirnya pengetahuan karena manusia dengan akalnya
aktif mengkonstruksi gejala-gejala yang dapat ia tangkap.
Kant
mengatakan: Akal tidak boleh bertindak seperti seroang mahasiswa yang Cuma puas
dengan mendengarkan keterangan-keterangan yang telah dipilihkan oleh dosennnya,
tapi hendaknya ia bertindak seperti hakim yang bertugas menyelidiki perkara dan
memaksa para saksi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ia sendiri telah
rumuskan dan persiapkan sebelumnya. Upaya Kant ini dikenal dengan kritisisme
atau filsafat kritis, suatu nama yang diberikannya sendiri. Kritisisme adalah
filsafat yang memulai perjalannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan
kritik atas rasio murni, lalu kritik atas rasio praktis, dan terakhir adalah
kritik atas daya pertimbangan.
Kritik atas
Rasio Murni
Dalam kritik
ini, atara lain kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat umum,
mutlak dan memberi pengertian baru. Untuk itu ia terlebih dulu membedakan
adanya tiga macam putusan, yaitu:
a. Putusan
analitis apriori; dimana predikat tidak menambah sesuatu yang baru
pada subjek, karena sudah termuat di dalamnya (msialnya, setiap benda menempati
ruang).
b. Putusan
sintesis aposteriori, misalnya pernyataan “meja itu bagus” di sini
predikat dihubungkan dengan subjek berdasarkan pengalaman indrawi, karena
dinyatakan setelah (=post, bhs latin) mempunyai pengalaman dengan aneka ragam
meja yang pernah diketahui.
c. Putusan
sintesis apriori; disini dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan
yang kendati bersifat sintetis, namun bersifat apriori juga.
Misalnya, putusan yang berbunyi “segala kejadian mempunyai sebabnya”.
Tiga
tingkatan pengetahuan manusia, yaitu:
a. Tingkat Pencerapan
Indrawi (Sinneswahrnehmung)
Unsur apriori, pada
taraf ini, disebut Kant dengan ruang dan waktu. Dengan unsur apriori ini
membuat benda-benda objek pencerapan ini menjadi ‘meruang’ dan ‘mewaktu
b. Tingkat Akal Budi (Verstand)
Bersamaan
dengan pengamatan indrawi, bekerjalah akal budi secara spontan. Tugas akal budi
adalah menyusun dan menghubungkan data-data indrawi, sehingga menghasilkan
putusan-putusan. Pengetahuan akal budi baru dieroleh ketika terjadi sintesis
antara pengalaman inderawi tadi dengan bentuk-bentuk apriori yang
dinamai Kant dengan ‘kategori’, yakni ide-ide bawaan yang mempunyai fungsi
epistemologis dalam diri manusia.’.
c. Tingkat intelek /
Rasio (Versnunft)
Idea ini
sifatnya semacam ‘indikasi-indikasi kabur’, petunjuk-petunjuk buat pemikiran
(seperti juga kata ‘barat’ dan ‘timur’ merupakan petunjuk-petunjuk; ‘timur’ an
sich tidak pernah bisa diamati). Tugas intelek adalah menarik kesimpulan dari
pernyataan-pernyataan pada tingkat dibawahnya, yakni akal budi(Verstand) dan
tingkat pencerapan indrawi (Senneswahnehmung). Dengan kata
lain, intelek dengan idea-idea argumentatif.
Kendati Kant
menerima ketiga idea itu, ia berpendapat bahwa mereka tidak bisa diketahui
lewat pengalaman. Karena pengalaman itu, menurut kant, hanya terjadi di dalam
dunia fenomenal, padahal ketiga Idea itu berada di dunia noumenal (dari noumenan
= “yang dipikirkan”, “yang tidak tampak”, bhs. Yunani), dunia gagasan,
dunia batiniah. Idea mengenai jiwa, dunia dan Tuhan bukanlah
pengertian-pengertian tentang kenyataan indrawi, bukan “benda pada dirinya
sendiri” (das Ding an Sich).
Kritik atas
Rasio Praktis
Maxime (aturan pokok) adalah pedoman
subyektif bagi perbuatan orang perseorangan (individu), sedangkanimperative (perintah)
merupakan azas kesadaran obyektif yang mendorong kehendak untuk melakukan
perbuatan. Imperatif berlaku umum dan niscaya, meskipun ia dapat berlaku dengan
bersyarat (hypothetical)atau dapat juga tanpa syarat (categorical). Imperatif
kategorik tidak mempunyai isi tertentu apapun, ia merupakan kelayakan
formal (=solen). Menurut kant, perbuatan susila adalah
perbuatan yang bersumber paa kewajiban dengan penuh keinsyafan. Keinsyafan
terhadap kewajiban merupakan sikap hormat (achtung).Sikap inilah
penggerak sesungguhnya perbuatan manusia. Kant, ada akhirnya ingin menunjukkan
bahwa kenyataan adanya kesadaran susila mengandung adanya praanggapan dasar.
Praanggapan dasar ini oleh Kant disebut “postulat rasio praktis”, yaitu
kebebasan kehendak, immortalitas jiwa dan adanya Tuhan.
Pemikiran
etika ini, menjadikan Kant dikenal sebagai pelopor lahirnya apa yang disebut
dengan “argumen moral” tentang adanya Tuhan. Sebenarnya, Tuhan dimaksudkan
sebagai postulat. Sama dengan pada rasio murni, dengan Tuhan, rasio praktis
‘bekerja’ melahirkan perbuatan susila.
Kritik atas
Daya Pertimbangan
Kritik atas
daya pertimbangan, dimaksudkan oleh Kant adalah mengerti persesuaian kedua
kawasan itu. Hal itu terjadi dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan).
Finalitas bisa bersifat subjektif dan objektif. Kalau finalitas bersifat
subjektif, manusia mengarahkan objek pada diri manusia sendiri. Inilah yang
terjadi dalam pengalaman estetis (kesenian). Dengan finalitas yang bersifat
objektif dimaksudkan keselarasan satu sama lain dari benda-benda alam.
Idealisme
Transedental: Sebuah Konsekuensi
Tidak mudah
memahami kant, terutama ketika sampai pada teorinya: realisme empirikal (Empirical
realism)dan Idealisme transendental (transendental idealism),
Istilah “transenden” berhadapan dengan istilah ‘empiris’, dimana keduanya
sama-sama merupakan term epistemologis, namun sudah tentu
mengandung maksud yang berbeda; yang pertama berartiindependent dari pengalaman (dalam
arti transenden), sedang yang terakhir disebut berarti imanen dalam
pengalaman. Begitu saja “realisme” yang berlawanan dengan “idealisme”,
adalah dua istilah ontologis yang masing-masing bermakna: “lepas dari
eksistensi subyek” (independet of my existance) dan
“bergantung pada eksistensi subyek” (dependent of my existence).
Teori Kant
ini mengingatkan kita kepada filsuf Berkeley dan Descartes. Berkeley tentu
seorang empirisis, tetapi ia sekaligus muncul sebagai seroang idealis.
Sementara Descartes bisa disebut seorang realis karena ia percaya bahwa
eksistensi obyek itu, secara umum, independen dari kita, tetapi ia juga
memahami bahwa kita hanya mengetahui esensinya melalui idea bawaaninnate
ideas) secara “clear and distinct”, bukan melalui pengalaman. Inilah
yang kemudian membuat Descartes sebagai seorang “realis transendental”.
KESIMPULAN
Kritisisme
Immanuel Kant sebenarnya telah memadukan dua pendekatan dalam pencarian
keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substansial dari sesuatu itu.
Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan
kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak
dapat dijadikan melulu tolak ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar
nyata, tapi “tidak-real”, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai
kebenaran.
Melalui
pemahaman tersebut, rasionalisme dan empirialisme harusnya bergabung agar
melahirkan suatu paradigm baru bahwa kebenaran empiris harus rasional
sebagaimana kebenaran rasional harus empiris.
DAFTAR
PUSTAKA
Muslih,
Mohammad. Filsafat Ilmu. Jogjakarta: Belukar, 2004.
S.Praja.Juhaya,Aliran-aliran
filsafat dan etika.Cet II;Jakarta:Prenada Media 2005.
Akhmadi,Asmoro,Filsafat
Umum. Cet V; Jakarta: RajaGrafindo Persada.2003.
*) Penyusun
Nama
: Lilik Indriarini
Mata
Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen
: Afid Burhanuddin, M.Pd.
Prodi
: Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Pacitan.
Filsafat Thomas Aquinas
Sejarah
perkembangan filsafat barat merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Terdapat
banyak teori atau aliran filsafat yang mewarnai dunia pengetahuan barat yang
kini dikenal sebagai negara-negara maju. Kemajuan perkembangan
pengetahuan mesyarakat negara-negara tersebut tidak sepenuhnya lepas dari
perkembangan filsafat yang melatarbelakanginya. Perkembangan filsafat-filsafat
yang ada dan terjadi memberikan corak warna pada kehidupan masyarakat di dunia.
Seiring
perkembangan zaman, paradigma berfikir massyarakat barat modern lebih banyak
dipengaruhi oleh aliran logis, yaitu filsafat Positivisme Logis. Filsafat ini
mengajarkan bahwa hanya daya panca indera manusialah yang mampu mengubah
kehidupan masyarakat dunia menjadi lebih maju, dalam hal ini masyarakat menjadi
maju pesat dalam bidang pengetahuan.
Sebelum
filsafat Positivisme Logis menjiwai masyarakat barat, lahir pemikiran atau
filsafat yang disampaikan oleh filsuf termasyhur bernama Santo Thomas Aquinas.
Aliran filsafatnya bertentangan dengan filsafat barat yang menentang
metafisika. Karena dilahirkan di Italia dan pernah menempuh studi di
Universitas Paris, pemikiran Thomas Aquinas juga diperngaruhi oleh pemikiran
muslim, meskipun beliau adalah seorang Khatolik yang taat.
Thomas
Aquinas merupakan filsuf dan teolog yang teguh pendiriannya. Ketika para
ilmuwan Barat menentang teori-teori filsafatnya dengan gencar, beliau tettap
kokoh mempaertahankan prinsip-prinsip yang mengakui adanya kekuatan Allah yang
tidak sama dengan para makhluk-Nya. Beliau memberikan pencerahan tentang etika,
dan membedakan antara pengetahuan dan keimanan manusia.
Biografi
Thomas Aquinas
St. Thomas
Aquinas, salah satu tokoh filsafat barat pada abad pertengahan, dilahirkan di
Lombardy, Rossa Sicca, daerah di kerajaan Napels, Italia pada tahun 1225 M (ada
sumber yang menyebutkan pada tahun 1224 M). Dia berasal dari keluarga keturunan
bangsawan, Kaisar Frederick I dan Henry VI. Thomas Aquinas terlahir dari
pasangan Pangeran Landulf, keturunan Aquino dan Theodora, seorang Countest of
Teano. Keluarganya merupakan penganut agama Khatolik yang taat. Latar
belakang ini ikut menentukan latar belakang pendidikan dan tujuan hidupnya.
Thomas
Aquinas yang juga dikenal dengan nama Italia yaitu Thomaso d’Aquino, ketika
berumur lima tahun (sekitar tahun 1257), Thomass Aquinas mulai belajar di Biara
Benedictus di Monte Cassino hingga dia berusia lima belas tahun. Setelah selama
sepuluh tahun belajar di Monte Casssino sebagai pendidikan dasar guna menjadi
seorang biarawan, dia melanjutkan memperdalam ilmu bahasa di negara lain dengan
beralih menjadi seorang Ordo Dominikan. Hal ini pada mulanya ditentang oleh
keluarganya yang merupakan penganut Khatolik yang taat, namun tekat bulatnya
pada akhirnya mampu meluluhkan hati kedua orang tuanya sehingga dia mendapatkan
restu dari keduanya dan ressmi menjadi salah seorang anggota Ordo Dominikan
tepat pada tahun 1245.
Pada mulanya
dia belajar di Napels, tepatnya di Universitas Frederick II Nepal selama enam
tahun, kemudian melanjutkan pendidikannya di Paris dibawah bimbingan seorang
Aristotelian termasyhur bernama Albertus Agung. Dari beliau, St. Thomas Aquinas
mendapatkan teori-teori filsafat Aristoteles.
Ketekunannya
dalam mempelajari ilmu selama menempuh pendidikan membawanya menjadi seorang
Doktor dalam bidang teologi dari Universitas Paris. Dia kemudian mendapat
kepercayaan untuk mengajar disana sampai dengan tahun 1259 M. Selanjutnya dia
aktif menjadi biarawan di beberapa biara Dominican, Roma, Italia selama kurang
lebih sepuluh tahun atau hingga sekitar tahun 1269 M.
Semasa
hidupnya, Thomas Aquinas berjasa dalam memberi kuliah bidang filsafat dan
teologi beberapa kota yang ada di Italia, yaitu kota Anangi, Orvetio, Roma, dan
Vitebro. Selanjutnya, dia kembali ke Paris selama tiga tahun sebelum dia
dipanggil ke Naples guna mengemban tugas yang sama dan peran tambahan sebagai
pendiri sekolah Dominican disana pada tahun 1272 M.
St. Thomas
Aquinas, seorang teolog yang terkenall pada era abad pertengahan, meninggal
dunia ketika berusia sekitar lima puluh tahun, tepatnya pada tanggal 7 Maret
1274 M. Pemikirannya tidak lenyap seiring dengan kepergiannya dari dunia fana,
tetapi tetap melegenda dan senantiasa massih digunakan sebagai rujukan bahkan
pada masa kini, ketika penulis makalah ini menyusun karya tulis (makalah) ini.
Pemikiran
Thomas Aquinas
Thomas
Aquinas, seorang filsuf dan teolog barat termasyhur pada masa abad pertengahan.
Pemikirannya merupakan tidak lepas dari pengaruh dua orang filosof besar,
Agustinus dan Aristoteles dapat mengguncang Eropa. Pada masanya, pemikiran yang
dicetuskan oleh Thomas Aquinas, yang membangun keharmonisan antara agama dan
akal membawa pengaruh yang sangat kuat di jajaran masyarakat Eropa.
Pemikiran-pemikiran Thomas Aquinas yaitu filsafat thomisme, Essentia dan
Exentia, Argumen Kosmologi, filsafat tentang penciptaan, filsafat tentang
makhluk murni, filsafat jiwa, dan Etika Teologis.
Berikut ini
adalah rincian pemikiran St.Thomas Aquinas:
- 1. Thomisme
Thomisme
adalah aliran filsafat yang dicetuskan sebagai hasil pemikiran St.Thomas
Aquinas, seorang imam Khatolik yang saleh. Kata ”thomisme” berasal dari Summa
Theologica, salah satu dokumen paling berpengaruh dalam filsafat abad
pertengahan dan terus dipelajari oleh generasi penerus, bahkan generasi
sekarang. Dalam ensiklopedi Angelici Doctoris, Paus St Pius X
mengingatkan bahwa ajaran-ajaran Gereja tidak bisa dipahami secara ilmiah tanpa
dasar-dasar filosofis dasar utama tesis ‘Thomas.
St Thomas
Aquinas percaya bahwa kebenaran adalah benar dimana pun ditemukan, seperti juga
para filsuf Yunani , Romawi , Yahudi , dan Muslim. Secara khusus, ia adalah
seorang realis. Dia mengakui bahwa dunia dapat diketahui seperti apa adanya. St
Thomas Aquinas menganut faham terminologi dan metafisika Aristoteles. Filsafat
Thomismenya ini menekankan pada pengertian materi dan bentuk, potensi dan
aktus, serta bakat dan perealisasiannya. Filsafat ini mempunyai tujuan untuk
menciptakan kedamaian Yunani dan Nasrani dalam hal filsafat sekuler.
Thomas
mengikuti pemahaman Aristoteles, merujuk kepadanya sebagai “Filsuf”. St. Thomas
Aquinas juga mengikuti beberapa prinsip neoplato, seperti ketika dia mengatakan
bahwa “adalah mutlak benar bahwa ada sesuatu yang pertama yang pada dasarnya
ada dan pada dasarnya baik , yang kita sebut Allah, … [dan bahwa segala
sesuatu] bisa disebut baik dan ada, sejauh ia berpartisipasi di dalamnya dengan
cara suatu asimilasi tertentu …”
- 2. Essentia dan Exentia
Ajaran
Thomas Aquinas yang dikenal dengan sebutan Essentia dan Exentia ini. Essentia
mengajarkan hakikat Tuhan, sedangkan esentia mengajarkan keberadaan Tuhan.
Menurut filsafat ini, Tuhan adalah sempurna keberadaannya dan tidak
berkembang.Dalam ajaran ini, essensi dan esketia tentang Tuhan adalah ada dan
satu.Filsafat ini membedakan Tuhan dengan makhluk ciptaan-Nya, dimana Tuhan ada
satu, sedangkan makluknya tidak bersifat satu. Menurut Thomas, Allah (Tuhan)
merupakan aktus paling umum yang disebut dengan actus purus(aktus
murni), dimana Tuhan dinyatakan nyata adanya dan bersifat tunggal (Esa).
- 3. Argumen Kosmologi
Ajaran atau
filsafat Thomas Aquinas yang ketiga adalah argumen kosmologi dan biasa disebut
teologi naturalis. Dalam kosmologi, Thomas Aquinas berpendapat bahwa manusia
dapat mengenal Allah melalui akal yang mereka miliki, meskipun pengetahuan
tentang Allah yang mereka peroleh dengan akal terrsebut tidak jelas dan
menyelamatkan. Dengan akal yang mereka miliki, manusia sebagai makhluk Tuhan
(Allah) dapat mengetahui bahwa Allah itu ada dengan sifat-sifat yang
dimiliki-Nya.
St. Thomas
Aquinas menyampaikan lima bukti adanya Tuhan sebagaimana rincian berikut:
- Adanya gerak di dunia mengharuskan kita menerima bahwa ada penggerak pertama yaitu Allah. Menurut Thomas apa yang bergerak tentu digerakkan oleh sesuatu yang lain. Gerak menggerakkan ini tidak dapat berjalan tanpa batas. Maka harus ada penggerak pertama. Penggerak pertama ini adalah Allah.
- Di dalam dunia yang diamati terdapat suatu tertib sebab-sebab yang membawa hasil atau yang berdaya guna. Tidak pernah ada sesuatu yang diamati yang menjadi sebab yang menghasilkan dirinya sendiri. Oleh karena itu, maka harus ada sebab berdaya guna yang pertama, inilah Allah.
- Di dalam alam semesta terdapat hal-hal yang mungkin ada dan tidak ada. Oleh karena semuanya itu tidak berada sendiri tetapi diadakan, dan oleh karena semuanya itu dapat rusak, maka ada kemungkinan semua itu ada, atau semuanya itu tidak ada. Jika segala sesuatu hanya mewujudkan kemunginan saja, tentu harus ada sesuatu yang adanya mewujudkan suatu keharusan. Padahal sesuatu yang adanya adalah suatu keharusan, adanya itu disebabkan oleh sesuatu yang lain, sebab-sebab itu tak mugkin ditarik hingga tiada batasnya. Oleh karena itu, harus ada sesuatu yang perlu mutlak, yang tak disebabkan oleh sesuatu yang lain, inilah Allah.
- Diantara segala yang ada terdapat ha-hal yag lebih atau kurang baik, lebih atau kurang benar dan lain sebagainya. Apa yang lebih baik adalah apa yang lebih mendekati apa yang terbaik. Jadi jikalau ada yang kurang baik, yang baik dan yang lebih baik, semuanya mengharuskan adanya yang terbaik. Dari semuanya dapat disimpulkan bahwa harus ada sesuatu yang menjadi sebab daris segala yang baik, segala yang benar, segala yang mulia. Yang menyebabkan semuanya itu adalah Allah.
- Kita menyaksikan, bahwa segala sesuatu yang tidak berakal seperti umpamanya tubuh alamiah, berbuat menuju pada akhirnya. Dari situ tampak jelas, bahwa tidak hanya kebetulan saja semuanya itu mencapai akhirnya, tapi memang dibuat begitu. Maka apa yang tidak berakal tidak mungkin bergerak menuju akhirnya, jikalau tidak diarahkan oleh suatu tokoh yang berakal, berpengetahuan. Inilah Allah.
Dari kelima
bukti di ats, kita dapat mengetahui bahwa ada suatu tokoh yang menyebabkan
adanya segala sesuatu, tokoh/actus yang berada karena diriNya sendiri, yaitu
Tuhan (Allah), tetapi semua itu tidak dapat membuktikan hakikat Allah yang
sebenarnya kepada manusia. Para insan tahu sebatas bahwa Allah ada tanpa
mengetahui wujud riil-Nya. Namun, pada dasarnya para manusia memang memiliki
beberapa pengetahuan filsafat tentang Allah.
Berpijak
pada keyakinan dan kenyatan bahwa manusia mempunyai kelebihan yang membedakan
mereka dengan makhluk lain, yaitu akal, St. Thomas Aquinas berpendapat bahwa
terdapat tiga cara yang dapat ditempuh manusia untuk mengenal Tuhannya. Ketiga
cara tersebut adalah sebagai berikut:
- Segala makhluk sekadar mendapat bagian dari keadaan Allah. Hal ini mengakibatkan, bahwa segala yang secara positif baik pada para makhluk dapat dikenakan juga kepada Allah (via positiva).
- Via Negativa, merupakan kebalikan dari teori pertama. Disebabkan oleh adanya analogi keadaan yaitu segala yang ada pada makhluk tentu tidak ada pada Allah dengan cara yang sama
- Jadi ada yang baik pada makhluk tentu berada pada Allah dengan cara yang jauh melebihi keadaan pada para makhluk itu (via iminentiae).
- 4. Penciptaan
Pemikiran
filsafat Thomas Aquinas yang tidak kalah penting dari yang lain adalah filsafat
tentang teori penciptaan.Filsafat ini tidak lepas dari ajaran tentang
partisipasi, dasar yang dia terima dari Agustinus-Neoplatonisme. Namun demikian
terdapat perbedaan yang mendasar antara pemikiran kedua tokoh tersebut. Ajaran
Neoplatonisme menekankan emansipasi makhluk, sedangkan ajaran Thomas Aquinas
menekankan pada kelebihan Allah, yaitu murni karya penciptaan Allah yang
menyebabkan keberadaan dunia seisinya.
Penciptaan
merupakan perbuatan Allah secara kontinu dan berkelanjutan. Adapun
makluk-makhluk dan benda-benda ciptaan-Nya bersifat fana. Dari kekekalan, Allah
menciptakan jagat raya dan waktu. Penciptaan yang terjadi secara kontinu untuk
menciptakan para makhluk untuk dipelihara. Dengan demuikian tidak ada dualisme
Allah dan para makhluk-Nya, seperti manusia dan alam semesta. Menurut ajaran
ini, Allah menciptakan dati ”yang tiada” yang biasa disebut ex nihilo.
Mengutip bahasa Al-Qur’an, Allah (Islam) bersifat Maha Menciptakan, melalui kun
fayakun Nya, Dia (Allah) berkuasa penuh atas perwujudan makhluk yang Dia
ciptakan.
- 5. Makhluk murni
Dalam teori
filsafat ini, para malaikat yang merupakan makhluk rohani yang murni juga
tersusun dari essentia dan exentia. Malaikat-malaikat itu berwujud roh
(essentia/hakikat) dan bereksitensi. Hakikat dan eksisitensi para malaikat
membedakan mereka dengan makhluk-makhluk lain seperti manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda mati. Karena para malaikat tidak mempunyai
potensi untuk berkembang sebagaimana makhluk hidup ciptaan Allah yang lain,
mereka tidak mempunyai susunan materi, bentuk, potensi dan aktus, para malaikat
tidak memiliki jasad, hanya ruhlah yang menjadi essentia (hakikat)
mereka.
- 6. Jiwa
Pada bahasan
teori filsafat tentang makhluk murni menekankan pada hakikat dan eksistensi para
malaikat, sementara pada filsafat Jiwa, hal yang ditekankan adalah hakikat dan
eksistensi manusia. Menurut teori ini, manusia adalah makhluk yang berdiri
sendiri dan tersusun atas bentuk dan materi. Manusia memiliki jiwa atau ruh
dengan tubuh/jasad sebagai bentuknya.
Menurut
Thomas Aquinas, jiwa dan jasad tidak dapat dipisahkan, mereka saling
berhubungan. Jiwa bukanlah hal yang berdiri sebagai individu melainkan
merupakan daya gerak yang memberikan wujud kepada tubuh sebagai materi.
Sehingga, manusia memiliki dua hal yang menyatu sebagai pembentuk diri, yaitu
pembentuk jassmani dan rohani mereka. Jiwalah yang menjadi kekuatan ruhani
manusia, yang menyatu dalam jasad manusia dan memiliki lima daya/kekuatan
sebagai berikut:
- Daya jiwa vegetatif, yaitu hal yang berkaitan dengan penggantian zat dan pembiakan.
- Daya jiwa yang sensitif, yaitu yang berkaitan dengan keinginan. Jiwa mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi arah keinginan manusia.
- Daya jiwa yang menggerakkan. Jasad para makluk, termassuk manusia dapat tergerak untuk hal-hal tertentu karena pengaruh jiwa.
- Daya jiwa untuk berfikir. Dengan adanya jiwa, manusia terdorong untuk berfikir, menentukan tata cara melakukan dan mewujudkan perubahan.
- Daya jiwa untuk mengenal. Proses identifikasi yang dilakukan manusia terhadap hal yang ada dan terjadi di sekeliling mereka dipengaruhi oleh jiwa dan kekuatannya. Dengan jiwa pula manusia dapat mengenal Tuhan.
- 7. Etika Teologis
Tidak
terlepas dari hubungan dan kehidupan manusia, filsafat etila teologis yang
disampaikan oleh Santo Thomas Aquinas ini mengajarkan tentang moral. Etika
mencakup moral yang diberlakukan bagi manusia sebagai individu maupun
kelompok/masyarakat, menurut ajaran ini merupakan cahaya yang diturunkan oleh
Allah dari cahaya manusia atau diturunkan dari tabiat manusia sebagai makhluk
sosial yang hidup dalam lingkungan masyarakat. Menurut Thomas Aquinas tindakan yang mengerakkan manusia
kepada tujuan akhir berkaitan dengan kegiatan manusiawi bukan dengan kegiatan
manusia. Perintah moral yang paling dasar adalah melakukan yang baik,
menghindari yang jahat.
Berbeda
dengan khalayak pada era kehidupannya, St. Thomas Aquinas menganut pola pikir
dan metode induktif. Dia menyesuaikan etika dengan kenyataan hidup. Etikanya
bersifat teologis, etika yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah sebagai
Sang Pencipta. Namun demikian, etika teologis yang dia sampaikan tidak membuat
ciri khas filosofis bahwa etika mempunyai kecenderungan untuk mengarahkan
manusia menemukan garis hidup dan akalnya lenyap begitu saja. Realisaasinya
adalah mewujudkan tujuan paling akhir dari kehidupan manusia yaitu secara perorangan
manusia meyakini Allah dan secara sosial masyarakat, manusia harus diatur
sesuai dengan tuntutan tabiat manusia untuk dapat saling membantu sesama
manusia dalam mengendalikan nafsu yang tidak lepas dari diri dan jiwa mereka.
Menurut St.
Thomas Aquinas, pada dasarnya semua nafsu adalah baik. Yang manjadikan wujud
kejahatan pada nafsu-nafsu tersebut adalah ketika nafsu-nafsu tersebut
melanggar wilayah masing-masing dantidak mendukung akal serta kehendak.
Kejahatan selalua ada selama kebaikan masih ada. Nafsu dapat dikendalikan
melalui akal yang merupakan pencerminan dari akal Illahi, akal yang mendasari
kehidupan yang berpijak dan beriman kepada Allah sehingga akal tersebut dapat
menghasilkan kebajikan.
Pandangan
St.Thomas Aquinas mengenai peraturan menunjukkkan kelebihan etika filsafat yang
dia sampaikan dibandingkan dengan etika teolog yang lain.
PENUTUP
Menurut
sejarah perkembangan dunia dan pengetahuan, pada masa abad pertengahan
merupakan masa dimana perkembangan pengetahuan di belahan dunia barat tidak
berkembang secara baik. Pada masa itu, pengetahuan menglami masa suram. Dalam
keadaan seperti ini, St. Thomass Aquinas terlahir sebagai pencerah. Beliau
menyumbangkan buah pikirannya berupa filsafat teologi yang diyakini dan
digunakan sebagai rujukan pengembangan pengetahuan filsafat hingga kini.
Filsafat-filsafatnya
banyak didasari oleh prinsip-prinsip dan teori Aristotelisme (prinsip-prinsip
yang dicetuskan oleh Aristoteles). Selain menganut prinsip Aristotelisme, St.
Thomas Aquinas dalam mencetuskan filsafat-filsafatnya tidak terlepas dari
pengaruh pengetahuan yang beliau dapatkan dari karya-karya Neoplatimisme maupun
Augustinus dan pelajaran dari Albertus Magnus.
DAFTAR
PUSTAKA
Collison,
Diane.2001. Lima Puluh filosof Dunia yang Menggerakkan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Hadiwijono,
Harun. 1989. Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius
http://blog.persimpangan.com/
filafat-perenialisme.
*) Penyusun
Nama
: Dwi Pujianingtyas Prabaningrum
Mata
Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen
: Afid Burhanuddin, M.Pd.
Prodi
: Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Pacitan.
Konsep Pemikiran Post Modernisme Michel Faucault
Postmodern
merupakan istilah yang mungkin bagi sebagian mahasiswa merupakan istilah yang
asing dan sulit untuk mendefinisikan makna dari istilah tersebut. Namun dalam
dunia filsafat, Postmodern atau Postmodernisme sangat berpengaruh dalam
perkembangan dunia filsafat dan keberadaan filsafat di kalangan filosof.
Postmodernisme adalah istilah yg sangat kontroversial. Di bidang seni dan
filsafat istilah ini dianggap sebagai sekedar mode intelektual yang dangkal dan
kosong atau sekedar refleksi yang bersifat reaksioner atas perubahan sosial
yang kini sedang berlangsung. Postmodernisme memang merupakan istilah yang
sangat longgar pengertiannya atau bisa disebut juga sangat ambigu. Ia digunakan
untuk memayungi segala aliran pemikiran yang satu sama lain seringkali tidak
persis saling berkaitan. Meskipun sedemikian beragamnya aliran pemikiran yang
termasuk dalam istilah Postmodernisme, namun kita masih bisa mengidentifikasi
atau mengelompokkannya. Secara agak kasar kita bisa mengelompokkannya misalnya
ke dalam kelompok Dekonstruktif dan yang lain cenderung Konstruktif atau
Revisioner. Pada kelompok Dekonstruktif terdiri dari pemikiran-pemikiran tokoh
filosof seperti Derrida, Lyotard, Foucault dan Rorty. Sedangkan yang cenderung
Konstruktif atau Revisioner misal Heidegger, Gadamer, Mary Hesse, Frederic
Ferre dan masih banyak lagi.
Oleh karena
banyaknya pemikir-pemikir di era Postmodern di dunia, mari kita sedikit lebih
memperjelas bagaimana Postmodernisme itu seperti apa, agar kita bisa lebih
memahami filsafat secara luas. Michel Foucault seorang filosof Perancis yang
sangat terkenal di dunia sejarah dan filsafat akan kita bahas di penulisan
makalah kali ini. Michel Foucault adalah salah satu filosof penting abad ke-20
yang pemikirannya sampai hari ini masih relevan dipakai untuk memahami fakta
sosial dan perkembangan budaya kontemporer, sekaligus juga masih menjadi bahan
perdebatan. Sebagian pendapat memasukkan pemikiran Foucault dalam kelompok
strukturalisme dan sebagian lagi memasukkannya dalam laju pemikiran
post-strukturalisme sebagai perkembangan strukturalisme. Foucault sendiri
menolak itu semua dengan mengatakan bahwa pemikirannya adalah khas dirinya dan
tidak dapat dimasukkan dalam aliran pemikiran manapun. Namun demikian, makalah
ini akan mencoba melihat jejak-jejak strukturalisme dalam pemikiran Foucault,
khususnya yang berhubungan dengan konsep-konsepnya tentang épistémè,
wacana, pengetahuan, dan kekuasaan.
BIOGRAFI
TOKOH
Michel
Foucault adalah seorang tokoh filosof dan sejarawan perancis di tahun 1926-1984
yang berasosiasi dengan pergerakan strukturalis dan post-strukturalis. Dia
mempunyai pengaruh yang sangat besar, tidak hanya dalam filosofi tetapi juga di
ruang lingkup kemanusiaan dan bidang ilmu sosial. Karya pertamanya berjudul
Kegilaan dan Ketidakbernalaran, Sejarah pada Masa Klasik, dipresentasikan untuk
menempuh gelar doktoralnya di tahun 1959 di bawah bimbingan George Canguilhem.
Karya tersebut kemudian diterbitkan pada tahun 1961. Pada tahun 1970 ia
diangkat sebagai dosen Sejarah Sistem Pemikiran di Perancis.
Foucault
lahir di Poitiers, Perancis pada tanggal 15 oktober 1926. Pada masa studinya
dia terlihat seperti mempunyai gangguan psikologis namun dia mempunyai
kecerdasan yang brilian. Pada usia 25 tahun dia menerima Agregasi dan pada
tahun 1952 memperoleh Diploma dalam psikologi. Pada tahun 1950 dia bekerja di
Rumah Sakit Jiwa dan pada tahun 1955 mengajar di Universitas Uppsala (Swedia).
Secara akademik dia menjadi semakin mandiri sepanjang tahun 1960an, ketika dia memegang
kursi jabatan di Collège de France, sebelum terpilih pada tahun 1969
sebagai perguruan tinggi paling bergengsi di Perancis, kemudian dia mendapatkan
gelar sebagai Profesor Sejarah Sistem Pemikiran sampai dia mati. Dari tahun
1970an, Foucault sangat aktif di bidang politik. Dia adalah penemu Groupe
d’information sur les prisons dan sering memprotes homosexual dan kelompok
tersisih lainnya. Dia sering kali mengajar diluar Perancis, khususnya di United
States, dan pada tahun 1983 dia dipercaya untuk setiap tahun mengajar di
University of California di Berkeley. Tak berapa lama menjadi korban AIDS,
Foucault meninggal di Paris pada tanggal 25 juni 1984. Selain itu untuk
mempublikasikan hasil kerja semasa hidupnya, dosennya di Collège de France
mengumumkannya sebagai anumerta yg berisikan penjelasan penting dan kelanjutan
pemikirannya.
Sangat sulit
jika berfikir tentang Foucault sebagai seorang filosof. Susunan akademiknya di
psikologi dan sejarahnya sama banyak dengan di filosofi, bukunya sering kali
berhubungan dengan sejarah medis dan pengetahuan sosial, semangatnya terhadap
sastra dan politik. Foucault paling dikenal dengan penelitian tajamnya dalam
bidang institusi sosial terutama psikiatri, kedokteran,ilmu kemanusiaan, dan
sistem penjara dan karya-karyanya tentang sejarah. Pada tahun 1960an foucault
sering diasosiasikan dengan gerakan strukturalis. Foucault kemudian menjauhkan
dirinya dari gerakan pemikiran ini, meski sering dikarakteristikan sebagai
seorang posmodernis Foucault selalu menolak label posstukturalis dan
posmodernis.
Foucault
menolak dirinya dimasukkan dalam jajaran pemikir strukturalis, tetapi beberapa
karyanya lahir di tengah-tengah masa jaya strukturalisme dan di dalamnya dapat
ditemukan kemiripan pemikiran dengan tokoh-tokoh strukturalisme lainnya. Harus
diakui bahwa pemikiran Foucault berkembang dan mengalami perubahan, namun tetap
saja strukturalisme masih membayanginya.
PEMIKIRAN
TOKOH
- A. Michel Foucault dan Postmodernisme
Tulisan
karya Michel Foucault banyak berisikan tentang topik yang tidak hanya sesuai
dengan tema dari sosiologi kontemporer, tetapi juga menyeluruh ke dalam lingkup
kehidupan sehari-hari. Topik ini menjangkau semua aspek dari volume
seksualitas, kegilaan, penjara, rumah sakit, dan pengetahuan untuk kesusastraan,
seni dan pemerintahan. Foucault adalah seorang kritikus rasionalitas modern,
ide liberal dari kebebasan dan pendahulu gagasan diri sendiri dan
subjektivitas. Tulisan Foucault memperkenalkan metode baru dari teori dan
tertantang setidaknya beberapa teori sosiologi klasik yang beranggapan tentang
dasar pengetahuan. Foucault adalah pemikir yang sulit dan menarik, dia
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang masih diperdebatkan. Pengedaliannya
terhadap wacana, analisa kekuatan dan sejarah pada konstitusi subyek modern
mungkin diperdebatkan tetapi mereka tidak bisa menyangkalnya. Foucault
mendeskripsikan bagaimana gagasan modern dari liberasi dan alasan yang pada
akhirnya akan masuk ke dalam jenis pengetahuan dan mengubah institusional yang
akan meningkatkan pengamatan, kontrol dan peraturan. Postmodernisme telah
menjadi perdebatan yang panas di dalam ilmu sosiologi. Postmodernisme merupakan
sebuah pendekatan ke masyarakat kontemporer yang berbeda dari struktur
sebelumnya. Para penganut Postmodernisme terkenal dengan keanekaragaman dan
ketidaksinambungan, mereka lebih suka seperti itu daripada keseragaman dan
linear. Penganut Postmodernisme menegaskan secara kontekstual dan menyanggah
tuntutan kualitas pengetahuan, mereka mengusulkan bahwa pencarian dasar kebenaran
dan pengetahuan dikaburkan kualitasnya. Postmodernisme seakan sebagai pembeda
antara budaya yang tinggi dan budaya populer. Sebagian penulis memandangnya
sebagai sebuah keterkaitan antara peralihan penciptaan kapitalis dan
Postmodernisme, dengan meningkatnya konsumsi, promosi dan keuangan kapital.
Postmodern
dikenal sebagai gerakan pemikir dan bukan suatu teori tentang perubahan sosial,
namun analisanya sangat kritis terhadap proyek modernisme. Michel Foucault
adalah salah satu tokoh penting dan berpengaruh dalam gerakan Postmodernisme.
Dia yang telah menyumbangkan teori kritik terhadap teori pembangunan dan
modernisasi dari sudut pandang yang jauh berbeda dengan teori kritik lainnya.
Gerakan Postmodernisme sangat melekat dan sejalan dengan pemikiran Foucault,
sebagai contohnya pada tahun 1980 dia menuangkan pemikirannya ke dalam tulisan
karyanya seperti The Order of Things, The Archeology of Knowledge, Dicipline
and Punish, Language, Counter Memory, Practise, The History of Sexuality dan
Power Knowledge. Sebagai contoh lain pemikiran Foucault yang utama adalah
penggunaan analisis diskursus untuk memahami kekuasaan yang tersembunyi di
balik pengetahuan. Analisisnya terhadap kekuasaan dan pengetahuan memberikan
pemahaman bahwa peran pengetahuan pembangunan telah mampu melanggengkan
dominasi terhadap kaum marjinal. Pemikiran Foucault tentang kontrol penciptaan
diskursus dan bekerjanya kekuasaan (power) pada pengetahuan sangat membantu
para teoritisi dan praktisi perubahan sosial untuk melakukan pembongkaran
terhadap teori dan praktek pembangunan.
- B. Michel Foucault dan Strukturalisme
Strukturalisme
adalah pendekatan yang melihat berbagai gejala budaya dan alamiah sebagai
sebuah struktur yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berkaitan dalam satu
kesatuan (Piaget). Kaum strukturalis berpendapat bahwa praktik sosial yang
nampak di masyarakat saat ini sebenarnya selalu didasari oleh stuktur dalam
atau fundamental yang biasanya tidak terlihat beroperasi di bawah kesadaran
manusia. Sehingga strukturalisme ditentukan oleh struktur tersebut dalam
praktik sosialnya. Salah satu karya Foucault yang sangat dekat dengan
strukturalisme adalah Les mots et les choses (1966) dan L’archeologie
du savoir (1969). Karyanya tersebut Foucault diprediksi untuk mampu
menjadikan srukturalisme sebagai filosofi baru bagi para filosof dan para
intelektual Paris pada masa itu menggantikan eksistensialisme yang mulai surut.
Karya Foucault tersebut dijadikan sebagai filosofi baru yang menyetujui
pernyataan subjek tidak memaknai dunia melalui kebebasannya yang penuh dengan
kecemasan seperti pemikiran kaum eksistensialis, tetapi subjek ditentukan oleh
struktur dalam yang ada di balik kesadaran manusia. Kedua karya Foucault
tersebut memperkenalkan istilah épistémè yang kemudian dapat dijelaskan
sebagai sebuah struktur pengetahuan atau gagasan. Dalam Les mots et les choses
(1966) Foucault melahirkan istilah épistémè yang secara sederhana
dapat diartikan sebagai keseluruhan ruang bermakna, stratigrafi yang mendasari
kehidupan intelektual, serta kumpulan prapengandaian pemikiran suatu jaman.
Sebagai sebuah struktur, épistémè dapat dikenali dari salah satu sifat
struktur yang disepakati oleh para pemikir strukturalis, yaitu totalitas. Dalam
bukunya L’archeologie du savoir (1969) Foucault menjelaskan épistémè sebagai
sebuah totalitas yang menyatukan, dalam arti mengendalikan cara kita memandang
dan memahami realitas tanpa kita sadari. Menurut Foucault épistémè tidak
bisa dilihat atau bahkan disadari ketika kita ada di dalamnya, hal itu
disebabkan oleh pandangan bahwa kita telah berada dalam épistémè yang
berbeda ketika kita sadar akan épistémè yang mempengaruhi kita. Épistémè
tidak bisa dilacak, tetapi dapat ditemukan dengan cara mengungkap “yang
tabu, yang gila, dan yang tidak benar” menurut pandangan suatu jaman. Pada saat
kita menemukan “yang tabu”, maka kita telah mengetahui sebelumnya “yang
pantas”. Saat kita tahu “yang gila”, maka kita sebelumnya telah tahun mana
“yang normal”. Demikian juga dengan “yang tidak benar”, saat kita temukan,
berarti kita ada di dalam “yang benar”. Klasifikasi-klasifikasi itulah yang
sepenuhnya didasari oleh épistémè suatu jaman. Oleh karena itulah
Foucault sangat serius mendalami masalah kegilaan, seksualitas, dan kejahatan,
karena melalui ketiga hal itulah dia bisa mengidentifikasi épistémè suatu
jaman.
- C. Wacana dan Kekuasaan Menurut Foucault
Ketika
Foucault menjelaskan épistémè dan mengungkap “yang tabu, yang gila, dan
yang tidak benar” pada suatu zaman, dia memperkenalkan bagaimana kaitan antara
wacana, pengetahuan dan kekuasaan secara jelas. Hal tersebut menggambarkan
hubungan yang erat antara bahasa dan realitas. Bahasa di sini berarti adalah
wacana yang merupakan pengetahuan yang terstruktur. Menurut Foucault, berbicara
tentang wacana, berarti berbicara tentang aturan-aturan, praktik-praktik yang
menghasilkan pernyataan-pernyataan yang bermakna pada satu rentang historis
tertentu. Wacana menurut Foucault berkaitan erat dengan konsep kekuasaan.
Konsep kekuasaan Foucault berbeda dengan konsep kekuasaan yang telah ada
sebelumnya. Foucault mendefinisikan kembali kekuasaan dengan menunjukkan ciri-cirinya,
bahwa kekuasaan itu tersebar, tidak dapat dilokalisasi, merupakan tatanan
disiplin dan dihubungkan dengan jaringan, memberi struktur kegiatan-kegiatan,
tidak represif tetapi produktif, serta melekat pada kehendak untuk mengetahui.
Kekuasaan Foucault bukanlah milik tetapi strategi. Dalam hal ini Foucault tidak
memisahkan antara pengetahuan dan kekuasaan. Tidak ada pengetahuan tanpa
kekuasaan dan tidak ada kekuasaan tanpa pengetahuan.
PENUTUP
Michel
Foucault memiliki pemikiran yang memang cenderung menjurus ke paham
strukturalis dan postmodernisme. Namun Foucault tidak sepenuhnya menjadi
penganut paham tersebut. Konsep pemikiran Foucault menunjukkan sebuah mekanisme
kerja yang halus, terstruktur, dan menyeluruh. Sehingga hal tersebut sangat
berpengaruh terhadap suatu praktik sosial suatu individu. Hal ini memang
sejalan dengan konsep pemikiran strukturalisme yang memperlihatkan ide-ide post
strukturalis Foucault yang mengarah pada postmodernisme.
Foucault
adalah seorang filosof Perancis yang menonjol. Karya-karya Foucault banyak
mempengaruhi secara kuat disiplin yang luas terutama pada lapangan kritik
sastra, gender studies dan kriminologi. Gagasan-gagasan Foucault sendiri sangat
luas menyangkut filsafat, sosiologi, sejarah, psikologi, cultural studies,
kedokteran, gender, sastra dan lainnya.
Satu hal yang menonjol dari keseluruhan pemikiran Foucault adalah bahwa orang kesulitan melakukan kategorisasi atas pemikirannya ke dalam bidang-bidang tertentu. Dengan kata lain, sangat sulit mengenali sosok Foucault dalam disiplin ilmu dan pemikiran konvensional. Ia berfikir ke kedalaman dasar-dasar paradigma ilmu pengetahuan yang bersifat filosofis dan setelahnya hampir mustahil menempatkannya dalam block of knowledge yang ada. Tulisan Foucault sangat luas menyangkut berbagai disiplin sehingga sempat menggoyahkan sendi-sendi pengetahuan manusia (human science). Seperti itulah sosok dari Michel Foucault, seorang filosof sejati abad ke-20 yang karya-karya dan pemikirannya selalu rasional dan diakui oleh seluruh filosof di dunia.
Satu hal yang menonjol dari keseluruhan pemikiran Foucault adalah bahwa orang kesulitan melakukan kategorisasi atas pemikirannya ke dalam bidang-bidang tertentu. Dengan kata lain, sangat sulit mengenali sosok Foucault dalam disiplin ilmu dan pemikiran konvensional. Ia berfikir ke kedalaman dasar-dasar paradigma ilmu pengetahuan yang bersifat filosofis dan setelahnya hampir mustahil menempatkannya dalam block of knowledge yang ada. Tulisan Foucault sangat luas menyangkut berbagai disiplin sehingga sempat menggoyahkan sendi-sendi pengetahuan manusia (human science). Seperti itulah sosok dari Michel Foucault, seorang filosof sejati abad ke-20 yang karya-karya dan pemikirannya selalu rasional dan diakui oleh seluruh filosof di dunia.
DAFTAR
PUSTAKA
I.Bambang
Sugiharto, Postmodernisme, Tantangan bagi Filsafat, Yogyakarta,
Kanisius, 2000
Suma Riella
Rusdiarti, Struktur dan Sifatnyadalam Pemikiran Michel Foucault,
Jakarta, Universitas Indonesia, 2008
http://ssantoso.blogspot.com/2007/08/pemikiran-michel-foucault-1926-1984.html
http://moeflich.wordpress.com/2007/11/24/konstruksi-pemikiran-michel-foucault-tentang-sejarah/
http://abstractive-sense.blogspot.com/2009/11/uraian-pemikiran-michel-foucault.html
http://plato.stanford.edu/entries/foucault/
Stephen
R.C.Hicks, Explaining Postmodernism, Skepticism and Socialism from Rousseau
to Foucault, New York, Scholargy Publishing, 2004
Edited by
Steven Connor, The Cambridge Companion to Postmodernism, New York, Cambridge
University Press, 2004
*) Penyusun
Nama
: Sodiq Putra Perdana
Mata
Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen
: Afid Burhanuddin, M.Pd.
Prodi
: Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Pacitan.
Schelling; Biografi dan Pemikiran
Filsafat
telah dipelajari sejak berabad-abad yang lalu. Sebagai buktinya telah banyak
aliran atau paham-paham bermunculan dalam dunia filsafat, diantaranya aliran
renaissance rasionalisme, idealisme, pragmatisme dan masih banyak lagi. Dari
aliran-aliran yang muncul tidak selalu memiliki kesamaan konsep dasar, ada
diantaranya yang justru saling bertentangan. Tetapi perbedaan atau pertentangan
tersebut tidak dipersoalkan. Justru dengan banyaknya paham yang telah
diperkenalkan oleh para filosof tersebut, kita dapat menemukan cara yang paling
tepat untuk diaplikasikan dalam menghadapi persoalan dalam kehidupan. Misalnya,
kita dapat menggunakan logika klasik dalam menyelesaikan masalah-masalah
sederhana, menggunakan cara empirisme untuk menggali ilmu-ilmu yang ada di
alam, dan idealisme untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang kompleks.
Idealisme
adalah sistem atau doktrin yang dasar penafsirannya adalah ideal. Berlawanan
dengan materialism, yang menekankan pada ruang dan hal yang bersifat
mekanistik, idealisme menekankan supra-ruang, non-sensibilitas, penilaian dan
ideologis. Aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Idealisme juga
merupakan salah satu aliran dalam sejarah filsafat barat modern yang
berpandangan bahwa kenyataan akhir yang sungguh-sungguh nyata itu adalah
pikiran (idea) dan bukanlah benda di luar pikiran kita (materi). Realitas itu
sama luasnya dengan pikiran, maka yang real itu rasional dan yang rasional itu
real. Benda-benda di luar pikiran, seperti alam, masyarakat, dan alat-alat.
Tidak memiliki status ontologisnya, yaitu tidak sungguh-sungguh real. Tak ada
benda-benda di luar pikiran. Benda yang kita lihat seolah-olah di luar
pikiran kita, seperti kursi dihadapan kita, sebenarnya adalah idea atau pikiran
dalam bentuk lahiriah. Tegasnya, idealisme adalah aliran ilmu filsafat yang
menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya hal yang benar yang
dapat dicamkan dan dipahami.
Dalam
makalah ini penulis akan berfokus pada perkembangan paham idealisme pada era
modern. Lebih spesifiknya, penulis akan membahas tentang idealisme salah satu
tokoh besar di masanya, yaitu Friedrich Wilhelm Schelling (1775 – 1854).
Biografi
Friedrich Schelling
Friedrich
Wilhem Joseph von Schelling atau biasa disebut dengan Friedrich Schelling
merupakan filsuf Jerman yang lahir pada tanggal 27 Januari 1775 di Leonbergh,
Wurttemberg. Ayahnya seorang pendeta dan pengajar Orientalis yang taat. Pada
tahun 1783-1784, Scheling menjalani pendidikan di Nurtingen dan di sinilah dia
mengenal Friedrich Holderlin (penyair), seniornya, yang kemudian bersama-sama
meninggalkan Nurtingen untuk belajar teologi di Tubingen meskipun usianya saat
itu belum mencukupi. Dalam masa pedidikannya di Tubingen, dirinya dan Holderlin
berkenalan dengan Hegel dan mulai mempelajari tentang pemikiran para filsuf
Yunani kuno. Pada usianya yang ke-17, Schelling telah menulis desertasi
tentang Bab III dari Kitab Kejadian (bagian dari Kitab Taurat). Dan pada tahun
1973, setahun setelah menyelesaikan kuliahnya, Schelling berkontribusi dalam
peringatan Heinrich Eberhard Gottlob Paulus. Pada tahun 1795, dia menyelesaikan
tesis untuk gelar teologia dengan judul “De Marcione Paullinarum epistolarum
emendatore” dan mempelajari paham dari dua filsuf terkemuka, Kant dan
Fichte, di waktu yang sama. Kedua filsuf inilah yang pada akhirnya banyak
mempengaruhi pemikiran-pemikiran Schelling.
Pada tahun
1794, Schelling menerbitkan sebuah eksposisi dari pemikiran Ficthe dengan judul
die Moglichkeit einer Form der Philosophie uberhaupt (Kemungkinan Bentuk
Filsafat pada Umumnya). Karyanya ini pun diakui oleh Fichte sendiri dan
Schelling pun memiliki reputasi yang baik di kalangan filsuf karena hasil
karyanya tersebut.
Tidak puas
sampai di situ, pada tahun 1795 dia menerbitkan beberapa karya, yang salah
satunya berjudul Vom Ich als Prinzip der Philosophie, oder uber das
Unbedingte im menschlichen Wissen (Diri sebagai Prinsip Filsafat, atau Pada
Pengetahuan Manusia yang Tertutup). Karya-karyanya ini pun masih tetap berada
pada idealisme Fichte, dengan menunjukkan kecenderungan untuk menggunakan
metode Fichte dalam applikasi yang lebih objektif dan menyatukan pandangan
Spinoza ke dalamnya.
Pada umur 23
tahun, dia telah menjadi guru besar di Univeritas Jena sekaligus menjadi murid
dan pembantu Fichte. Saat itu, dia banyak menjalin kontak dengan kalangan
Romantisisme. Selanjutnya ia menikah dan berpindah mengajar ke kota Wurzburg.
Di sinilah ia bergumul dengan pemikiran Jacob Boheme, seorang mistikus Yahudi
di Jerman pada saat itu. Dan menyebabkan pecahnya persahabatan antara dirinya
dengan Fichte.
Selanjutnya
Schelling bermigrasi ke Muenchen pada tahun 1806. Pada saat itu, dia banyak
menjalin kontak dengan Hegel dalam mengurus penyuntingan sebuah jurnal
filsafat. Hegel merupakan saingan berat Schelling yang usianya 5 tahun lebih
muda darinya. Namun setelah Hegel meninggal, Schelling menjadi kritikus ulung
Hegelianisme di Berlin. Namun kontribusi besarnya dalam dunia filsafat tak
membuat Schelling dikenang hingga akhir hayatnya. Pada tanggal 20 Agustus 1854,
Schelling meninggal di Bad Ragaz dalam keadaan kesepian dan dilupakan.
Pemikiran
Schelling
Friedrich
Wilhelm Joseph von Schelling juga merupakan filosof yang menganut aliran
idealisme, selain Plato (477 -347 SM); Spinoza (1632 -1677); Liebniz
(1685 -1753); Berkeley (1685 -1753); Immanuel Kant (1724 -1881); J.
Fichte (1762 -1814); dan G. Hegel (1770 -1831). Pemikiran Schelling tampak pada
teorinya tentang ‘yang mutlak’ mengenai alam. Pada dirinya yang mutlak adalah
suatu kegiatan pengenalan yang terjadi terus – menerus yang bersifat kekal.
Friedrich
Wilhelm Joseph von Schelling telah mencapai kematangan sebagai filosof sejak ia
masih belia. Dan hingga akhir hidupnya pemikiran – pemikirannya pun selalu
berkembang. Meskipun begitu, kontinuitas tetap ada dalam tiap perkembangan
pemikirannya. Ia adalah filosof Jerman yang telah meletakkan dasar-dasar
pemikiran bagi perkembangan idealisme Hegel. Bersama Hegel dan Fichte, ia
menjadi tokoh idealisme terbesar di Jerman pada masanya. Sehingga dapat
dikatakan kalau pemikiran Schelling merupakan mata rantai antara Fichte dan
Hegel.
Jika Fichte
memandang alam semesta sebagai lapangan tugas manusia dan sebagai basis
kebebasan moral, dalam pandangan Schelling, realitas adalah identik dengan
gerakan pemikiran yang berevolusi secara dialektis.
Pada
Schelling dan juga pada Hegel, realitas adalah proses rasional evolusi dunia
menuju realisasi berupa suatu ekspresi kebenaran terakhir. Tujuan proses itu
adalah suatu keadaan kesadaran diri yang sempurna. Schelling menyebut proses
ini sebagai Identitas Absolut, sedangkan Hegel menyebutnya Ideal.
Alam semesta ini, katanya tidak pernah bisa dibayangkan sebagai sistem
rasional. Di sini ia memperlihatkan bahwa susunan rasional adalah kontruks
hipotesis yang memerlukan pembuktian nyata, baik pada alam maupun pada sejarah.
Reese (1980:
511) menyatakan bahwa filsafat Schelling berkembang melalui lima tahap. Yakni:
- Idealisme subyektif
- Filsafat alam
- Idealisme transendental atau idealisme obyektif
- Filsafat identitas
- Filsafat positif.
Sesuai
dengan periode pertama pemikiran Schelling, yaitu Idealisme subyektif, sang
guru, Fichte menjelaskan bahwa pengetahuan harus bertolak dari pengalaman (erfahrung).
Pengalaman di sini, adalah presentasi. Yang kemudian ia golongkan menjadi dua
jenis, yaitu presentasi dengan rasa bebas dan presentasi dengan keniscayaan.
Perbedaan antara dua presentasi tersebut dalam segi kemandiriannya adalah bahwa
presentasi pertama tidak membutuhkan obyek, karenanya disebut bebas dan
presentasi kedua tergantung pada obyek. Dalam pengalaman (erfahrung)
terdapat dua unsur yang saling terkait, yaitu subyek (kita) dan obyek (hal di
luar kita). Fichte mengunggulkan subyek atas obyek karena subyek menghasilkan
pengalaman aktual. Dari titik ini, kita akan menilik periode kedua Schelling
yang menentang teori pertamanya, yaitu filsafat alam. Dalam filsafat alam ia
mengungkapkan ketidak-sepakatannya terhadap pengunggulan subyek atas obyek.
Menurutnya, pembedaan semacam itu muncul dari refleksi yang bermula dari
perasaan dan bukannya filsafat. Perbedaan antara subyek dan obyek adalah
berawal dari refleksi. Refleksi menjadikan jarak antara sesuatu yang ada di
luar kita (alam) dan konsep yang kita tangkap dari ide kita (roh). Refleksi
membanguan pangkal pembedaan antara yang riil dan ideal. Jika pembeda ini dihapuskan,
maka kita akan memperoleh kesatuan. Karena jarak antara subyek dan obyek hanya
akan membuat kita tertipu, hal tersebut hanya berdasarkan perasaan belaka. Yang
harus kita lakukan adalah pendasaran pada filsafat hingga kemudian kita
memahami bahwa yang dipikirkan dan yang memikirkan sebenarnya adalah satu (ittihad
al-aqil wa al-ma’qul). Manusia memiliki kemampuan berfikir tentang segala
yang ada di alam. Dia, dengan Roh-nya akan bertanya sesuatu hal dan memaksa
alam untuk menjawabnya (proses dialog). Proses dialog menjelaskan bahwa alam
memiliki jawaban dari pertanyaan manusia, yang juga diimplikasikan sebagai roh.
Jadi kesimpulannya alam dan roh adalah satu. Alam adalah roh yang tampak dan
roh adalah alam yang tak tampak dan bahwa materi adalah kecerdasan yang tidur.
Dari situ kemudian dapat dipahami bahwa alam tidak berjalan secara otomatis,
melainkan sebuah proses yang dinamis dan terpadu mengarah pada suatu tujuan
tertentu (teleologis).
Periode
ketiga adalah filsafat transendental. Schelling menjelaskan tentang bagaimana
Aku atau Sang Ideal merealisasikan dirinya sebagai kehendak Aku atau Ideal
menyadari akan dirinya sebagai kehendak karena suatu keharusan (sollen).
Oleh karena kehendak itu diarahkan pada obyek yang ada di luar maka hasil
kehendak itulah yang menimbulkan kemunculan dunia luar. Jika ada sesuatu yang
berubah di dunia luar tersebut, karena kesatuan, maka ada perubahan juga yang
terjadi dalam sang Aku.
Hukum alam
dan hukum moral adalah identik di dalam tertib kosmik. Selanjutnya, pernyataan
inilah yang mendasari pemikiran Schelling dalam Negara, hukum dan sejarah.
Baginya, sejarah merupakan pernyataan berkesinambungan dari Yang Absolut yang
selalu memanifestasikan diri-Nya. Dalam pengembangan filsafat transendental
ini, selanjunya ia merambah ke dalam ranah filsafat seni yang dianggap sebagai
filsafat wahyu (art as revelation). Seni merupakan sebuah hasil
pengungkapan dari upaya yang dilakukan berdasarkan identitas antara yang nyata
dan yang ideal dalam sebuah wujud kongkrit yang bertempat dalam intuisi yang
estetis. Perbedaan filsafat seni dan filsafat transendental terletak pada
anggapan sang Absolut yang dikatakan “mengalami dunia” dalam transendental dan
dikatakan “menciptakan dunia” dalam filsafat seni. Seni merupakan sintesa
antara alam dan kesadaran; sbuah kesadaran dalam diri seniman yang menyatakan
diri sebagai intelegensi yang mencipta dunia. Karena itu Schelling menolak
sebagian kalangan yang menyatakan bahwa metodologi Ilmu pengetahuan dan
Matematika merupakan satu – satunya cara yang dapat digunakan untuk mencapai
pengetahuan yang sebenarnya. Dengan kata lain, sumber pengetahuan adalah seni,
dan bukan penelitian ilmiah.
Periode
keempat adalah filsafat identitas (Identity Philosophy), yakni
suatu sintesis antara pemikiran Kant di satu sisi, dan pemikiran Spinoza di
sisi lain. Kant, dan nantinya juga Fichte, menekankan pentingnya peran subyek
di dalam proses pembentukan pengetahuan. Semua kenyataan di luar diri manusia
menjadi sesuatu yang terstruktur, karena subyek. Schelling berpendapat bahwa
manusia dan Alam (Nature), atau dunia obyektif, merupakan satu Subyek.
Artinya, manusia dan alam mempunyai satu kehendak, sehingga keduanya memiliki
kebebasan. Oleh karena memiliki kebebasan, maka manusia dan Alam bisa memilih,
apakah akan berbuat baik atau berbuat jahat. Subyek ini, yang merupakan
sintesis antara manusia dan Alam, merupakan seluruh realitas. Di sini Schelling
menyebutkan tentang “identitas absolut”, yaitu ketika alam telah mengenali
dirinya kembali melalui refleksi. Dan lengkaplah sudah sistem ilmu pengetahuan.
Kemudian
Schelling beranjak pada eksplanasi mengenai Aku-Absolut. Aku-Absolut, baginya,
adalah sesuatu yang netral; bukan materi ataupun spirit, bukan subyek dan atau
obyek. Dalam tindakannya, Roh-Absolut mempunyai tiga tahap yang berjalan
serentak, yaitu (1) Eksternalisasi. Obyektifikasi dari absolute ke alam
material. (2) Internalisasi. Alam memiliki subyektifitasnya sendiri yang
kemudian dipresentasikan dalam pikiran manusia. (3) Unifikasi. Penyatuan antara
absolut obyektif dan absolut subyektif. Tiga tindakan ini bergerak serentak dan
terlepas dari ikatan waktu. Itulah yang disebut sebagai tindakan pengetahuan.
Pada periode
empat, Schelling mengaku bahwa pemikirannya dipengaruhi oleh mistikus Jacob
Bohmean. Dan karena hal itu jugalah persahabatannya dengan Fichte berantakan.
Pada periode ini, Schelling lebih mirip seorang nabi yang mewartakan‚ kabar
gembira. Ia pun menyebut gaya berfilsafat seperti ini sebagai filsafat tentang
mitologi dan wahyu. Namun, banyak orang berpendapat bahwa filsafat Schelling
periode keempat ini lebih merupakan suatu aliran kebatinan atau pengetahuan
rahasia tentang Tuhan, tujuan manusia, dan arah sejarah.
Periode
kelima, Scheling mengarahkan pemikirannya pada filsafat agama/ positif. Pada
tahun 1804, ia menulis buku dengan judul Philosophie und Religion. Dalam
buku tersebut ia menjelaskan bahwa agar pada hal yang obyektif, Sang Absolut
harus member kuasa pada yang nyata agar yang nyata itu dapat memanifestasikan
dirinya dalam bentuk – bentuk yang lebih khusus atau agar yang nyata menjadi
absolut dengan caranya sendiri. Karena itulah manusia memiliki kehendak bebas
menjadi sifat dasarnya. Dia bisa naik menjadi absolute atau turun ke yang
relative sesuai pilihannya.
Kesimpulan
Mengkaji
filsafat merupakan satu ilmu yang mempelajari mengenai proses memahami
aktifitas – aktifitas manusia sedangkan filsafat itu sendiri adalah proses
berfikir. Banyak cabang pemikiran di dalam filsafat, salah satunya adalah
Idealisme. Idealisme adalah suatu aliran ilmu filsafat yang menganggap pikiran
atau cita-cita sebagai satu-satunya hal yang benar yang dapat dicamkan dan
dipahami. Dalam perkembangannya, filsafat Idealisme memiliki beberapa tokoh
besar yang berperan. Salah satunya adalah Friedrich Wilhelm Joseph von
Schelling.
Idealisme
Schelling berkembang melalui lima periode, yaitu Idealisme subyektif yang
merupakan pemikiran dari gurunya, Fichte; Filsafat alam; Idealisme
transendental atau idealisme obyektif; Filsafat identitas; dan Filsafat
positif. Berangkat dari penolakan Schelling terhadap idealisme Fichte yang
mengunggulkan subyek di atas obyek, ia membangun filsafat alam. Dalam filsafat
alam ini ia menyatakan bahwa alam adalah roh yang menampakkan diri sedangkan
roh adalah alam yang menyembunyikan diri. Lalu materi adalah intelegensia yang
tertidur, yang nantinya akan dibangunkan oleh sang ide yang menuntut jawaban
dari keresahannya.
Filsafat
transendentalnya menjelaskan tentang kesadaran sang Aku. Kesadaran tersebut
muncul dalam kehendak yang berdasarkan keharusan. Setelah itu, maka dari
kehendak terciptalah dunia luar (eksternalisasi). Kemudian, karena alam dan ide
adalah satu, maka ketika ada perubahan yang terjadi di luar, sebenarnya terjadi
juga perubahan di dalam. Transendental dikaitkan juga dengan filsafat seni/
wahyu, yaitu suatu hasil pengungkapan dari upaya yang dilakukan berdasarkan
identitas antara yang nyata dan yang ideal dalam sebuah wujud kongkrit yag
bertempat dalam intuisi yang estetis.
Dalam
filsafat identitas, Schelling menyatakan bahwa pembatasan antara subyek dan
obyek muncul dari refleksi berdasarkan perasaan. Dan ketika hal itu yang
menjadi dasar pemikiran kita, kita akan tertipu. Jika dari refleksi lahir
distingsi, maka dari refleksi jugalah harus lahir unifikasi (penyatuan).
Penyatuan subyek dan obyek bisa didapat dari refleksi yang berdasarkan pada
filsafat.
Terakhir,
Schelling berbicara mengenai filsafat dan agama. Ia menyatakan bahwa manusia
memiliki kebebasan berkehendak sebagai potensi alaminya untuk memanifestasikan
diri dalam hal – hal yang lebih khusus. Dalam pada itu, ia berusaha untuk
memecahkan the problem of evil yang tak lain akan muncul dari jiwa yang
lebih memilih relative ketimbang absolut.
Demikian
adalah pemikiran – pemikiran yang dilahirkan oleh Schelling. Sintesa yang
diupayakannya merupakan usaha yang patut dihargai dan ditelaah lebih lanjut
oleh generasi – generasi penerusnya. Kendati di beberapa pemikiran Schelling
telah – jauh sebelumnya dijelaskan oleh filosof muslim, namun upaya dan
kontekstualisasinya dalam keadaan antropologis dan sosiologis yang berbeda
sehingga implikasinya pun berbeda.
Daftar
Pustaka
Hadiwijono,
Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta: Kanisius, 1980
Tafsir,
Ahmad, FILSAFAT UMUM: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2009
http://www.halimspirit.blogspot.com/2012/01/schelling-metafisika-dan-monisme-di.html
http://www.ahnafiabadi.blogspot.com/2010/06/normal-0-false-false-false.html
*) Penyusun
Nama
: Frizka Fajareza Putri
Mata
Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen
: Afid Burhanuddin, M.Pd.
Prodi
: Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Pacitan.
Mengenal Aristoteles
Dapat
dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat
dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles
dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas di abad ke-13,
dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (1135 – 1204), dan dengan teologi Islam
oleh Ibnu Rusyid (1126 – 1198). Maimoides, pemikir paling terkemuka Yahudi abad
tengah berhasil mencapai sintesa dengan yudaisme. Di luar daftar ini masih
sangat bangyak kaum cerdik pandai abad tengah yang terpengaruh demikian
dalamnya oleh Aristoteles. Bahkan di jaman dulu dan jaman pertengahan, hasil
karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Latin, Arab, Itali, Perancis,
Ibrani, Jerman dan Inggris.
Kekaguman
orang kepada Aristoteles menjadi sangat tinggi di akhir abad tengah tatkala
keadaan sudah mengarah pada penyembahan berhala. Dalam keadaan itu tulisan
–tulisan Aristoteles lebih merupakan semacam lampu penerang jalan yang terang
untuk mencari jawaban problem yang lebih lanjut. Aristoteles tidak sepakat
dengan sanjungan membabi buta dari generasi-generasi berikutnya terhadap
tulisan-tulisannya.
Beberapa
pemikiran Aristoteles yang tidak sesuai bila diterpakan pada masa sekarang
adalah di mana dia mendukung perbudakan karena dianggap sejalan dengan hukum
alam. Dan dia percaya kerendahan martabat wanita bila dibandingkan dengan
laki-laki. Tapi banyak pula ide Aristoteles yang sesuai untuk masa sekarang di
mana dia berpendapat bahwa kemiskinan adalah pokok dari revolusi dan kejahatan.
Begitu pula pernyataannya yang menyebutkan bahwa barang siapa yang sudah
merenungi dalam-dalam seni memerintah manusia pasti yakin bahwa nasib suatu
emperium tergantung pada pendidikan kaum mudanya.
BIOGRAFI
TOKOH
Aristoteles
dilahirkan di kota Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Macedonia
tengah tahun 384 SM. Ayahnya yang benama Nicomacus adalah seorang tabib pribadi
Raja Amyntas III dari Macedonia. Ayahnya meninggal ketika Aristoteles berusia
15 tahun. Karena itu, ia kemudian di asuh oleh pamannya yang bernama Proxenus.
Pada usia 17 tahun, Aristoteles pergi ke Athena balajar di Akademi Plato dan
menjadi murid Plato. Kemudian ia diangkat menjadi seorang guru selama 20 tahun
di akademi tersebut. Di bawah asuhan Plato dia menanamkan minat dalam hal
spekulasi filosofis. Aristoteles merupakan orang pertama di dunia yang dapat
membuktikan bahwa bumi bulat. Pembuktian yang dilakukannya dengan jalan melihat
gerhana. Sepuluh jenis kata yang dikenal orang saat ini dengan kata benda, kata
sifat, kata benda dan sebagainya, merupakan pembagian kata menurut pemikirannya.
Dengan
meninggalya Plato pada tahun 347 SM, Aristoteles meninggalkan Athena dan
mengembara selama 12 tahun. Dalam jenjang waktu itu ia mendirikan akademi di
Assus dan menikah dengan Phytias yang tak lama kemudian meninggal. Ia lalu
menikah lagi denga Herpyllis yang kemudian memberikan ia seorang anak laki-laki
yang akhirnya ia beri nama Nicomacus seperti ayahnya. Pada tahun-tahun
berikutnya ia juga mendirikan akademi di Mytilele. Saat itulah ia sempat
menjadi guru Alexander Agung selama tiga tahun.
Di tahun 335
SM, sesudah Alexander naik tahta kerajaan, Aristoteles kembali ke Athena dan
mendirikan semacam akademi di Lyceum. Di sinilah selama 12 tahun ia memberikan
kuliah, berpikir, mengadakan riset dan experimen serta membuat catatan-catatan
dengan tekun dan cermat. Dalam masa kepemimpinannya Alexander Agung tidak
meminta nasehat kepada bekas gurunya, tetapi ia berbaik hati menyediakan dana
bagi Aristoteles untuk melakukan riset dan experimen. Hal ini mungkin menjadi
contoh pertama dalam sejarah seorang ilmuan menerima jumlah dana yang besar
dari pemerintah untuk maksud penelitian atau penyelidikan.
Walaupun
begitu, hubungan Aristoteles dengan Alexander Agung diliputi oleh berbagai
macam polemik. Aristoteles menolak secara prinsipil cara kediktatoran Alexander,
apalagi ketika Alexander menghukum mati sepupu Aristoteles dengan tuduhan
pengkhianatan. Alexander memandang Aristoteles terlalu demokratis hingga ia
memiliki fikiran untuk membunuhnya pula. Tetapi Aristoteles memiliki hubungan
yang erat dengannya dan sangat dipercaya oleh orang-orang Athena, sehingga
Alexander mengurungkan niatnya. Kemudian Alexander meninggal pada tahun 323 SM
dan golongan anti Macedonia memegang tampuk kekuasaan di Athena. Aristoteles
didakwa kurang ajar kepada dewa dikarenakan penelitian-penelitian yang ia
lakukan. Kerena takut di bunuh orang Yunani yang membenci pengikut Alexander,
Aristoteles akhirnya melarikan diri ke Chalcis. Satu tahun setelah pelariannya
ke kota itu, tepat pada tahun 322 SM, Aristoteles meninggal pada usia 62 tahun.
PEMIKIRAN
Menurut
Aristoteles filsafat ilmu adalah sebab dan asas segala benda. Filsafat ilmu
merupakan ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika.
Oleh karena itu, ia menamakan filsafat sebagai Theologi. Filsafat
sebagai refleksi dari pemikiran sistematis manusia atas realitas dan
sekitarnya, tidak berdiri sendiri dan tidak tumbuh di tempat atau ruang yang
kosong. Lingkungan keluarga, sosial alam dan potensi diri akan ikut
mempengaruhi seseorang dalam melakukan refleksi filosofis. Oloh karenanya,
dalam sejarah pemikiran manusia terdapat tokoh pemikir ataupun filosof yang
selalu saja muncul dari zaman ke zaman dengan tema yang berbeda-beda.
- Pembagian Filsafat Menurut Aritoteles
- Logika
Penemuan
Aristoteles yang terbesar dalam bidang logika adalah silogisme (syllogimos).
Silogisme maksudnya uraian berkunci, yaitu menarik kesimpulan dari kenyataan
yang umum atas hal yang khusus dan dapat digunakan dalam menarik kesimpulan
yang baru dan tepat dari dua kebenaran yang telah ada. Sebagai contoh ada dua
pernyataan:
»
Setiap manusia pasti akan mati
»
Dia adalah manusia
Maka dapat
di tarik kesimpulan bahwa dia pasti akan mati
Menurut Aristoteles,
pengetahuan baru dapat dihasilkan melalui dua cara yaitu induksi dan deduksi.
Induksi yaitu bertolak dari kasus-kasus yang khusus menghasilkan pengetahuan
tentang yang umum. Sedangkan deduksi bertolak dari dua kasus yang tidak
disangsikan dan atas dasar itu menyimpulkan kebenaran yang ke tiga. Cara
deduksi inilah yang di sebut silogisme. Induksi tergantung pada pengetahuan
indrawi senngakan deduksi atau silogisme sama sekali lepas dari pegetahuan
indrawi. Itula sebabnya mengapa Aristoteles menganggap deduksi sebagai cara
sempurna menuju pengetahuan baru.
- Filosofia teoritika
- Fisika: yaitu tentang dunia materiil (ilmu alam dan sebagainya). Kosmos terdiri dari dua wilayah yang sifatnya berbeda. Wilayah sublunar di bawah bulan, maksudnya bumi) dan wilayah yang meliputi bulan, planet dan bintang. Aritoteles beranggapan bahwa jagat raya terbatas, berbentuk bola dan jagat raya tidak mempunyai permulaan dlam waktu dan tidak mempunyai akhir (kekal). Sedangkan bumi dan isinya terdiri dari empat unsur: api, udara, tanah dan air. Sedangkan selain bumi hanya terdiri dari satu unsur yaitu aether. Penggerak pertama adalah yang tidak di gerakkan.
Beberapa
pembagian penting untuk memahami pemikiran Aristoteles:
1)
Doktrin tentang substansi dan aksiden, benda dan bentuk
Substansi
adalah hal pertama dan fundamental dari setiap benda dan kategori. Substansi
merupakan kategori pertama dan fundamental yang membedakannya dengan
kategori-kategori lainnya yang merupakan aksidennya saja. Misalkan kita ambil
contoh sebuah meja. Meja adalah substansinya sedangkan warna hijaunya, untuk
makan, dll adalah aksidentnya saja. Jadi bisa dikatakan substansi adalah apa
yang membuat benda itu adalah totalitas benda itu sedangkan aksidentnya adalah
apa yang membuat benda itu sebagai benda particular; meja adalah ketotalan dari
meja sedangkan warna hijau, untuk makan adalah kepartikularan benda itu.
2)
Konsep gerak
Konsep Gerak
termasuk konsep yang penting dalam pemikiran Aristoteles. Gerak ini juga
menandakan perubahan dari potensial ke actual. Di sini perubahan itu tidak
menjadi hal yang penting; apakah preubahan dari potensial ke actual itu adalah
pertumbuhan, pembusukan, perubahan kualitas jumlah dan kualitas, atau pun
berubah tempat.
3)
Konsep tetang elemen dan teori mixio
Selain soal
gerak, hal penting lain dari Aristoteles yang menjadi pegangan dari pemikiran
barat pada kurun waktu yang lama setelahnya adalah dokrin tentang empat elemen
yang berasal dari system pemikiran Empedokes dan bagaimana cara menemukan keempat
elemen itu dalam prinsip–prinsip yang sangat mendalam. Keempat elemen ini
mempunya kualitas-kualitasnya tertentu pula yakni kualitas sentuhan, aktif,
harus berpasang-pasangan dalam oposisinya. Aristoteles menunjukan delapan
pasangan yang mempunya kualitas haptic yang kontras satu sama lain:
panas-dingin, kerng-lembab, berat-ringan, jarang-padat, lembut-keras,
kasar-halus, rapuh-tabah. Dan elemen dari material dunia ditandai oleh empat
kemungkinan kombinasi dari dua haptic aktif kualitas (prima quialitates):
tanah (kering dan dingin), air (dingin dan lembab), udara (lembab dan panas),
api (panas dan kering). Segala material alam di dunia ini mengandung paling
sedikit dua dari keempat elemen ini.
4)
Gerak natural dan gerak dipaksa
Setiap
gerakan digerakan oleh sesuatu yang lainnya. Ini merupakan aksioma yang
mendasari Fisika Aristotelian. Gerak sendiri merupakan sesuatu yang sangat
menjadi perhatian Aristoteles. Misalnya dalam De Anima sendiri
Aristoteles sudah membicarakan soal gerak. Setiap benda yang bergerak selalu
diakibatkan oleh penggerak yang lainnya yang bisa juga sedang bergerak atau
juga diam.
- Matematika: yaitu tentang barang yang menurut kuantiasnya. Aristoteles berprinsip bahwa ketidakhinggaan hanya ada di dalam konsep saja. Pemikiran ini kemudian menjadi perdebatan pada generasi setelah beliau. Pemikiran Aristoteles yang terbesar dalam matematika adalah tentang logika dan analisis. Aristoteles berpendapat bahwa logika harus dureapkan pada semua bidang ilmu, termasuk matematika. Analisis diperlukan untuk membangun aksioma-aksioma yang terdapat di dalam matematika. Dia menuliskan gagasan-gagasannya tentang logika ini pada bukunya yang baru di temukan ratusan tahun setelah kematian Aristoteles. Pada buku inilah gagasan tentang silogisme dan pembuktian matematika diperkenalkan.
- Metafisika: yaitu berpusat pada persoalan barang dan bentuk. Bentuk dikemukakan sebagai pengganti pengertian dari Dunia Idea Plato yang ditolaknya. Berbeda dengan plato yang memisahkan idea dan kenyataan lahir, Aristoteles beranggapan bahwa bentuk ikut serta memberikan kenyataan pada benda. Benda dan bentuk tak dapat dipisahkan. Barang ialah materi yang tidak mempunyai bangun, melainkan hanya substansi, maka bentuk adalah bangunnya. Sebagai contoh pada pandangan plato, jiwa tidak dapat mati karena merupakan sesuatu yang adikodrati berasal dari dunia ide. Plato berpendapat bahwa jiwa itu bersifat kekal. Sedangkan menurut Aristoteles, jiwa dan tbuh ibarat bentuk dan materi. Jiwa merupaka asas hidup yang menjadikan tubuh memiliki kehidupan. Disadari Aristoteles, bahwa tubuh bisa mati oleh sebab itu, maka jiwanya juga ikut mati.
- Filosofia praktika (tentang hidup kesusilaan)
- Etika (kesusilaan dalam hidup perorangan) dan Ekonomi (kesusilaan dalam hidup kekeluargaan)
Aristoteles
memakai pendekatan biologis untuk menganalisa manusia. Menurutnya, manusia
adalah seekor binatang dengan unsur tertentu yang khas. Tidak seperti binatang
pada umumnya yang diatur oleh kebiasaan, manusia dapat dengan sadar
mengendalikan dorongan-dorongan non-rasionalnya. Memiliki nafsu yang
bermacam-macam, salah satu nafsu dari manusia adalah bersosialisasi, baik
berupa sekedar bersahabat atau urusan seksual
Namun
permasalahannya, pengejaran nafsu yang dapat diartikan kenikmatan, kebanggaan,
prestasi, tujuan atau kekuasaan sering tidak terkontrol yang dikarenakan faktor
keserakahan manusia juga. Menurut Aristoteles manuis pada awalnya selalu baik,
namun dikarenakan faktor-faktor lingkungan dapat merubah sikap seorang manusia.
Piolis adalah istilah Aristoteles untuk
mengartikan komunitas sipilyang ia yakini sebagai latar sosial kodrati dari
manusia. Adapula kelompok sosial koininia yang meliputi segala macam
komunitas yang di mana pada taraf tertentu terjadi interaksi. Sedangkan Oikos
adalah jenis komunitas paling dasar dan terbatas untuk pekembangan kodrat
manusia atau disbut juga rumah tangga. Kemudian Polis menurutnya juga
merupakan kebutuhan untuk mengatasi serangan dari luar dan dibentuk untuk
kesejahteraan bersama. Menurutnya Polis yang ideal adalah sebuah
komuitas orang-orang yang sama kedudukannya yang mengarah pada kebaikan yang
sebaik mungkin.
- Politika (kesusilaan dalam hidup kenegaraan)
Sebagai
murid Plato, walaupun Aristoteles banyak terpengaruh olehnya, namun tidak semua
ajarannya diterima mentah-mentah. Ajarannya dikupas secara praktis. Pengupasan
juga dilakukan secar logis dan sistematis berdasarkan metode induksi atas
penyelidikan ilmiah dan perbandingan sistem yang ada. Aristoteles
mengklasifikasikan sistem-sistem politik seperti di bawah ini:
- Monarki (kerajaan), diperintah oleh seorang raja untuk kepentingan semua, tapi jika sebaliknya dapat berpotensi tirani
- Aristokrasi, diperintah beberapa orang untuk kepentingan bersama, jika sebaliknya dapat berpotensi oligarki, memperkaya sekelompok orang saja.
- Polity, diperintah semua rakyat untuk kesejahteraan umum, jika sebaliknya, mayoritas rakyat memerintah untuk kepentingan si miskin saja dapat menjadi demokrasi.
Menurut
Aristoteles, sistem politik terjelek adalah tirani dan demokrasi yang terlalu berlebihan.
Baginya tidak ada sistem politik terbaik, maka diperlukan adanya konstitusi.
Selain berpikiran pentingnya suatu keadilan dalam suatu negara, Aristoteles
juga berpikir bahwa hukum yang dapat dipaksakan diperlukan untuk memupuk
persahabatan. Negara terbaik bagi Aristoteles adalah negara di mana tiap
warganya sejauh mungkin turut serta dalam kehidupan politik atau negara.
- Filosofia poetika/aktiva (pencipta)
Di bidang
seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku “Poetike”.
Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia
mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan.
Menurut Aritoteles, keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran
material. Ia berpandangan bahwa sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan
artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan estetika. Chatarsis
adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke luar. Kumpulan
perasaan itu disertai dengan dorongan normatif. Dorongan normatif yang dimaksud
adalah orongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut. Wujud
itu ditiru dari apa yang ada di dalam kenyataan.
- Hasil Pemikiran Aristoteles Lainnya
- Hule dan Morfe
Pemikiran
aristoteles lainnya adalah hule yang merupakan unsur yang menjadi dasar
permacam-macaman, dan morfe yang merupakan unsur kesatuan. Tiap-tiap benda yang
konkrit terdiri dari hule dan morfe.
- Aktus dan Potensia
Potensia adalah
dasar suatu kemungkinan, sedangkan aktus adalah dasar kesungguhannya. Sesuatu
hal terjadi bisa dikarenakan karena potensinya dan dalam hal tersebut sudah
mengandung aktusnya.
- Abstraksi
Idea
tidaklah merupakan realitas tersendiri, melainkan sifat-sifat yang sama
terdapat pada hal-hal yang kongkrit. Oleh karena itu, jika beberapa hal
memiliki sifat-sifatnya maka hal tersebut hal yang umum, jika beberapa hal
diharuskan untuk memiliki sifat yang lain dari umumnya, maka ia akan tetap tak
berubah.
PENUTUP
Filsafat
Aristoteles bersifat naturalistis karena sifat empirisnya. Pengertian
naturalistis selanjutnya adalah ia percaya bahwa alam semesta terdiri dari
sebuah herarki, masing-masing dengan sebuah kodart atau hakikat. Pendangan
naturalistisnya mengenai alam semesta tidak tergantung pada
kepercayaan-kepercayaan theologis.
Logika
Aristoteles adalah suatu sistem berfikir deduktif (deductive reasioning), yang
bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran
tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia
menyadari pula pentingnya obseevasi, experimen dan berfikir induktif (inductive
thinking).
Meskipun
sebagian besar ilmu pengetahuan yang dikembangkannya terasa lebih merupakan
penjelasan dari hal-hal yang masuk akal. Banyak teorinya yang bertahan bahkan
hampir selama dua ribu tahun lamanya. Hal ini terjadi karena teori-teori
tersebut karena dianggap masuk akal sesuai dengan pemikiran masyarakat pada
umumnya, meskipun kemudian ternyata bahwa teori-teori tersebut slah total
karena asumsi yang keliru. Sebagai contoh ketika Aristoteles menyetujui adanya
perbudakan karena menurutnya hal ini sejalan dengan hukum alam dimana yang
lemah akan kalah oleh yang kuat.
DAFTAR
PUSTAKA
*) Penyusun
Nama
: Dini Anggraeni Saputri
Mata
Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen
: Afid Burhanuddin, M.Pd.
Prodi
: Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Pacitan
Anaximander; Biografi dan Pemikiran
Tak dapat
dipungkiri lagi jika perkembangan filsafat memberikan pengaruh yang besar
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini tentu saja tak lepas dari para
tokoh-tokoh hebat yang memberikan pemikiran-pemikiran luar biasa yang
menjadikan perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat. Mengingat apa yang
disampaikan oleh Jujun S. Suriasumantri (1984:1) yang mengatakan bahwa hakikat
manusia adalah makhluk yang berpikir. Maka pemikiran-pemikiran inilah yang
menjadi cikal bakal adanya pengetahuan. Dimulai dari manusia yang berpikir. Dan
pada prosesnya, pemikiran-pemikiran ini mengalami perkembangan dan perubahan.
Seperti yang
kita ketahui jika perkembangan ilmu pengetahuan begitu pesat dan berpusat pada
Yunani. Karena memang disanalah manusia mulai memahami jika akal dan pikiran
merupakan hakikatnya sebagai manusia dan mulai mempertanyakan hal-hal yang
berkaitan dengan kehidupan ini.
Pada awalnya
kehidupan bangsa Yunani dipengaruhi oleh mitos-mitos yang mempercayai jika
kedudukan Tuhan terpisah dengan manusia. Hal ini memberikan dampak jika
kehidupan sudah diatur sedemikian rupa sehingga mereka mempercayai kekuatan
alam. Hingga pada akhirnya muncullah sosok-sosok pemikir yang mulai menggeser
arah pemikiran dan kepercayaan pada jaman tersebut. Kepercayaan mulai bergeser
pada system yang memungkinkan manusia untuk mengembangkan potensi dan budayanya
dengan bebas, sekaligus dapat mengembangkan peikiran-pemikiran untuk menghadapi
dan memecahkan berbgai kehidupan/alam dengan akal pikiran (Achmadi, 2007:24).
Pergeseran
pola pikir ini terjadi setelah abad ke-6 SM. Muncul pemikir yang menentang
konsep bahwa akal tidak diperlukan dalam memahami alam semesta.
Pemikiran-pemikiran kritis terhadap hakikat alam semesta pun mulai bermunculan.
Sehingga jaman Yunani kuno disebut pula jaman filsafat alam. Hal ini berkaitan
dengan perhatian pemikiran yang mempertanyakan keadaan disekitar mereka,
tentang alam dan gejalanya, atau fenomena-fenomaena yang terjadi berkaitan
dengan alam. Namun pemikiran-pemikiran ini sudah berdasarkan akal pikiran bukan
lagi berdasar pada mitos semata.
Achmadi
(2007:24) menerangkan bahwa ahli pikir pertama yang muncul adalah Thales
yang berhasil mengembangkan geometri dan matematika. Yang kemudian
berlanjut pada sosok Anaximander, yang kehidupan dan pemikirannya akan dibahas
secara mendalam pada makalah ini.
Biografi
Anaximander
atau dalam bahasa Yunani disebut pula sebagai Anaximandros, adalah
seorang filsuf pada jaman Yunani kuno. Kemunculannya dalam sejarah pemikiran
ada setelah Thales. Anaximander lahir di kota Miletus, dekat Soke, Turki. Kota
yang sama pula dengan Thales.
Lahir di
kota Miletus yang kemudian berkembang menjadi kota para filsuf dan merupakan
putra dari Praxiades, Anaximander ternyata juga murid dari Thales, filsuf
pertama Yunani. Dalam salah satu karangan kuno juga menyebutkan bahwa
Anaximander memiliki kekerabatan dengan Thales, hubungan darah atau keluarga, yaitu
Thales merupakan paman Anaximander.
Kita dapat
mengupas Anaximander melalui tulisan Aristoteles, Apollodorus, dan juga
Diogenes Laertius. Apa yang ditulis Apollodorus mengenai Anaximander ternyata
muncul 500 tahun kemudian setelah kemunculan Anaximander sendiri. Sementara
Aristoteles menuliskannya 500 tahun kemudian setelah Apollodorus. Ini
menunjukkan bahwa Anaximander membawa pengaruh yang kuat terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, yang pada perkembangannya banyak dikembangkan oleh
filsuf-filsuf lainnya.
Apollodorus,
seorang penulis pada jaman Yunani kuno ini, menyebutkan bahwa Anaximander lahir
pada tahun 610 SM. Hal ini diperkirakan pada tahun 547 atau 546 SM diadakan
olimpiade yang ke-58, dan pada saat itu Anaximander telah berumur 63 tahun.
Disebutkan pula bahwa Anaximander meninggal tak lama setelah perayaan Olimpiade
tersebut. Sehingga diperkirakan bahwa Anaximander meninggal pada tahun 546 SM.
Sebenarnya ini juga menunjukkan walau Anaximander lebih muda 15 tahun dari
gurunya, Thales, namun meninggal lebih cepat, yaitu dua tahun sebelum paman
sekaligus gurunya tersebut.
Selain itu
Diogenes juga pernah menyampaikan bahwa Anaximander mungkin juga telah
menggantikan Thales sebagai kepala sekolah filsafat di Miletus.
Tak banyak
peninggalan-peninggalan yang menyebutkan tentang kisah hidup Anaximander.
Karena dari sekian banyak karya tertulisnya hanya satu fragmen yang mampu
bertahan. Terlepas bagaimana kehidupannya, pemikirannyalah yang menjadi luar
biasa karena membawa pengaruh yang besar pula terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan.
Pemikiran
Tokoh
Anaximander
merupakan filsuf alam, yang tentunya banyak dari pemikirannya dipengaruhi oleh
perhatian yang cukup besar terhadap alam, lingkungan dan fenomena ataupun
gejala yang berkaitan dengan alam. Anaximander dianggap banyak berjasa pada
bidang astronomi dan geografi. Walaupun Anaximander merupakan murid Thales,
ternyata banyak dari pemikirannya yang berbeda jauh dengan pemikiran gurunya.
Dengan
mengupas satu persatu tiap detail pemikiran Anaximander, kita akan memahami
upaya manusia dalam memandanag dan memahami alam semesta.
a.
Bidang Astronomi
Sesungguhnya
karya berupa tulisan dari Anaximander hanya sedikit yang masih bertahan hingga
sekarang. Lebih banyak yang memperkenalkan pemikiran Anaximander adalah
Aristoteles dan Apollodorus yang mengupas detail pemikiran-pemikiran
Anaximander.
Tulisan yang
paling menakjubkan dari Anaximander adalah pemikirannya mengenai alam, posisi
bintang, penelitian geometri, peta Yunani maupun peta dunia. Dan karyanya yang
terpenting adalah pengenalan prinsip matematika dan ilmiah dalam studi
astronomi maupun geografi.
Membahas
pemikiran Anaximander tentang bidang astronomi in kita mulai dari yang satu ini
bahwa Anaximander percaya bahwa bentuk bumi adalah silinder. Terdengar aneh
memang, tapi coba kita pahami mengapa Anaximander berpikir demikian. Seperti
yang kita ketahui bahwa Anaximander adalah seorang filsuf alam yang
pemikirannya menitikberatkan pada hal yang diamati disekitar mereka (alam,
lingkungan, fenomena dan gejala-gejala alam sendiri). Dan mengapa Anaximander
berpikir demikian, hal ini dikarenakan pada apa yang dilihat oleh Anaximander
dilingkungan sekitarnya, bahkan hal yang terkadang luput dari mata kebanyakan
orang biasa. Sesungguhnya ini berkaitan dengan apa yang kita lihat, jika kita
mengelililingi seseorang maka kita akan melihat lingkaran, hal ini juga sama
ketika kita melihat disekeliling kita, kita pun akan melihat lingkaran.
Fenomena inilah yang akhirnya menuntun Anaximander untuk memperkirakan bentuk
bumi. Kemudian Anaximander menggunakan argumen simetri untuk mempertegas
pendapatnya, yaitu yang menyebutkan bahwa ada lingkaran lain yang sama dengan
silinder diantarnya. Sehingga terpikirlah bahwa bentuk bumi yang kita diami ini
adalah silinder dengan dua lingkaran di ujungnya.
Walaupun
aneh namun inilah titik awal pergolakan pemikiran yang mulai mempertanyakan
hakikat alam semesta, yang sebelumnya hanyalah berdasarkan pada mitologi yang
tidak rasional.
Selain
bentuk bumi, Anaximander juga mengemukakan bahwa matahari, bulan, planet, dan
bintang-bintang bergerak mengelilingi bumi. Jadi matahari yang terlihat di pagi
hari adalah matahari yang sama yang tenggelam di sore hari dan terbit lagi di
keesokan harinya.
Anaximander
juga menambahkan jika bumi kita merupakan pusat tata surya. Oleh karena itu
bumi tidak jatuh. Beliau juga menyebutkan adanya konsep keseimbangan dimana
bumi berada di pusat keseimbangan di alam semesta ini sehingga tidak akan
jatuh. Konsep inilah yang akhirnya menginsprasi adanya konsep gravitasi dan
bidang astronomi lainnya.
Padahal
seperti yang kita ketahui bahwa kepercayaan bumi ditopang oleh dewa Atlas,
salah seorang dewa titan dalam mitologi Yunani amatlah kental. Dengan dobrakan
pemikiran dari Anaximander yang mulai mempertanyakan kedudukan bumi di alam
semesta ini menjadi titik awal untuk meneliti secara mendalam mengenai alam
semesta.
b.
Bidang Geografi
Anaximander
juga berkeliling dan menemukan pemukiman yang disebut Apollonia di pesisir Laut
Hitam. Satu hal lagi yang luar biasa dari Anaximander, beliau adalah orang
pertama yang membuat peta.
Peta itu
menujukkan bumi yang berbentuk silinder. Laut Meditearnia berada di tengah dan
pada ujung utara maupun selatan terdapat lautan. Jika diuraikan maka peta milik
Anaximander berbentuk seperti ini:
Picture 1.
Peta bumi menurut Anaximander
Picture 2.
Peta dunia menurut Anaximander
Anaximander
juga seorang penjelajah yang kritis. Ia menggambarkan dengan cermat apa yang
dilaluinya dan menuangkannya dalam sebuah peta. Inilah pertama kalinya peta
dibuat. Untuk itu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Anaximander
merupakan orang pertama yang membuat peta. Dan ia juga orang pertama yang
meninggalkan karyanya dalam bentuk prosa.
c.
Asal Mula Alam Semesta
Sesungguhnya
banyak pemikiran Anaximander yang bisa dibilang tidak masuk akal dalam
pemikiran modern. Namun bagaimanapun juga pemikirannya patut dihargai dan
justru menjadi cikal bakal pemikiran yang lebih sempurna.
Dalam hal
ini Anaximander juga menjelaskan mengenai asal mula alam semesta. Pemikirannya
bahwa segala sesuatu muncul dari apeiron atau yang tak terbatas.
Aristoteles menuliskan bahwa segalanya memiliki asal atau bahkan ialah asalnya.
Tapi ketidakterbatasan tidak memiliki asal. Untuk itu dia memiliki batas. Dan alam
semesta ini tercipta dari ketidakterbatasan.
Pemikiran
Anaximander yang ditulis oleh Aristoteles mengenai yang tak terbatas ini
sebenarnya masih belum jelas apa sesungguhnya yang tak terbatas yang
dimaksud oleh Anaximander. Beberapa sumber mengatakan bahwa ini berkaitan
dengan pemikiran sebelumnya milik Thales, guru Anaximander sendiri yang
menyebutkan jika alam semesta tercipta dari air. Disinilah Anaximander
menyatakan ketidaksetujuaannya terhadap pemikiran gurunya. Ia menganggap bahwa
tidak mungkin alam semesta ini tercipta dari satu unsur yang dominan. Terlalu
sederhana jika menganggap unsur air sebagai cikal bakal alam semesta yang luas
ini. Untuk itu Anaximander memilih apeiron sebagai awal alam semesta.
Seperti
penjelasan berikut ini, melalui Achmadi (1995:34-35) yang menyatakan bahwa
pemikiran Anaximander tentang arche (asas pertama alam semesta) tidak menunjuk
pada salah satu unsur yang dapat diamati oleh benda. Seperti yang telah
disebutkan diatas mengenai to apeiron. Hal ini dikarenakan apabila ia
menunjuk salah satu unsur maka tidak akan ada tempat untuk unsur yang
berlawanan karena ia akan bergerak sesuai dengan sifatnya. Penjelasan ini
dipertegas dengan pendapat dari Anaximander yang dituliskan dalam artikel milik
J.J O’Connor dan E.F Robertson (2008) yang memuat to apeiron (yang tidak
terbatas) sebagai prinsip dasar atas segala sesuatu. Ia bersifat ilahi, abadi,
tidak berubah-ubah, dan meliputi segala sesuatu. Maka segala unsur di jagad
raya ini berasal dari unsur yang berlawanan. Ada panas dan dingin, kering dan
basah, bahkan gelap dan terang.
Berkaitan
dengan apeiron, Anaximander juga menjelaskan pendapatnya mengenai
terciptanya bintang, bulan, planet maupun matahari. Pada awalnya apeiron
berasal dari unsur yang berlawanan yang terus bertumbukan satu sama lain yang
pada akhirnya unsur panas membalut unsur dingin. Unsur dingin menjadi cair dan
juga beku. Bumi berasal dari yang beku ini, api atau panas yang mebalut dingin
berpencar dan teruai menjadi planet, bintang maupun matahari.
Dan bumi pada
awalnya terselimuti lautan kemudian ada sebagian yang mengering karena panas
matahari berubah menjadi daratan.
Picture 3.
Apeiron
taken from www.phylosophy.gr
d.
Asal Mula Kehidupan
Mengenai
asal mula kehidupan, Anaximander juga menjelaskan evolusi makhluk hidup yang
berasal dari lautan yaitu ikan. Pemikiran ini didasarkan pada bahwa tidak
mungkin seorang manusia adalah makhluk pertama yang hidup karena manusia
memerlukan pengasuhan pada awal kelahirannya. Oleh karena itu Anaximander
mempercayai bahwa makhluk hidup pertama adalah ikan yang kemudian naik ke
daratan. Dan kemudian mengalami proses yang pada akhirnya berevolusi menjadi
manusia.
Disini
Anaximander menjelaskan bahwa bumi awalnya berupa lautan, oleh karena itu
makhluk yang hidup disana adalah ikan. Karena panas matahari, sebagain dari
bumi mengering dan menjadi daratan. Makhluk hidup ini kemudian berpindah ke
daratan dan lambat laun mengalami perubahan hingga menjadi sosok manusia yang
sempurna. Tentu saja bagi kita pemikiran ini terasa amat ganjil, namun yang
patut kita apresiasi adalah bagaimana ia bisa memikirkan hal demikian. Filsuf
alam menitikberatakan pada apa yang ia amati disekitar lingkungannya.
Anaximander pun sama, dengan berbagai penjelajahan yang ia lakukan, ia pun
menyadari bahwa lautan di bumi ini luas sehingga pastilah dulunya bumi berupa
lautan. Dan pengamatannya terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia
membuatnya menarik kesimpulan bahwa bukan manusia yang menjadi makhluk pertama
atau asal dari kehidupan ini, karena ketergantungan manusia terhadap manusia
lainnya.
e.
Bidang Meteorologi
Anaximander
juga termasuk orang yang kritis menanggapi hal-hal yang berhubungan dengan
mitos, pengetahuan kuno, surga bahkan dewa-dewi Yunani. Seperti yang kita
ketahui bahwa Yunani amat kental dengan mitologi dewa-dewinya. Namun disini
Anaximander mempertanyakan semua hal-hal yang berkaitan dengan kisah-kisah
mitologi apalagi yang berkaitan dengan alam.
Seperti
halnya pada bidang meteorology. Anaximander menyatakan bahwa petir bukanlah
disebabkan oleh Zeus sang raja para dewa yang mengarahkan trisulanya atau
tongkat petirnya, tapi karena pneuma atau udara yang memadat.
Selain itu
Anaximander juga menjelaskan bahwa hujan berasal dari uap yang dibawa ke atas
tepat dibawah matahari. Bukan karena hal-hal yang berhubungan dengan mitologi
dan kekuatan dewa. Namun memang ada sebab dan prosesnya, dan semua itu juga
terjadi secara natural.
Tulisan
Anaximander mengenai cuaca dan bidang meteorology ini merupakan catatan pertama
manusia yang menjelaskan fenomena cuaca berdasarkan pemikiran rasinonal manusia
bukan dari legenda taupun mitos.
f.
Penemuan Lainnya
Penemuan
Anaximander yang lain adalah jam matahari. Jam ini dapat menentukan teangah
hari, atau titik bayangan terendah dan juga sebagai arah mata angin.
Semua karya
Anaximander ditulis berdasarkan prinsip ilmiah dan rasional, bukan sekedar
mitos. Sebagai seorang yang rasionalis, Anaximander menuliskan penelitiannnya
berdasarkan penghitungan geometri dan matematika.
Disini juga
terlihat jelas perhatian Anaximander terhadap matematika maupun geomatri yang
sangat besar. Penelitiannya selalu didasarkan pada konsep perhitungan geometri.
Bahkan ada beberapa sumber yang menyatakan jika Anaximander mampu memprediksi
gempa maupun gerhana dengan perhitungan geometri tersebut. Karena konsep
Anaximander juga, trigonometri berkembang.
Dan mengenai
perhitungannya terhadap kedudukan bumi, matahari, bulan, planet dan benda
angkasa lainnya Anaximander juga menggunakan perhitungan geometri. Dengan
demikian sesungguhnya banyak sekali penemuan dan penelitian dari Anaximander
yang patut dikaji dan menjadi titik awal perkembangan ilmu pengetahuan modern.
D.
PENUTUP
Jaman Yunani
kuno banyak dipengaruhi oleh filsuf-filsuf alam yang menitikberatkan
penelitiannya pada alam atau benda yang diamati. Hal ini terjadi karena jaman
Yunani kuno sebenarnya adalah jaman dimana tumbuhnya kesadaran manusia untuk
mempergunakan akalnya dalam memahami alam semesta. Yunani banyak dipengaruhi
oleh kisah-kisah mitologi dan dewa-dewi yang menjadikan pemikiran masyarakatnya
menganggap bahwa kehidupan ini sudah berjalan dengan segala aturan dari dewa.
Namun pada abad ke-6 SM terjadi pergeseran pemikiran yang kemudian
mempertanyakan hakikat alam semesta ini dari sudut pandang rasional atau akal.
Hal ini
dimulai dari Thales, filsuf pertama yang memberikan pengaruh yang kuat sehingga
muncullah filsuf-filsuf yang lain yang mulai kritis dalam menanggapi hal-hal
yang berkaitan dengan kehidupan ini. Termasuk kepada Anaximander yang merupakan
murid sekaligus keponakan dari Thales sendiri.
Namun yang
menakjubkan adalah banyak dari pemikiran Anaximander yang tidak sejalan dengan
pemikiran gurunya, apalagi mengenai pembentukan alam semesta. Anaximander
berpendapat bahwa alam semesta berasal dari apeiron (yang tak terbatas
dalam bahasa Yunani). Selain pendapatnya mengenai alam semesta, Anaximander
juga mengemukakan pendapatnya mengenai kedudukan bumi, matahari, bulan, bintang
dan benda luar angkasa lainnya. Selain itu banyak jasanya yang dicurahkan pada
bidang astronomi maupun geogarafi.
Dalam hal
ini Anaximander dikenal juga orang pertama yang membuat peta. Selain itu
Anaximander juga kritis dalam menanggap permasalahan yang berkaitan dengan
cuaca atau meteorology dan berani menentang konsep-konsep dalam mitologi dengan
menggunakan rasionalitas yang berpegang pada prinsip geometri maupun logika.
Dengan demikian apa yang disampaikan oleh Anaximander ini patut untuk kita kaji
dalam perspektif yang bijak.
DAFTAR
PUSTAKA
Suriasumantri,
Jujun S. 1984. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Gramedia
Achmadi,
Asmoro. 2007. Filsafat Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada
*) Penyusun
Nama
: Apin Mareta/A
Mata
Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen
: Afid Burhanuddin, M.Pd.
Prodi
: Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Pacitan
Dasar-dasar Ilmu (2)
Pada
dasarnya kata ilmu sudah sering kita dengar dalam kehidupan kita. Namun, tanpa
kita sadari banyak di antara kita yang belum paham dengan makna ilmu itu sendiri.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (Depdikbud 1988), ilmu mempunyai dua
pengertian, yaitu:
- Ilmu diartikan sebagai suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya.
- Ilmu diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian, tentang soal duniawi, akhirat, lahir, bathin, dan sebagainya, seperti ilmu akhirat, ilmu akhlak, ilmu bathin, ilmu sihir, dan sebagainya.
Dari
pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan
tentang segala persoalan baik dunia maupun akhirat yang bersifat sistematis dan
mempunyai dasar yang dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut
Aristoteles ilmu berdasarkan tujuannya, dapat dibedakan menjadi 2 kelompok
besar yaitu :
- Ilmu – ilmu teoritis yang penyelidikannya bertujuan memperoleh pengetahuan tentang kenyataan.
- Ilmu – ilmu praktis atau produktif yang penyelidikannya bertujuan menjelaskan perbuatan yang berdasarkan pada pengetahuan.
Aristoteles
mencoba memperjelas pengklarifikasian ilmu berdasarkan tujuan yang lebih rinci,
yaitu bahwa ilmu teoritis lebih mengedepankan fakta di masyarakat, sedangkan
ilmu praktis mengedepankan pengetahuan.
KARAKTERISTIK
ILMU
MenurutRandall
dan Buchker(1942) mengemukakan beberapa ciri umum ilmu diantaranya :
- Hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama.
- Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan karena yang menyelidiki adalah manusia.
- Ilmu bersifat obyektif, artinya prosedur kerja atau cara penggunaan metode ilmu tidak tergantung kepada yang menggunakan, tidak tergantung pada pemahaman secara pribadi.
Menurut
Ernest van den Haag(Harsojo, 1977), mengemukakan ciri-ciri ilmu, yaitu:
- Bersifat rasional, karena hasil dari proses berpikir dengan menggunakan akal (rasio).
- Bersifat empiris, karena ilmu diperoleh dari dan sekitar pengalaman oleh panca indera.
- Bersifat umum, hasil ilmu dapat dipergunakan oleh manusia tanpa terkecuali.
- Bersifat akumulatif, hasil ilmu dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian selanjutnya.
HUBUNGAN
FILSAFAT DENGAN ILMU
- 1. Perbedaan Filsafat dengan ilmu
Ilmu
bersifat analisis dan hanya menggarap salah satu pengetahuan sebagai objek
formalnya. Filsafat bersifat pengetahuan sinopsis artinya melihat segala
sesuatu dengan menekankan secara keseluruhan, karena keseluruhan memiliki sifat
tersendiri yang tidak ada pada bagian – bagiannya.
Ilmu
bersifat deskriptif tentang objeknya agar dapat menemukan fakta – fakta,
netral dalam arti tidak memihak pada etnik tertentu. Filsafat tidak hanya
menggambarkan sesuatu, melainkan membantu manusia untuk mengambil putusan –
putusan tentang tujuan, nilai –nilai, dari tentang apa –apa yang harus
diperbuat manusia. Filsafat tidak netral, karena faktor – faktor subjektif
memegang peranan yang penting dalam berfilsafat.
Ilmu
mengawali kerjanya dengan bertolak dari suatu asumsi yang tidak perlu diuji,
sudah diakui dan diyakini kebenarannya. Filsafat bisa merenungkan kembali
asumsi –asumsi yang telah ada untuk dikaji ulang tentang kebenaran asumsi.
Ilmu
menggunakan eksperimentasi terkontrol sebagai metode yang khas. Verifikasi
terhadap teori dilakukan dengan jalan menguji dalam praktik berdasarkan metode
–metode ilmu yang empiris. Selain menghasilkan suatu konsep atau teori,
filsafat juga menggunakan hasil – hasil ilmu, dilakukan dengan menggunakan akal
pikiran yang didasarkan pada semua pengalaman insani,sehingga dengan demikian
filsafat dapat menelaah yang tidak dicarikan penyelesaiannya oleh ilmu.
- 2. Persamaan Filsafat dengan Ilmu
Filsafat dan
ilmu, keduanya menggunakan metode berpikir reflektif ( refflectife thinking )
dalam menghadapi fakta-fakta dunia dan hidup. Filsafat dan ilmu.
Ilmu
membantu filsafat dalam mengembangkan sejumlah bahan- bahan deskriptif dan
faktual serta esensial bagi pemikiran filsafat. Ilmu mengoreksi filsafat
dengan jalan menghilangkan sejumlah ide-ide yang bertentangan dengan
pengetahuan ilmiah
Filsafat merangkum
pengetahuan yang terpotong-potong, yang menjadikan beraneka macam ilmu dan yang
berbeda serta menyusun bahan-bahan tersebut kedalam suatu pandangan tentang
hidup dan dunia dan menyeluruh dan terpadu.
RUANG
LINGKUP FILSAFAT ILMU
Ruang
lingkup filsafat ilmu mencakup tiga aspek tinjauan, yaitu Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi.
- 1. Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat ilmu tentang apa dan bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing‑masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
- 2. Epistemologi ilmumeliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand),akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model‑model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seperti teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
- 3. Aksiologi llmumeliputi nilal‑nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik‑material. Lebih dari itu nilai‑nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
SEJARAH
PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU
- 1. Zaman Pra Yunani Kuno (Zaman Batu)
Pada abad VI
SM Yunani muncul melahirkan filsafat ilmu dan mulai berkembang suatu pendekatan
yang sama sekali berlainan. Mulai saat itu orang mencari jawaban rasional
tentang problem alam semesta. Segala hal didasarkan pada rasio mereka yang
tidak dapat diyakini kebenarannya. Dari sinilah selanjutnya filsafat ilmu
dilahirkan.
- 2. Zaman yunani kuno
- Zaman keemasan Yunani
Zaman Yunani
kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat ilmu, karena pada masa ini orang
memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide atau pendapatnya. Yunani pada masa itu
dianggap sebagai gudang ilmu, karena Yunani pada masa itu tidak lagi
mempercayai mitologi-mitologi.
Dari ide –
ide dan pendapat yang disampaikan akan memunculkan hasil berupa kesimpulan
tentang suatu masalah dan cara – cara penyelesaiannya.
- Masa Helinistis Romawi
Pada masa
ini muncul beberapa aliran yaitu sebagai berikut:
- Stoisisme. Menurut paham ini jagad raya ditentukan oleh kuasa-kuasa yang disebut logos yang berarti ilmu. Oleh karena itu segala kejadian harus berdasarkan ketetapan yang tidak dapat dihindari.
- Epikurisme. Paham ini menyatakan bahwa segalanya yang ada di dunia ini terdiri dari atom-atom.
- Skepisisme. Pada masa ini, mereka berfikir bahwa bidang teoritis atau akal manusia tidak sanggup mencapai kebenaran.
- Eklektisisme. Paham ini merupakan suatu kecenderungan umum yang mengambil berbagai unsur filsafat ilmu dari aliran-aliran lain tanpa berhasil mencapai suatu pemikiran yang sungguh-sungguh.
- Neoplatoisme, yakni paham yang ingin menghidupkan kembali filsafat ilmu plato.
- 3. Zaman Abad Pertengahan
Pada abad
pertengahan terdapat beberapa tokoh filsafat seperti Plotinus yang mengajukan
teori emanasi, Augustinus yang mempunyai ajaran khas, Anselmus yang
mengeluarkan istilah credo ut intelligam ( yang dianggap merupakan ciri
utama fisafat abad pertengahan ), dan Aquinas yang terkenal dengan 5 dalil
tentang adanya Tuhan. Filsafat pada abad pertengahan ini mengalami 2 periode,
yaitu:
- Periode Patriktis. Pada masa ini mengalami 2 tahap:
- Permulaan agama Kristen
- Filsafat ilmu Augustinus; yang terkenal pada masa Patriktis
- Periode skolastik; menjadi 3 tahap yakni:
- Periode awal, ditandai dengan pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat ilmu.
- Periode puncak, ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat ilmu arab dan yahudi.
- Periode akhir, ditandai dengan pemikiran kefilsafatan ilmuan yang berkembang kearah nominalisme.
- 4. Zaman Renaissance
Ialah zaman
peralihan ketika kebudayaan abad pertengahan mulai berubah menjadi kebudayaan
modern. Manusia pada zaman ini adalah manusia yang merindukan pemikiran yang
bebas. Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak
didasarkan atas campur tangan Illahi, oleh karena itu disebut zaman renaissance
yang berarti terlahir kembali.
- 5. Zaman Modern
Zaman modern
ditandai dengan berbagai penemuan ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada
zaman modern sesungguhnya sudah dirintis sejak zaman renaissance.
- 6. Zaman Kontemporer (Abad XX Dan Seterusnya)
Zaman ini
sangat dipengaruhi oleh fisikawan termashur yaitu Albert Einstein yang percaya
akan kekekalan materi. Dengan kata lain tidak mengakui adanya penciptaan alam.
Zaman kontemporer ini ditandai dengan penemuan teknologi-teknologi canggih yang
terus berkembang hingga sekarang.
BEBERAPA
ALIRAN FILSAFAT ILMU
Sejarah
perjalanan perkembangan keyakinan dan pemikiran umat manusia tentang pendidikan
telah melahirkan sejumlah filsafat ilmu yang melandasinya. Dari berbagai
filsafat ilmu yang ada, terdapat tiga aliran paham yang dirasakan masih dominan
pengaruhnya hingga saat ini, yang secara kebetulan ketiganya lahir pada jaman
abad pencerahan (renaissance) menjelang zaman modern.
- 1. Nativisme atau Naturalisme, dengan tokohnya antara lain. J.J. Rousseau (1712-1778) dan Schopenhauer (1788-1860 M). Paham ini berpendirian bahwa setiap bayi lahir dalam keadaan suci dan dianugerahi dengan potensi insaniah yang dapat berkembang secara alami. Karena itu, pendidikan pada dasarnya sekedar merupakan suatu proses pemberian kemudahan agar anak berkembang sesuai dengan kodrat alamiahnya. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung pesimistik.
- 2. Empirisme atau Environtalisme, dengan tokohnya antara lain John Locke (1632-1704 M) dan J. Herbart (1776-1841 M). Aliran ini berpandangan bahwa manusia lahir hanya membawa bahan dasar yang masih suci namun belum berbentuk apapun, bagaikan papan tulis yang masih bersih belum tertulisi (Tabula Rasa, Locke ) atau sebuah bejana yang masih kosong (Herbart). Atas dasar itu, pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu proses pembentukan dan pengisian pribadi peserta didik ke arah pola yang diinginkan dan diharapkan lingkungan masyarakatnya. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung optimistik.
- 3. Konvergensionisme atau Interaksionisme, dengan tokohnya antara lain William Stern (1871-1939). Pandangan ini pada dasarnya merupakan perpaduan dari kedua pandangan sebelumnya. Menurut pandangan ini, baik pembawaan anak maupun lingkungan merupakan faktor-faktor yang determinan terhadap perkembangan dan pembentukan pribadi peserta didik. Oleh karenanya, pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian peristiwa interaksi antara pembawaan dengan lingkungan. Pribadi peserta didik akan terbentuk sebagai resultante atau hasil interaksi dari kedua faktor determinan tersebut. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung rasional.
KESIMPULAN
Ilmu
berusaha menjelaskan tentang apa dan bagaimanana alam sebenarnya dan bagaimana
teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di alam. Untuk
tujuan ini, ilmu menggunakan bukti dan eksperimen, deduksi logis serta
pemikiran rasional untuk mengamati alam dan individual di dalam suatu
masyarakat. Sedangkan filsafat ilmu sendiri merupakan bagian dari filsafat yang
menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari
dasar-dasar filsafat , asumsi, dan implikasi dari ilmu,yang termasuk
didalamnyaa antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu
sangat berkaitan erat dengan epistimologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha
untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti : apa dan bagaimana suatu
konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut
dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan
alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi;
formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat
digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah
terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Sejarah
perkembangan ilmu bermula dari zaman batu. Pada masa itu ilmu hanya sebatas
rasa ingin tahu mengenai alam sekitarnya. Namun periodisasi ilmu pengetahuan
secara teoris selalu mengacu pada peradaban Yunani. Zanman Yunani merupakan
zaman filsafat, karena pada zaman ini para filsuf menggunakan sifat tidak
menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap. Dan di zaman ini banyak
bermunculan filsuf terkenal seperti Socrates, Plato dan Aristoteles yang
menjadi acuan bagi para filsuf dunia pada masa itu.
Penyusun:
- Adi Wahyudi
- Endah Kusumawardani
- Lilis Widyaningrum
- Ratna Puspitasari
- Triani
Mata
Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen
: Afid Burhanuddin, M.Pd.
Dasar-dasar Ilmu
Dalam setiap
aspek kehidupan dibutuhkan berbagai ilmu untuk menjalani kehidupan tersebut.
Termasuk di dalamnya proses pendidikan. Proses pendidikan perguruan tinggi
menuntut pemahaman mahasiswa lebih luas, tidak hanya dalam bidangnya saja.
Dalam mempelajari hal – hal lain tentunya membutuhkan pendekatana dan ilmu –
ilmu tertentu, untuk mendukung proses belajar atau menghadapi dunia yang serba
tekhnologi ini.
Proses
belajar ini akan menuntun mahasiswa untuk latihan berfikir ilmiah, logis dan
kritis. Mengetahui sebab dan akibat dari sebuah fenomena. Hal ini akan
dipelajari dalam ilmu filsafat. Ilmu filsafat akan membahas berbagai latar
belakang ilmu dan penyikapannya. Sumber dasar dari berbagai cabang filsafat
adalah ilmu. Untuk itu dasar – dasar ilmu sangat penting sebelum menjurus lebih
dalam mengenai pengetahuan filsafat yang lebih mendalam.
PENGETAHUAN
BIASA
Pengetahuan
biasa atau dalam filasafat dikatakan dengan istilah “common sense”, dan sering
diartikan dengan “good sense”, karena seseorang memiliki sesuatu di mana ia
menerima secara baik. Semua orang menyebutkan sesuatu itu merah karena memang
itu merah, benda itu panas, karena memang dirasakan panas, dan sebaginya
(Burhanuddin, 2003: 6). Pengetahuan diperoleh dari hasil proses usaha manusia
untuk tahu.
Dengan common
sense, semua orang sampai kepada keyakinan secara umum tentang sesuatu, di
mana mereka akan berpendapat sama semuanya. Common sense diperoleh dari
pengalaman sehari – hari, seperi air dapat digunakan untuk menyiram bunga,
makanan dapat menjadikan kenyang, musim kemarau akan mengakibatkan kekeringan
sawah.
PENGERTIAN
ILMU
Kata “ilmu”
merupakan terjemahan dari kata “science”, yang secara etimologis berasal dari
kata latin “scinre”, artinya “to know”. Dalam pengertian yang sempit science
diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan
obyektif.
Menurut
Harold H. Titus, ilmu (science) diartikan sebagai common sense yang diatur dan
diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda – benda atau peristiwa –
peristiwa dengan menggunakan metode – metode observasi, yang teliti dan kritis.
Prof. Drs.
Harsojo, Guru Besar Universitas Padjajaran menyatakan bahwa ilmu adalah:
“ a.
merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematiskan
b. suatu
pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu
dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang prinsipnya dapat
diamati oleh panca indera manusia.
c. suatu
cara menganalisis yang mengizinkan kepada ahli – ahlinya untuk menyatakan
sesuatu proposisi dalam bentuk: “jika …. maka ….!”.
Seperti
dalam ungkapan Burhanuddin (2003: 10) yang menyatakan bahwa Ilmu pada
prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common
sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam
kehidupan sehari – hari namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat
dan teliti dengan menggunakan berbagai metode. Sebagai contohnya, ketika
manusia melihat suatu objek yang menjadi kebenaran umum dan berusaha untuk
mengenalnya dengan berbagai pemikiran dan cara pandang ataupun cara berfikir.
Ilmu dapat
merupakan suatu metode berpikir secara obyektif, tujuannya untuk menggambarkan
dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan
ilmu, diperoleh melalui observasi, eksperimen, klasifikasi dan analisis. Ilmu
itu objektif dan mengesampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan,
netral dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian, karena
dimulai dengan fakta, ilmu merupakan milik manusia secara komprehensif (Burhanuddin,
2003: 11).
Ilmu
merupakan lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal
yang dipelajarinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika dan dapat
diamati pancaindera manusia (Burhanuddin, 2003: 11).
PENGERTIAN
PENGETAHUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
Prof. Dr. M.
J. Langeveld, Guru Besar pada Rijk Universiteit Utrecht menyatakan sebagai
berikut:
“Pengetahuan
ialah kesatuan subjek yang mengetahui dan obyek yang diketahui. Suatu kesatuan
dalam mana objek itu dipandang oleh subyek sebagai diketahuinya”.
Hal ini
menunjukkan bahwa pengetahuan menjadi kesatuan berfikir untuk menentukan
tentang siapakah si objek itu menurut pemikiran atau si subjek dari hal yang
pernah dia ketahui. Sehingga mengetahui siapa dan apa objek tersebut.
Menurut Drs.
Sidi Gazalba, pengetahuan ialah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu.
Pengetahuan tahu tersebut merupakan hasil daripada: kenal, sadar, insaf,
mengerti dan pandai.
Sedangkan
Ilmu pengetahuan, Afanasyef menyatakan bahwa:
“Science is
the system of man’s knowledge of nature society and thought. It reflects
the world in concepts, categories and law, the correctness and truth of which
are verivied by practical experience”. (Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan
manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dalam konsep
– konsep, kategori – kategori dan hukum – hukum yang ketepatannya dan
kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis).
Dalam “Ensiklopedia
Indonesia”, kita jumpai pengertian sebagai berikut:
“Ilmu
pengetahuan, suatu sistem dari pelbagai pengetahuan yang masing – maisng
mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemukian rupa
menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan; suatu sistem dari pelbagai
pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil
pemeriksaan-pemerikasaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-
metode tertentu (induksi, deduksi)”.
KATEGORI
ILMU
Menurut
Prof. Drs. Harsopo, ilmu – ilmu empiris baik ilmu pengetahuan alam maupun ilmu
pengetahuan sosial, berdasarkan tujuannya dapat dibagi dua kategori, yaitu:
- Ilmu – ilmu murni
- Ilmu – ilmu tereapan (terpakai)
Ilmu muni
merupakan ilmu yang dipelajari dan dikembangkan dengan tujuan untuk memajukan
ilmu itu sendiri, memperkaya diri dengan mendapatkan pengertina-pengertian yang
lebih mendalam dan lebih sistematis mengenal ruang lingkup atau daerah
penelitiannya (Burhanuddin, 2003: 11).
Kategori
ilmu sebagai ilmu murni misalnya pada bidang bahasa Inggis yaitu sastra Ingris,
dikatakan sebagai ilmu bahasa murni, apabila tujuan Bahasa Inggris secara
langsung ingin memperoleh pengetahuan yang sistematis tentang kebahasan,
unsur-unsur bahasa Inggris, pengetahuan bahasa Inggris secara mendalam,
linguistik, literatur dan budaya.
Ilmu terapan
merupakan ilmu yang dipelajari secara sadar untuk memecahkan masalah-masalah
kehidupan yang dihadapi manusia. Misalnya, dalam perguruan tinggi terdapat
jurusan pendidikan bahasa Inggris, maka disini merupakan salah satu ilmu
terapan, dimana bahasa Inggris dikhususkan dipelajari untuk proses pengajaran. Jadi,
dari prinsip-prinsip Sastra Inggris sebagai hasil studi ilmu murni kemudian
diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pengajaran bahasa Inggris. Maka
yang dibahas adalah Bahasa Inggris dalam konteks pendidikan.
OBYEK DAN
SUDUT PANDANG ILMU PENGETAHUAN
- Objek atau lapangan ilmu pengetahuan itu (apa yang dipandang)
Pada garis
besarnya obyek atau lapangan ilmu pengetahuan iyu ialah alam dan manusia.
Perbedaan antara satu ilmu dengan ilmu yang lain adalah objek material atau
lapangan ilmu pengetahuan itu. Apabila objek materialnya sama maka yang
membedakannya ialah obyek formalnya atau sudut pandangnya.
- Objek Material, yaitu objek/lapangan jika dilihat keseluruhannya. Jadi manusia, minyak tanah, dan sebagainya.
- Objek Formal, yaitu objek /lapangan jika dipandang menurut suatu aspek atau sudut tertentu saja, jadi manusia sakit “untuk kedokteran” dan sebagainya.
Materil dan
formal dapat dianalogikan seperti materialnya adalah batu bata selanjutnya
disebut sekolah, asrama, candi. Merialnya atau bahan dasarnya adalah batu bata,
sedangkan bentuk dalam berbagai bentuk dengan bahan dasar batu bata sperti
sekolah dan asrama merukan objek formalnya.
- Sudut Pandangan
Sesungguhnya
manusia itu terbatas, dari berbagai barang-barang itu hanya dapat melihat satu
sudut saja. Sebaliknya satu objek dapat dipandang dari berbagai-bagai sudut.
Mempelajari objek harus sampai habis-habisan justru berarti memepelajari
dari berbagai-bagai sudut. Misalnya minyak tanah itu dapat dilihat dari sudut
susunannya, maka terjadilah ilmu kimia. Dapat juga dilihat daris sudut tempat
terdapatnya, maka ini menjadi lapangan geologi. Dapt juga dipandang dari segi
ekonomi.
PEMBAGIAN
ILMU PENGETAHUAN
Pada zaman
Purba Abad pertengahan pembagian ilmu pengetahuan berdasarkan “artis liberalis
“ yang terdiri dari:
- Trivium atau tiga bagian adalah:
- Gramatika, bertujuan agar manusia dapat berbicara yag baik.
- Dialektika, bertujuan agar manusia dapat berpikir dengan baik, formal dan logis.
- Retorika, bertujuan agar manusia dapat berbicara dengan baik.
- Quadrivium, atau empat bagian adalah:
- Aritmatika, adalah ilmu hitung.
- Geometrika,adalah ilmu ukur.
- Musika, adalah ilmu musik.
- Astronomia, adalah ilmu perbintangan.
Sedangkan
menurut klasik ilmu pengetahuan dibedakan dalam :
- Natural sciences ( kelompok ilmu-ilmu alam)
- Social sciences ( kelompok ilmu-ilmu sosial )
Dr. C.A Van
Peurson membedakan ilmu pengetahuan atas:
- Ilmu pengetahuan kemanusiaan.
- Ilmu pengetahuan alam.
- Ilmu pengetahuan hayat.
- Ilmu pengetahuan logik- deduktif
Di dalam
Undang- Undang pokok pendidikan tentang perguruan tinggi Nomor: 22 Tahun
1961 di Indonesia mengklarifikasikan ilmu pengetahuan atas empat kelompok
yaitu:
- Ilmu agama/ kerohanian, yang meliputi:
- Ilmu agama
- Ilmu jiwa
- Ilmu kebudayaan, yang meliputi:
- Ilmu sastra
- Ilmu sejarah
- Ilmu pendidikan
- Ilmu filsafat
- Ilmu sosial yang meliputi:
- Ilmu hukum
- Ilmu ekonomi
- Ilmu sosial politik
- Ilmu ketatanegaraan dan ketataniagaan
- Ilmu Eksakta dan teknik, yang meliputi:
- Ilmu hayat
- Ilmu kedokteran
- Ilmu pasti alam
- Ilmu geologi
- Ilmu oceanografi
- Ilmu teknik
- Ilmu geologi
- Ilmu oceanografi
SIFAT- SIFAT
ILMU PENGETAHUAN
Sejarah
membuktikan bahwa dengan metode ilmu akan membawa manusia kepada kemajuan dalam
pengetahuannya. Kemajuan dalam pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmu
dipengaruhi beberapa sifat stau ciri khas yang dimiliki oleh ilmu. Randall
mengemukakan beberapa ciri umum yaitu:
- Hasil ilmu sifatnya akumulatif dan merupakan milik bersama, artinya hasil daripada ilmu yang telah lalu dapat dipergunakan untuk penyelidikan dan penemuan hal-hal baru.
- Hasil ilmu, kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan karena yang menyelidikinya mnusia.
- Ilmu itu objektif, artinya prosedur cara penggunaan metode ilmu tidak tergantung kepada yang menggunakannya dan tidak tergantung kepada pemahaman pribadi.
KEGUNAAN
ILMU PENGETAHUAN
Manusia
belajar dari pengalamannya, dan berasumsi bahwa alam mengikuti hukum-hukum dan
aturan-aturannya, ilmu adalah salah satu hasil budaya manusia yang lebih
mengutamakan kuantitas yang objektifdan mengesampingkan kualitas yang
subjektif, sehingga dengan ilmu manusian tidak akan mementingkan dirinya
sendiri. Ilmu menghasilkan teknologi yang memungkinkan manusia dapat bergerak
atau bertindak dengan cermat dan tepat karena ilmu dan teknologi merupakan
hasil kerja pengalaman, observasi, eksperimen dan verifikasi.
Dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi manusia dapat mengubah wajah dunia,mengubah cara
manusia bekerja dan berfikir.
KESIMPULAN
Setiap
aktivitas manusia tidak akan jauh dari pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Alam
dan manusia merupakan objek dari ilmu pengetahuan yang saling berkaitan satu
sama lain. Ilmu akan diperoleh melalui usaha dan rasa ingin tahu sehingga
menjadi tahu, selanjutnya berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang akan
memecahkan permasalahan – permasalahan yang berkaitan dengan masalah yang
dihadapi oleh manusia. Dalam hal ini yang berkaitan dengan gejala yang mampu
diraba oleh indera manusia.
Ilmu sebagai
konsep dasar selalu bersifat objektif, tergantung manusia akan membawa kemana
suatu ilmu tersebut.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Salam,
Burhanuddin. Pengantar Filsafat. PT Bumi Aksara. Jakarta. 2003
*) Penyusun
- Andi Prayitno
- Eva Fitriana
- Dhian Devitasari
- Maya Nurhidayati
- Widia Kandi L.
Mata
Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen
: Afid Burhanuddin, M.Pd.
Prodi
: Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Pacitan
Pengetahuan Filsafat?
Perkembangan
ilmu pengetahuan tidak pernah terlepas dari sejarah peradaban manusia. Ia
selalu terkait satu sama lainnya. Tidak terkecuali sejarah filsafat ilmu.
Filsafat itu sendiri telah muncul sejak ribuan tahun yang lalu di mana akal
manusia masih dihadapkan pada ruang dinamika pemikiran yang sederhana dan
permasalahan yang tidak begitu komplek seperti saat ini. Latar belakang
perkembangan ilmu dimulai sejak zaman purba.
Ilmuwan
terangsang imajinasi untuk menemukan dan mengembangkan penemuan asal. Hal ini
didasari karena adanya perhatian, kesempatan dan kemauan serta keterampilan.
Menurut Beekman (1973) filosofia adalah melihat segala sesuatu dengan perhatian
dan minat, kemudian berarti pula berpikir tentang segala sesuatu yang
menyadarinya. Dimulai dengan pertanyaan yang teliti, artinya berdasarkan suatu
pemikiran tertentu. Banyak sekali pengertian dari filsafat, namun dapat diambil
satu benang merah bahwa filsafat yaitu adanya aktivitas manusia yang tidak
dapat diamati. Sehingga muncullah filsafat ilmu yang dilatarbelangi adanya penemuan
ilmiah.
Berpikir
berarti menyusun silogisme dengan tujuan mendapat kesimpulan yang tepat dengan
menghilangkan setiap kontradiksi. Secara epistemologis kegiatan berpikir ilmiah
melingkupi suatu rantai berpikir logis yang merupakan pengkajian baik deduktif
maupun induktif. Berpikir logis maksudnya dapat menggunakan kemampuan akal
budinya secara dialektif, intuitif, taksonomi atau simbolik. Ilmu
tidaklah netral atau bebas nilai atau objektif. Ilmu hakikatnya selalu terkait
dengan berbagai kepentingan, nilai dan lainnya, baik pada tataran ontologi,
epistemologi maupun aksiologinya.
ONTOLOGIPENGETAHUAN
FILSAFAT
Kata
ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos : being, dan Logos Logic
Jadi ontology adalah the theory of being qua being ( teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan ). Atau bisa juga ilmu tentang yang ada. Secara
istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada yang
merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit maupun rohani atau
abstrak.
Ontologi
filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan filsafat itu
sebenarnya, dan membahas juga tentang struktur filsafat.
- 1. Hakikat Pengetahuan Filsafat
Menurut
Hatta bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu, nanti
bila orang telah banyak mempelajari filsafat orang itu akan mengerti dengan
sendirinya apa filsafat itu. ﴾Hatta, Alam Pikiran Yunani, 1966. 1 : 3﴿
Langeveld juga berpendapat seperti itu, dikatakan bahwa setelah orang
berfilsafat sendiri, barulah ia maklum apa filsafat itu; makin dalam ia
berfilsafat akan semakin mengerti ia apa filsafat itu ﴾Langeveld, Menuju ke
Pemikiran Filsifat, 1961 : 9﴿
Dua pendapat
di atas benar, akan tetapi tidak salah juga bila mengetahui apa filsafat itu
pengertian filsafat yang pertama yaitu mendefinisikan filsafat sebagai sejenis
pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala
sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka. ﴾Poedjawijatna, Pembimbing ke Alam
Filsafat, 1974 : 11﴿
Pengertian
filsafat selanjutnya bahwa filsafat sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala
sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia, sehingga
dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat
dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah
mencapai pengetahuan itu. ﴾Hasbullah Bakry, Sistematik Filsafat, 1971 : 11﴿
Dari dua
pengertian antara Poedjawijatna dan Hasbullah Bakry dapat diambil kesimpulan
bahwa filsafat itu pengetahuan yang diperoleh dari berpikir.
Menurut
filosof lain mendefinisikan filsafat sebagai pemikiran teoritis tentang susunan
kenyataan sebagai keseluruhan. ﴾D. C. Mudler, Pembimbing ke dalam Ilmu
Filsafat, 1966 : 10﴿ dan kesimpulan filsafat yang dapat diambil filsafat adalah
pengetahuan yang logis dan tidak empiris.
- 2. Struktur Filsafat
Struktur
filsafat bisa disebut juga sistematika filsafat. Filsafat terdiri atas tiga
cabang besar, yaitu; ontologi, epistemology, dan aksiologi. Ketiga cabang itu
sebenarnya merupakan satu kesatuan.
Ontologi;
membicarakan hakikat ﴾segala sesuatu﴿ ini berupa pengetahuan
tentang hakikat segala sesuatu.
Epistomologi;
cara memperoleh pengetahuan itu
Aksiologi;
membicarakan guna pengetahuan itu
Ontologi
mencakup banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk di sini, misalnya
logika, metafisika, kosmologi, teologi, antropologi, etika, estetika, filsafat
pendidikan, filsafat hukum, dll. Epistemology hanya mencakup satu bidang saja
yang disebut epistemology yang membicarakan cara memperoleh pengetahuan
filsafat. Sedangkan aksiologi hanya mencakup satu cabang filsafat yaitu guna
pengetahuan filsafat inilah kerangka struktur filsafat.
EPISTEMOLOGI
PENGETAHUAN FILSAFAT
Epistemologi,
(dari bahasa
Yunani episteme
(pengetahuan) dan logos (kata/ pembicaraan/ ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat,
karakter dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang
paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang
apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan
kebenaran dan keyakinan.
Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang
berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian,
dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan
yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia
melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode
induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode
dialektis.
Metode-metode
untuk memperoleh pengetahuan:
- a. Empirisme
Empirisme
adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh
pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania,
mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan
yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat
pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita
diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang
diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana
tersebut.
Ia memandang
akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil
penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya
dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang
pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun
objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali
secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan
mengenai hal-hal yang factual.
- b. Rasionalisme
Rasionalisme
berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena
rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling
dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme
yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di
dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang
sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di
dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
- c. Fenomenalisme
Bapak
Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman.
Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat
inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan
disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah
mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaannya sendiri,
melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya,
pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi Kant
para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan
didasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para
penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya
sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
- d. Intusionisme
Menurut
Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan
seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan,
tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan
intuitif.
Salah satu
di antara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham
ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang
dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan
bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh
penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan
didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus meliputi
baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya
diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang biasa
dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme – setidak-tidaknya dalam
beberapa bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh
melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi
sebagian saja-yang diberikan oleh analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa
yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan
dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan,
barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada
kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang
senyatanya.
- e. Dialektis
Yaitu tahap
logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis
sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melekukan
perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak
tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan,
bertolak paling kurang dua kutub.
Obyek
Pengetahuan Filsafat
Pada
dasarnya setiap ilmu mempunyai dua macam obyek, yaitu obyek material dan obyek
formal. Obyek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan,
seperti tubuh adalah obyek material ilmu kedokteran. Adapun obyek formalnya
adalah metode untuk memahami obyek material tersebut, seperti pendekatan
induktif dan deduktif.
Filsafat
sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal juga memiliki obyek
material dan obyek formal. Obyek material filsafat adalah segala yang ada, baik
mencakup ada yang tampak maupun ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah
dunia empiris, sedang ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian
filosuf membagi obyek material filsafat atas tiga bagian, yaitu: yang ada dalam
alam empiris, yang ada dalam alam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan.
Adapun obyek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan
rasional tentang segala yang ada.
Dalam
perspektif ini dapat diuraikan bahwa filsafat ilmu pada prinsipnya memiliki dua
obyek substantif dan dua obyek instrumentatif, yaitu:
Obyek
Subtantif, yang terdiri dari dua hal:
FAKTA
(KENYATAAN)
Yaitu empiri
yang dapat dihayati oleh manusia. Dalam memahami fakta (kenyataan ini ada
beberapa aliran filsafat yang memberikan pengertian yang berbeda-beda,
diantaranya adalah:
- Positivisme
a)
Hanya mengakui penghayatan yang empirik dan sensual
b)
Sesuatu sebagai fakta apabila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan
yang sensual lainnya
c)
Data empirik sensual tersebut harus obyektif tidak boleh masuk subyektifitas
peneliti
d)
Fakta itu yang faktual ada
- Phenomenologi:
a)
Fakta bukan sekedar data empirik sensual, tetapi data yang sudah dimaknai atau
diinterpretasikan, sehingga ada subyektifitas peneliti. Tetapi subyektititas
disini tidak berarti sesuai selera peneliti, subyektif disini dalam arti tetap
selektif sejak dan pengumpulan data, analisis sampai pada kesimpulan. Data
selektifnya mungkin berupa ide , moral dan lain-lain.
b)
Orang mengamati terkait langsung dengan perhatiannya dan juga terkait pada
konsep-konsep yang dimiliki
c)
Kenyataan itu terkonstruk dalam moral.
- Realisme:
Sesuatu itu
sebagai nyata apabila ada korespondensi dan koherensi antara empiri dengan
skema rasional.
a)
Mataphisik sesuatu sebagai nyata apabila ada koherensi antara empiri dengan
yang obyektif universal
b)
Yang nyata itu yang riil exsist dan terkonstruk dalam kebenaran obyektif
c)
Empiri bukan sekedar empiri sensual yang mungkin palsu, yang mungkin memiliki
makna lebih dalam yang beragam.
d)
Empiri dalam realisme memang mengenai hal yang nil dan memang secara substantif
ada
e)
Dalam realisme metaphisik skema rasional dan paradigma rasional penting
f)
Empiri yang substantif riil baru dinyatakan ada apabila ada koherensi yang
obyektif universal
- Pragmatis :
Yang ada itu
yang berfungsi, sehingga sesuatu itu dianggap ada apabila berfungsi. Sesuatu
yang tidak berfungsi keberadaannya dianggap tidak ada.
- Rasionalistik :
Yang nyata
ada itu yang nyata ada, cocok dengan akal dan dapat dibuktikan secara rasional
atas keberadaanya
KEBENARAN
- Positivisme:
- Benar substantif menjadi identik dengan benar faktual sesuatu dengan empiri sensual
- Kebenaran pisitivistik didasarkan pada diketemukannya frekwensi tinggi atau variansi besar
- Bagi positivisme sesuatu itu benar apabila ada korespondensi antara fakta yang satu dengan fakta yang lain
- Phenomenologi:
- Kebenaran dibuktikan berdasarkan diketemukannya yang esensial, pilah dan yang non esensial atau eksemplar dan sesuai dengan skema moral tertentu
- Secara esensial dikenal dua teori kebenaran, yaitu teori kebenaran korespondensi dan teori kebenaran koherensi
- Bagi phenomenologi, phenomena baru dapat dinyatakan benar setelah diuji korespondensinya dengan yang dipercaya.
Realisme
Metaphisik : Ia mengakui kebenaran bila yang faktual itu koheren dengan
kebenaran obyektif universal
- Realisme
- Sesuatu itu benar apabila didukung teori dan ada faktanya
- Realisme hart, menuntut adanya konstruk teori (yang disusun deduktif probabilisti) dan adanya empiri teerkonstruk pula Islam : Sesuatu itu benar apabila yang empirik faktual koheren dengan kebenaran transenden berupa wahyu.
- Pragamatisme : Mengakui kebenaran apabila faktual berfungsi.
Rumusan
substantif tentang kebenaran ada beberapa teori, menurut Michael Williams ada
lima teori kebenaran, yaitu:
- Kebenaran Preposisi, yaitu teori kebenaran yang didasarkan pada kebenaran proposisinya baik proposisi formal maupun proposisi material nya.
- Kebenaran Korespondensi, teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada adanya korespondensi antara pernyataan dengan kenyataan (fakta yang satu dengan fakta yang lain). Selanjutnya teori ini kemudian berkembang menjadi teori Kebenaran Struktural Paradigmatik, yaitu teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada upaya mengkonstruk beragam konsep dalam tatanan struktur teori (struktur ilmu.structure of science) tertentu yang kokoh untuk menyederhanakan yang kompleks atau sering
- Kebenaran Koherensi atau Konsistensi, yaitu teori kebenaran yang medasarkan suatu kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.
- Kebenaran Performatif, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu dianggap benar apabila dapat diaktualisasikan dalam tindakan.
- Kebenaran Pragmatik, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu benar apabila mempunyai kegunaan praktis. Dengan kata lain sesuatu itu dianggap benar apabila mendatangkan manfaat dan salah apabila tidak mendatangkan manfaat.
AKSIOLOGI
PENGETAHUAN FILSAFAT
Aksiologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang nilai dan kegunaan ilmu pengetahuan.
Untuk
melihat kegunaan filsafat dapat dilihat pada yiga hal, yaitu:
- Filsafat sebagai kumpulan teori
- Filsafat sebagai metode pemecahan masalah
- Filsafat sebagai pandangan hidup
Kegunaan
pengetahuan filsafat:
a)
Kegunaan filsafat bagi akidah
Filsafat
dapat berguna untuk memperkuat keimanan. Sebagai seorang muslim tentunya harus
memiliki akidah yang kuat. Dengan akidah yang kuat maka keislaman nya akan kuat
juga. Untuk memperkuat akidah seorang muslim harus mengamalkan ajaran islam
secara ungguh-sungguh. Untuk itu secara moral, seorang muslim harus mempercayai/perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya.
b)
Kegunaan filsafat bagi hukum islami
Hukum islami
adalah hukum yang di jadikan aturan beramal yang berada di dalam fiqih sebagai
kumpulan hukum yang dibuat berdasarkan kaidah hukum yang digunakan untuk
menetapkan hukum. Adapun kaidah-kaidah hukum dibuat berdasarkan teori-teori
filsafat. Jadi, filsafat ebagai metodologi yang berguna bagi pengembangan hukum
islami.
c)
Kegunaan filsafat bagi bahasa
Bahasa
berfungsi sebagai alat komunikasi, alat untuk mengekpresikan perasaan dan
pikiran, serta sebagai alat berfikir ilmiah. Kadang-kadang kerusakan bahasa
bisa karena tidak digunakan nya suatu logika/filsafat. Kesalahan dalam
berbahasa dapat memunculkan kesalahan dalam berfikir. Untuk itu filsafat mempunyai
peranan penting dalam menentukan kualitas bahasa.
Penyusun:
- Abdi donas sulaga
- Dwi ermayani
- Ika mirasari
- Santi handayani
- Yesi aditia
Pengetahuan Filsafat: Kajian Epistimologi,
Ontologi, Aksiologi
Landasan
Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam berkaitannya
dengan dunia pendidikan. Adapun cakupan landasan pendidkan adalah : landasan
hukum, landasan filsafat, landasan sejarah, landasan sosial budaya, landasan
psikologi, dan landasan ekonomi. Dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai
pengetahuan filsafat, yaitu ontology filsafat, epistimologi filsafat dan
aksiologi filsafat.
Filsafat
ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke
akar-akarnya. Sesuatu dapat berarti terbatas dan dapat pula berarti tidak
terbatas. filsafat membahas segala sesuatu yang ada di alam ini yang sering
dikatakan filsafat umum. sementara itu filsafat yang terbatas ialah filsafat
ilmu, filsafat pendidikan, filsafat seni, filsafat agama, dan sebagainya.
Jadi
berfikir filsafat dalam pendidikan adalah berfikir mengakar/menuju akar atau
intisari pendidikan. Terdapat cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat,
khususnya apabila ada pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat atau
seyogyanya tidak dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu. Misalnya: apakah yang
dimaksud dengan pengetahuan dan/atau ilmu? Dapatkah kita bergerak ke kiri dan
kanan di dalam ruang tetapi tidak terikat oleh waktu? Masalah yang dibahas
dalam makalah ini adalah sekitar pendidikan dan ilmu pendidikan. Kiranya
kegiatan pendidikan bukanlah sekedar gejala sosial yang bersifat rasional
semata mengingat kita mengharapkan pendidikan yang terbaik untuk bangsa
Indonesia, lebih-lebih untuk anak-anak kita masing-masing; ilmu pendidikan
secara umum tidak begitu maju ketimbang ilmu-ilmu sosial dan biologi tetapi
tidak berarti bahwa ilmu pendidikan itu sekedar ilmu atau suatu studi terapan
berdasarkan hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu-ilmu sosial dan atau ilmu
perilaku.
Pengetahuan
Filsafat
Filsafat
ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke
akar-akarnya. Sesuatu dapat berarti terbatas dan dapat pula berarti tidak
terbatas. filsafat membahas segala sesuatu yang ada di alam ini yang sering
dikatakan filsafat umum. sementara itu filsafat yang terbatas ialah filsafat
ilmu, filsafat pendidikan, filsafat seni, filsafat agama, dan sebagainya.
Ontology
Pengetahuan Filsafat.
Ontology
filsafat adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar
atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
- Hakikat Pengetahuan Filsafat.
Filsafat
dapat dijabarkan dari perkataan “philosophia” kata philos berarti cinta, dan
kata “shopos” berarti kebijaksanaan atau pengetahuan yang mendalam. Perkataan
ini berasal dari bahasa yunani yang berarti “ cinta akan kebijaksanaan ( love
of wisdom ).
Jadi sudut
praktis yang sesungguhnya dari barang-barang, mengenai arti dan nilai hidup
itu, arti dan nilai manusia itu. Dengan demikian, dapatlah kita berikan
definisi atau batasan filsafat itu sebagai berikut :
“Filsafat adalah
pengetahuan yang mempelajari sebab-sebab yang pertama atau prinsip-prinsip yang
tertinggi dari segala sesuatu yang dicapai oleh akal budi manusia.”
Dari
definisi ini jelas yang menjadi objek materialnya ialah segala sesuatu yang
dipermasalahkan filsafat. Sedangkan sudut pandangnya ialah mencapai sebab-sebab
yang terdalam dari segala sesuatu, ada yang mutlak ada yaitu penyebab
pertama atau causa prima yaitu Allah itu sendiri.
- Struktur Filsafat.
Layaknya
ilmu pengetahuan pada umumnya filsafat juga memiliki struktur, diantaranya
- Logika
Logika
adalah cabang filsafat yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Dengan
mempelajari logika diharapkan dapat menerapkan asas bernalar sehingga dapat
menarik kesimpulan dengan tepat.
- Epistemologi
Epistemologi
adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan sumber
pengetahuan, asal pengetahuan, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan. Dengan
belajar epistemologi dan filsafat ilmu diharapkan dapat membedakan antara
pengetahuan dan ilmu serta mengetahui dan menggunakan metode yang tepat dalam
memperoleh suatu ilmu serta mengetahui kebenaran suatu ilmu itu ditinjau dari
isinya.
- Etika
Etika adalah
cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam
hubungannya dengan baik buruk. Dengan belajar etika diharapkan dapat membedakan
istilah yang sering muncul seperti etika, norma dan moral.
- Estetika
Estetika
adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang keindahan. Dengan belajar
estetika diharapkan dapat membedakan antara berbagai teori-teori keindahan,
pengertian seni, penggolongan seni, dan nilai seni.
- Metafisika
Metafisika
adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dengan belajar
metafisika orang justru akan mengenal Tuhannya.
Epistimologi
Pengetahuan Filsafat.
Epistemologi
adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya, serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimilliki.
- Objek pengetahuan filsafat.
Filsafat
ilmu sebagaimana mestinya dengan bidang-bidang ilmu yang lain juga memiliki
objek material dan objek formal tersendiri.
- Objek material filsafat ilmu.
Objek
material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan
yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara umum.
- Objek formal filsafat ilmu.
Objek formal
filsafat ilmu adalah hakikat ( esensi ) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu
lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan.
- Cara memperoleh pengetahuan filsafat.
Hanya dengan
cara dan metode tertentu pengetahuan kefilsafatan dapat diperoleh. Mendapatkan
pengetahuan yang benar, lebih-lebih pada taraf kefilsafatan haruslah berlangsung
secara bertahap sedikit demi sedikit. Tidak mungkin sekaligus. Maka metode yang
paling tepat adalah metode ilmiah yang merupakan gabungan antara analisis dan
sintesis yang dipakai secara dialektik berkesinambungan.
- Metode Analisis.
Metode ini
melakukan pemeriksaan secara konseptual atas istilah-istilah yang kita
pergunakan dan pernyataan-pernyataan yang kita buat. Di dalam ilmu pengetahuan
alam. setiap saat kita menyaksikan berbagai macam benda. Dan keberadaanya dapat
diketahui bahwa setiap benda selalu menempati ruang dan waktu tertentu,
berbentuk, berbobot dan berjumlah (volume). Metode analisis mi sering disebut
sebagai metode aposteriori karena bertitik tolak dan segala sesuatu atau
pengetahuan yang adanya itu timbul sesudah pengalaman, agar sampai kepada suatu
pengetahuan yang adanya di atas atau di luar pengalaman sehari-hari.
- Metode Sintesis.
Sebaliknya,
metode mi dibantu dengan peralatan deduktif yang mencoba menjabarkan
sifat-sifat umum yang secara niscaya ada pada segala sesuatu ke dalam hal-hal
dan keadaan-keadaan konkret khusus tertentu. Sifat-sifat umum yang mengenai
kejiwaan manusia misalnya, dapat dijabarkan ke dalam bermacam-macam jenis dan
bentuk tingkah laku.
Dalam studi
filsafat, kedua metode di atas lebih dipergunakan secara dialektik. Artinya
digunakan secara berkesinambungan dalam suatu rentetan sebab-akibat.
- Ukuran kebenaran pengetahuan filsafat.
- menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu®Teori Corespondence kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
- Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test)®Teori Consistency atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
- Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek®Teori Pragmatisme yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
- Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion®Kebenaran Religius dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Aksiologi
Pengetahuan Filsafat.
Aksiologi
filsafat adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum.
Dalam hal ini ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam
meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat
manusia, dan kelestarian atau keseimbangan alam.
- Kegunaan pengetahuan filsafat.
- Kegunaan filsafat sebagai akidah
Akidah
seorang muslim haruslah kuat, dengan kuat akidah akan kuat pula keislamannya
secara keseluruhan. Untuk memperkuatnya diperlukan untuk mengamalkan
keseluruhan ajaran Islam secara sungguh-sungguh dan mempertajam pengetahuan
islam sendiri. Namun dapatkah filsafat memperkuat pemahaman kita tentang Tuhan
? Kant menyatakan bahwa Tuhan tidak dapat dipahami melalui akal, Tuhan dapat
dipahami melalui suara hati yang disebut moral. Menurut kant akal teoritis
tidak melarang kita mempercayai tuhan, kesadaran moral kita memerintahkan untuk
mempercayaiNya.
- Kegunaan Filsafat bagi Hukum.
Hukum Islami
yang dijadikan aturan beramal ada diadalam fiqih sebagai kumpulan hukum yang
dibuat berdasarkan kaidah-kaidah hukum yang digunakan untuk menetapkan hukum
tersebut. Ternyata kaidah-kaidah pembuatan hukum (ushul fiqih) itu dibuat
berdasarkan teori-teori filsafat. Jadi memang benar filsafat sebagai metodologi
berguna bagi pengembangan hukum dalam hal ini hukum Islami.
- Kegunaan Filsafat bagi Bahasa.
Bahasa
berfungsi sebagai alat untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran. Tatkala
bahasa berfungsi sebagai alat berfikir ilmiah, muncul problem yang serius dan
ini diselesaikan antara lain dengan bantuan filsafat. Bahasa sering tidak mampu
membebaskan diri dari gangguan pemakainya, kerusakan bahasa tersebut biasanya
disebabkan oleh tidak digunakannya kaidah logika, logika itu filsafat.
Kekeliruan dalam berbahasa melahirkan kekeliruan dalam berfikir. Untuk itu
filsafat sangat berperan dalam menentukan kualitas bahasa. Tanpa peran serta
filsafat (logika) kekeliruan dalam bahasa tidak mungkin dapat diperbaiki.
- Cara filsafat menyeleseikan masalah.
Kegunaan
filsafat ialah sebagai metode dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah bahkan
sebagai metode dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah bahkan sebagai metode
dalam memandang dunia. Sesuai sifatnya, filsafat menyelesaikan masalah secara
mendalam dan universal. Mendalam berarti mencari asal masalah dan universal
berarti melihat masalah dalam hubungan seluas-luasnya agar dapat diselesaikan
secara efektif.
- Cara orang umum menilai.
Kali ini
dengan topik dan cara orang umum menilai dan netralisasi filsafat. Terdapat
tiga cara orang menilai yaitu menilai berdasarkan ketidaktahuan, menilai dengan
pendapat sebagai ukuran dan menilai dengan menggunakan pendapat pakar sebagai
alat ukur. Cara yang terbaik adalah yang ketiga yaitu mempelajari secara luas
dan mendalam, lantas mengemukakan pendapat berdasarkan pendapat pakar.
Mengenai
netralitas filsafat dijelaskan bahwa terdapat kemungkinan netralnya filsafat
yaitu pada logika. Untuk membuktikannya adalah dengan menganggap logika
esensinya sama dengan matematika. Jika matematika netral, logika juga netral.
Penutup
Dan uraian
tersebut di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa apabila dilihat dan sisi
obyeknya, maka filsafat ilmu merupakan cabang dan filsafat yang secara khusus
membahas proses keilmuan manusia. Dengan bahasa lain dapat dikatakan bahwa
obyek substantif dalam filsafat ilmu tersebut di atas pada dasarnya merupakan
obyek material, sedangkan obyek instrumentatif adalah obyek formal.
Filsafat
adalah usaha untuk memahami atau mengerti dunia dalam hal makna dan
nilai-nilai. Pengertian filsafat disederhanakan sebagai proses dan produk, yang
mencakup pengertian filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep dan para
filsuf pada zaman dahulu, teori, sistem tertentu yang merupakan hasil dan
proses berfilsafat dan yang mempunyai ciri-ciri tertentu, dan filsafat sebagai problema
yang dihadapi manusia.
Filsafat
berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam
semesta tempat manusia hidup serta apa yang menjadi tujuan hidupnya. Dengan
belajar filsafat, tidak menyebabkan kita untuk berhenti belajar, karena dalam
filsafat tidak akan pernah akan dapat mengatakan selesai belajar.
Referensi
Drs.
Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta : Bumi
Aksara.
Prof. Dr.
Amsal Bahtiar, M.A. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT. RAJAGRAFINDO PERSADA.
Drs. H.
Burhanudin Salam. 2000. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta : PT.
RINEKA CIPTA.
Penyusun:
Agus Widodo
Andriatmoko
Dewi Utami
Iis Fitriana
Ninik Eka
Suryani
Sri Parwati
Pengetahuan Sains; tinjauan epistimologi, ontologi, aksiologi
Natural
science atau ilmu pengetahuan alam merupakan salah satu istilah yang
mengindikasi pada rumpun pengetahuan dimana objek yang dipelajari adalah
benda-benda alam atau kehidupan alam sekitar dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dan dimana pun. Contohnya seperti
hubungan antar makhluk hidup yang dipelajari dalam biologi, larutan elektrolit
yang dibahas dalam pelajaran kimia, ataupun hukum gravitasi, Newton,
Archimedes, atau Asas Black yang dijelaskan dalam ilmu fisika.
Sains
(science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah
pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan
dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan
pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu.
Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. “Real Science is
both product and process, inseparably joint” (Agus. S. 2003: 11)
Sains
sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk
melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala
alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis,
merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan.
Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah
kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.
Sains
merupakan ilmu yang tidak lepas dari aktifitas kehidupan kita sehari-hari.
Tentunya kita sudah terbiasa dengan fenomena-fenomena alam disekitar kita,
tetapi tidak sedikit dari kita yang belum memahami bagaimana proses dari
fenomena tersebut, bagaimana hukum atau teori yang telah dikemukakan oleh para
ilmuwan, dan apakah hakikat dari ilmu sains itu, bagaimana cara sains
menyelesaikan masalah, dan apa sajakah manfaat sains dalam kehidupan kita. Hal
tersebut akan dibahas lebih luas dan mendalam dalam makalah ini.
- A. ONTOLOGI SAINS
- 1. Hakikat Sains
Pengetahuan
sains adalah pengetahuan yang objeknya rasional dan empiris. Yang dimaksud
dengan masalah rasional adalah menguji kebenaran hipotesis dengan akal. Apabila
bisa diterima dari segi kerasionalannya atau dengan kata lain masuk akal maka
hipotesis itu sah. Maksud dari masalah rasional yaitu adanya hubungan sebab
akibat. Pada dasarnya cara kerja sain adalah kerja mencari hubungan
sebab-akibat atau mencari pengaruh sesuatu terhadap yang lain, (Fred N.
Kerlinger, 1973). Sedangkan yang dimaksud dengan masalah empiris adalah dengan
menguji hipotesis dengan prosedur metode ilmiah. Rumus baku metode ilmiah
adalah logico-hypotetico-verificatif (buktikan bahwa itu logis, tarik
hipotesis dan ajukan bukti empirisnya).
- 2. Struktur Sains
Secara garis
besar sains dibagi menjadi dua cabang yakni sains kealaman dan sains sosial,
tetapi dalam struktur sains juga terdapat ilmu yang mendukung dan dijadikan
sebagai pelengkap atau humaniora.
1)
Sains Kealaman
Dalam sains
kealaman meliputi Astronomi, Fisika, Kimia, Ilmu Bumi, dan Ilmu Hayat.
2) Sains
Sosial
Sedangkan
dalam sains sosial meliputi Sosiologi, Antropologi, Psikologi, Ekonomi dan
Politik.
3) Humaniora
sebagai pelengkap
Humaniora
meliputi Seni, Hukum, Filsafat, Bahasa, Agama dan Sejarah.
B.
EPISTIMOLOGI SAINS
1. Objek
Pengetahuan Sains
Objek
pengetahuan sains ialah semua objek yang diteliti oleh sains. Semua objek
tersebut bersifat empiris. Objek kajian sains meliputi objek yang berada dalam
ruang lingkup pengalaman manusia, (Jujun S. Suriasumantri, 1994). Yang dimaksud
pengalaman di sini ialah pengalaman indera. Objek yang dapat diteliti oleh
sains seperti fenomena-fenomena alam sekitar, manusia, tumbuh-tumbuhan, dan
hewan.
2. Cara
Memperoleh Pengetahuan Sains
Cara
memperoleh pengetahuan sains adalah lewat akal. Karena akal dianggap mampu dan
setiap orang bekerja berdasarkan aturan yang sama yakni logika alami yang ada
pada akal setiap manusia.
Berkembangnya
sains didorong oleh berkembangnya paham Humanisme yang telah lahir pada zaman
Yunani Kuno. Arti dari paham ini adalah paham filsafat yang mengajarkan
bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam. Kemudian humanisme melahirkan
rasionalisme. Rasionalisme yaitu paham yang mengatakan bahwa akal adalah
pencari dan pengukur pengetahuan. Empirisme yaitu paham yang mengajarkan
bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti empiris. Sedangkan, Positivisme
ialah paham yang mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti
empiris dan terukur. Metode ilmiah mengatakan bahwa untuk memperoleh suatu
kebenaran maka harus dilakukan langkah berikut : logico-hypothetico-verificartif.
Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis
(berdasarkan logika itu), kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara
empiris. Metode Ilmiah secara teknis dan rinci dijelaskan dalam satu bidang
ilmu yang disebut Metode Riset yang menghasilkan Model-model Penelitian.
3. Ukuran
Kebenaran Pengetahuan Sains
Ukuran
kebenaran sains adalah sebuah teori dianggap benar jika dapat ditemukan bukti
empiris. Jika jika teori itu selalu didukung bukti empiris, maka teori itu naik
tingkat keberadaannya menjadi hukum atau aksioma. Mayoritas, menganggap
bahwa hipotesis bersifat kemungkinan, antara yang benar dan yang salah sama
besar. Padahal di dalam sains, hipotesis adalah pernyataan yang sudah benar
secara logika, tetapi belum ada bukti empirisnya. Hipotesis dianggap benar jika
sudah ada keterangan logis, belum atau tidak adanya bukti empiris tidak
menyebabkan hipotesis tersebut salah. Dari hal tersebut kita dapat menarik
kesimpulan bahwa kelogisan suatu hipotesis lebih penting dari pada bukti
empirisnya.
C. AKSIOLOGI
SAINS
1. Kegunaan
Ilmu Sains
Dalam
kehidupan sehari-hari, tentunya pengetahuan sains memiliki nilai guna yang
membatu hubungan kehidupan manusia dengan alam sekitarnya. Paling sedikit ada
tiga kegunaan teori sains antara lain sebagai alat eksplanasi, sebagai alat
peramal dan sebagai alat pengontrol.
a.) Teori
Sebagai Alat Eksplanasi
Sains
merupakan suatu sistem eksplanasi yang paling dapat diandalkan dibandingkan
dengan sistem lainnya dalam mempelajari masa lampau, menjalani masa sekarang,
serta mempersiapkan untuk masa depan, (T. Jacob, 1993). Menurut teori sains
pendidikan, anak-anak yang orang tuanya cerai atau sering disebut broken home,
pada umumnya akan berkembang menjadi anak yang nakal. Penyebabnya ialah karena
anak-anak itu tidak mendapat pendidikan yang baik dari kedua orang tuanya.
Padahal pendidikan dari kedua orang tua amat penting dalam pertumbuhan anak
menuju dewasa.
b.) Teori
Sebagai Alat Peramal
Ketika
membuat eksplanasi, biasanya para ilmuwan telah mengetahui faktor yang
menyebabkan timbulnya suatu gejala. Dari faktor tersebut para ilmuwan dapat
membuat sebuah ramalan atau prediksi. Sebagai contoh, jika banyak kasus perceraian
antara hubungan rumah tangga, maka dapat diramalkan bahwa kenakalan remaja akan
meningkat, meningkatnya aksi anarkis remaja seperti pada kasus geng motor.
c.) Teori
Sebagai Alat Pengontrol
Eksplanasi
merupakan bahan untuk membuat ramalan atau prediksi dan alat pengontrol.
Perbedaan antara prediksi dengan alat pengontrol adalah prediksi lebih
cenderung bersifat pasif, karena ketika timbul gejala tertentu, maka kita dapat
membuat prediksi, misalnya akan terjadi keadaan atau kondisi tertentu pula.
Sedangkan alat pengontrol lebih bersifat aktif terhadap sesuatu keadaan,
contohnya kita membuat tindakan efektif yang mampu meminimalisir dampak yang
ditimbulkan dari adanya suatu gejala tersebut.
Kita
mengambil contoh seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yakni jika banyak
kasus perceraian maka timbul prediksi kenakalan remaja akan meningkat. Dalam
kasus ini kenakalan remaja disebabkan oleh minimnya perhatian orang tua
terhadap perkembangan emosional anak mereka, sehingga mereka mencari sendiri
guru yang mampu mengajari mereka bagaimana cara bertahan hidup. Untuk mencegah
meningkatnya kenakalan remaja yang disebabkan oleh perceraian orang tua mereka,
maka harus diadakannya tindakan yang preventif dari kerabat dekat mereka
seperti kakek atau nenek, paman atau bibi yang menggantikan peran orang tua
mereka. Tindakan inilah yang disebut dengan ilmu sains sebagai alat pengontrol.
2.
Cara Sains Menyelesaikan Masalah
Dalam
menyelesaikan masalah ada beberapa langkah di dalam sains yaitu pertama, dengan
mengidentifikasi masalah. Dalam mengindentifikasi masalah ini biasanya
dilakukan sebuah penelitian untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dan
mengetahui secara lebih mendetail pada gejala yang timbul di tengah kehidupan
masyarakat. Kedua, dengan mencari teori tentang sebab-akibat yang diambil dari
sebuah literatur. Hal ini bertujuan untuk mengetahui beberapa teori yang
menjelaskan penyebab dari gejala yang timbul. Ketiga, dengan membaca kembali
literatur. Setelah mengetahui penyebab dari gejala yang timbul maka kita harus
membaca kembali literartur untuk mengetahui tindakan apa yang paling tepat
untuk mengatasi gejala-gejala tersebut.
3.
Netralitas Sains
Netral
biasanya diartikan tidak memihak. Dengan kata lain sains disebut netral artinya
adalah sains tidak memihak pada kebaikan dan tidak juga pada kejahatan selain
itu sains juga tidak memberikan nilai baik atau buruk, halal atau haram, sopan
maupun tidak sopan. Sains hanya memberikan nilai benar atau salah. Pengertian
tersebut menyebabkan bahwa sains itu netral atau sering diganti dengan istilah
sains bebas nilai (value free) bukan terikat nilai (value bound).
Sains
dianggap netral memiliki keuntungan dan juga kerugian sebagai berikut, apabila
sains sebaiknya netral maka dampak positif yang diberikan adalah perkembangan
sains akan cepat terjadi. Hal ini disebabkan karena tidak adanya halangan dalam
penelitian ketika memilih objek yang hendak diteliti, cara meneliti dan ketika
menggunakan hasil penelitian. Di sisi lain, sebagian orang yang menganggap
sains tidak netral, akan membatasi penelitian dalam memilih objek penelitian,
cara meneliti ataupun menggunakan produk penelitian.
Suatu contoh
ketika kita akan meneliti anatomi dan cara kerja jantung manusia, orang yang
beranggapan bahwa sains tidak netral akan mengambil jantung hewan yang paling
mirip anatominya dengan jantung manusia, akan meneliti jantung tersebut dengan
cara tidak menyakiti hewan penelitiannya, dan menggunakan hasil dari penelitian
tersebut hanya untuk kebaikan. Sedangkan, orang yang beraliran sains itu
netral, kemungkinan akan mengambil jantung dari seorang tunawisma, tanpa
mempedulikan objek penelitiannya merasa menderita atau tidak, serta menggunakan
hasil dari penelitian tersebut secara bebas.
Paham sains
netral sebenarnya telah melawan atau menyimpang dari maksud penciptaan sains,
yang semula sains digunakan untuk membantu manusia dalam menghadapi masalah
tetapi ini malah menambah masalah baru. Berdasarkan uraian sederhana
sebelumnya, dapat disimpilkan bahwa yang paling bijaksana adalah kita
memihak pada pemahaman bahwa sains tidaklah netral. Sains adalah bagian dari
kehidupan, sementara kehidupan secara keseluruhan tidaklah netral.
Oleh:
Desy Novita
Ratnasari; Dwi Hartanto; Indawati; Mulas Agus Riani; Sri Susanti.
Pengetahuan Sains; tinjauan epistimologi,
ontologi, aksiologi
Natural
science atau ilmu pengetahuan alam merupakan salah satu istilah yang
mengindikasi pada rumpun pengetahuan dimana objek yang dipelajari adalah
benda-benda alam atau kehidupan alam sekitar dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dan dimana pun. Contohnya seperti
hubungan antar makhluk hidup yang dipelajari dalam biologi, larutan elektrolit
yang dibahas dalam pelajaran kimia, ataupun hukum gravitasi, Newton,
Archimedes, atau Asas Black yang dijelaskan dalam ilmu fisika.
Sains
(science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah
pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan
pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah
kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan
itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. “Real
Science is both product and process, inseparably joint” (Agus. S. 2003: 11)
Sains
sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk
melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala
alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis,
merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan.
Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah
kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.
Sains
merupakan ilmu yang tidak lepas dari aktifitas kehidupan kita sehari-hari.
Tentunya kita sudah terbiasa dengan fenomena-fenomena alam disekitar kita,
tetapi tidak sedikit dari kita yang belum memahami bagaimana proses dari
fenomena tersebut, bagaimana hukum atau teori yang telah dikemukakan oleh para
ilmuwan, dan apakah hakikat dari ilmu sains itu, bagaimana cara sains
menyelesaikan masalah, dan apa sajakah manfaat sains dalam kehidupan kita. Hal
tersebut akan dibahas lebih luas dan mendalam dalam makalah ini.
- A. ONTOLOGI SAINS
- 1. Hakikat Sains
Pengetahuan
sains adalah pengetahuan yang objeknya rasional dan empiris. Yang dimaksud
dengan masalah rasional adalah menguji kebenaran hipotesis dengan akal. Apabila
bisa diterima dari segi kerasionalannya atau dengan kata lain masuk akal maka
hipotesis itu sah. Maksud dari masalah rasional yaitu adanya hubungan sebab
akibat. Pada dasarnya cara kerja sain adalah kerja mencari hubungan
sebab-akibat atau mencari pengaruh sesuatu terhadap yang lain, (Fred N.
Kerlinger, 1973). Sedangkan yang dimaksud dengan masalah empiris adalah dengan
menguji hipotesis dengan prosedur metode ilmiah. Rumus baku metode ilmiah
adalah logico-hypotetico-verificatif (buktikan bahwa itu logis, tarik
hipotesis dan ajukan bukti empirisnya).
- 2. Struktur Sains
Secara garis
besar sains dibagi menjadi dua cabang yakni sains kealaman dan sains sosial,
tetapi dalam struktur sains juga terdapat ilmu yang mendukung dan dijadikan
sebagai pelengkap atau humaniora.
1)
Sains Kealaman
Dalam sains
kealaman meliputi Astronomi, Fisika, Kimia, Ilmu Bumi, dan Ilmu Hayat.
2) Sains
Sosial
Sedangkan
dalam sains sosial meliputi Sosiologi, Antropologi, Psikologi, Ekonomi dan
Politik.
3) Humaniora
sebagai pelengkap
Humaniora
meliputi Seni, Hukum, Filsafat, Bahasa, Agama dan Sejarah.
B.
EPISTIMOLOGI SAINS
1. Objek
Pengetahuan Sains
Objek
pengetahuan sains ialah semua objek yang diteliti oleh sains. Semua objek
tersebut bersifat empiris. Objek kajian sains meliputi objek yang berada dalam
ruang lingkup pengalaman manusia, (Jujun S. Suriasumantri, 1994). Yang dimaksud
pengalaman di sini ialah pengalaman indera. Objek yang dapat diteliti oleh
sains seperti fenomena-fenomena alam sekitar, manusia, tumbuh-tumbuhan, dan
hewan.
2. Cara
Memperoleh Pengetahuan Sains
Cara
memperoleh pengetahuan sains adalah lewat akal. Karena akal dianggap mampu dan
setiap orang bekerja berdasarkan aturan yang sama yakni logika alami yang ada
pada akal setiap manusia.
Berkembangnya
sains didorong oleh berkembangnya paham Humanisme yang telah lahir pada zaman
Yunani Kuno. Arti dari paham ini adalah paham filsafat yang mengajarkan
bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam. Kemudian humanisme melahirkan
rasionalisme. Rasionalisme yaitu paham yang mengatakan bahwa akal adalah
pencari dan pengukur pengetahuan. Empirisme yaitu paham yang mengajarkan
bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti empiris. Sedangkan, Positivisme
ialah paham yang mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti
empiris dan terukur. Metode ilmiah mengatakan bahwa untuk memperoleh suatu
kebenaran maka harus dilakukan langkah berikut : logico-hypothetico-verificartif.
Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis
(berdasarkan logika itu), kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara
empiris. Metode Ilmiah secara teknis dan rinci dijelaskan dalam satu bidang
ilmu yang disebut Metode Riset yang menghasilkan Model-model Penelitian.
3. Ukuran Kebenaran
Pengetahuan Sains
Ukuran
kebenaran sains adalah sebuah teori dianggap benar jika dapat ditemukan bukti
empiris. Jika jika teori itu selalu didukung bukti empiris, maka teori itu naik
tingkat keberadaannya menjadi hukum atau aksioma. Mayoritas, menganggap
bahwa hipotesis bersifat kemungkinan, antara yang benar dan yang salah sama
besar. Padahal di dalam sains, hipotesis adalah pernyataan yang sudah benar
secara logika, tetapi belum ada bukti empirisnya. Hipotesis dianggap benar jika
sudah ada keterangan logis, belum atau tidak adanya bukti empiris tidak
menyebabkan hipotesis tersebut salah. Dari hal tersebut kita dapat menarik
kesimpulan bahwa kelogisan suatu hipotesis lebih penting dari pada bukti
empirisnya.
C. AKSIOLOGI
SAINS
1. Kegunaan
Ilmu Sains
Dalam
kehidupan sehari-hari, tentunya pengetahuan sains memiliki nilai guna yang
membatu hubungan kehidupan manusia dengan alam sekitarnya. Paling sedikit ada
tiga kegunaan teori sains antara lain sebagai alat eksplanasi, sebagai alat
peramal dan sebagai alat pengontrol.
a.) Teori
Sebagai Alat Eksplanasi
Sains
merupakan suatu sistem eksplanasi yang paling dapat diandalkan dibandingkan
dengan sistem lainnya dalam mempelajari masa lampau, menjalani masa sekarang,
serta mempersiapkan untuk masa depan, (T. Jacob, 1993). Menurut teori sains
pendidikan, anak-anak yang orang tuanya cerai atau sering disebut broken
home, pada umumnya akan berkembang menjadi anak yang nakal. Penyebabnya
ialah karena anak-anak itu tidak mendapat pendidikan yang baik dari kedua orang
tuanya. Padahal pendidikan dari kedua orang tua amat penting dalam pertumbuhan
anak menuju dewasa.
b.) Teori
Sebagai Alat Peramal
Ketika
membuat eksplanasi, biasanya para ilmuwan telah mengetahui faktor yang
menyebabkan timbulnya suatu gejala. Dari faktor tersebut para ilmuwan dapat
membuat sebuah ramalan atau prediksi. Sebagai contoh, jika banyak kasus
perceraian antara hubungan rumah tangga, maka dapat diramalkan bahwa kenakalan
remaja akan meningkat, meningkatnya aksi anarkis remaja seperti pada kasus geng
motor.
c.) Teori
Sebagai Alat Pengontrol
Eksplanasi
merupakan bahan untuk membuat ramalan atau prediksi dan alat pengontrol.
Perbedaan antara prediksi dengan alat pengontrol adalah prediksi lebih
cenderung bersifat pasif, karena ketika timbul gejala tertentu, maka kita dapat
membuat prediksi, misalnya akan terjadi keadaan atau kondisi tertentu pula.
Sedangkan alat pengontrol lebih bersifat aktif terhadap sesuatu keadaan,
contohnya kita membuat tindakan efektif yang mampu meminimalisir dampak yang
ditimbulkan dari adanya suatu gejala tersebut.
Kita
mengambil contoh seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yakni jika banyak
kasus perceraian maka timbul prediksi kenakalan remaja akan meningkat. Dalam
kasus ini kenakalan remaja disebabkan oleh minimnya perhatian orang tua
terhadap perkembangan emosional anak mereka, sehingga mereka mencari sendiri
guru yang mampu mengajari mereka bagaimana cara bertahan hidup. Untuk mencegah
meningkatnya kenakalan remaja yang disebabkan oleh perceraian orang tua mereka,
maka harus diadakannya tindakan yang preventif dari kerabat dekat mereka
seperti kakek atau nenek, paman atau bibi yang menggantikan peran orang tua
mereka. Tindakan inilah yang disebut dengan ilmu sains sebagai alat pengontrol.
2.
Cara Sains Menyelesaikan Masalah
Dalam
menyelesaikan masalah ada beberapa langkah di dalam sains yaitu pertama, dengan
mengidentifikasi masalah. Dalam mengindentifikasi masalah ini biasanya
dilakukan sebuah penelitian untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dan
mengetahui secara lebih mendetail pada gejala yang timbul di tengah kehidupan
masyarakat. Kedua, dengan mencari teori tentang sebab-akibat yang diambil dari
sebuah literatur. Hal ini bertujuan untuk mengetahui beberapa teori yang
menjelaskan penyebab dari gejala yang timbul. Ketiga, dengan membaca kembali
literatur. Setelah mengetahui penyebab dari gejala yang timbul maka kita harus
membaca kembali literartur untuk mengetahui tindakan apa yang paling tepat
untuk mengatasi gejala-gejala tersebut.
3.
Netralitas Sains
Netral
biasanya diartikan tidak memihak. Dengan kata lain sains disebut netral artinya
adalah sains tidak memihak pada kebaikan dan tidak juga pada kejahatan selain
itu sains juga tidak memberikan nilai baik atau buruk, halal atau haram, sopan
maupun tidak sopan. Sains hanya memberikan nilai benar atau salah. Pengertian
tersebut menyebabkan bahwa sains itu netral atau sering diganti dengan istilah
sains bebas nilai (value free) bukan terikat nilai (value bound).
Sains
dianggap netral memiliki keuntungan dan juga kerugian sebagai berikut, apabila
sains sebaiknya netral maka dampak positif yang diberikan adalah perkembangan
sains akan cepat terjadi. Hal ini disebabkan karena tidak adanya halangan dalam
penelitian ketika memilih objek yang hendak diteliti, cara meneliti dan ketika
menggunakan hasil penelitian. Di sisi lain, sebagian orang yang menganggap
sains tidak netral, akan membatasi penelitian dalam memilih objek penelitian,
cara meneliti ataupun menggunakan produk penelitian.
Suatu contoh
ketika kita akan meneliti anatomi dan cara kerja jantung manusia, orang yang
beranggapan bahwa sains tidak netral akan mengambil jantung hewan yang paling
mirip anatominya dengan jantung manusia, akan meneliti jantung tersebut dengan
cara tidak menyakiti hewan penelitiannya, dan menggunakan hasil dari penelitian
tersebut hanya untuk kebaikan. Sedangkan, orang yang beraliran sains itu
netral, kemungkinan akan mengambil jantung dari seorang tunawisma, tanpa
mempedulikan objek penelitiannya merasa menderita atau tidak, serta menggunakan
hasil dari penelitian tersebut secara bebas.
Paham sains
netral sebenarnya telah melawan atau menyimpang dari maksud penciptaan sains,
yang semula sains digunakan untuk membantu manusia dalam menghadapi masalah
tetapi ini malah menambah masalah baru. Berdasarkan uraian sederhana
sebelumnya, dapat disimpilkan bahwa yang paling bijaksana adalah kita
memihak pada pemahaman bahwa sains tidaklah netral. Sains adalah bagian dari
kehidupan, sementara kehidupan secara keseluruhan tidaklah netral.
Oleh:
Desy Novita
Ratnasari; Dwi Hartanto; Indawati; Mulas Agus Riani; Sri Susanti
Iilmu sebagai Aktivitas Penelitian dan
Metode Ilmiah
Filsafat
berasal dari bahasa Yunani yaitu Philosophia. Philoo yaitu cinta dalam arti
yang luas. Sedangkan Sophia yaitu kebijakan, pengetahuan yang mendalam dan
ketrampilan. Filsafat dapat digunakan untuk mempelajari seluruh fenomena
kehidupan manusia secara kritis. Filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang
mencari hakekat dari berbagai fenomena kehidupan manusia. Filsafat meliputi
pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (realitas).
Filsafat disebut sebagai Mother of Science atau sumber dari
segala pengetahuan. Mengapa dikatakan demikian, karena di dalam filsafat
mencangkup berbagai ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, dimana filsafat
dibagi menjadi dua bagian yaitu Filsafat Praktis dan Filsafat Teoristis.
Filsafat Praktis meliputi norma- norma, urusan rumah tangga dan social
politik. Sedangkan Filsafat Teoristis meliputi ilmu pengetahuan alam,
ilmu eksakta dan matematika serta ilmu ketuhanan dan metafisika. Filsafat harus
melalui sebuah proses pemikiran, karena filsafat adalah sebuah upaya manusia
untuk memahami sesuatu secara sistematis dan kritis. Jadi secara sederhana
dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses
kegiatan unutk memperoleh pengetahuan secara ilmiah.
Ilmu
kehidupan itu sendiri tak lepas dari masalah atau problematika yang dihadapi
oleh manusia. Walaupun sebenarnya, manusia dilahirkan tidak sedikit pun
mempunyai masalah. Keadaanya masih suci bagaikan kertas putih yang belum
bertuliskan tinta sedikitpun. Namun demikian, masalah adalah kawan sejati bagi
kehidupan manusia. Biasanya masalah itu datang disebabkan oleh berbagai hal,
misalnya manusia diperbudak oleh hawa nafsunya yang serakah. Tidak pernah
merasa cukup dengan apa yang diperoleh, senantiasa mengukur kesuksesan dengan
ukuran harta benda. Apabila menghadapi hidup dengan mengikuti hawa nafsunya,
maka manusia akan mendapat banyak masalah. Bukan hanya untuk dirinya, bahkan
untuk orang lain. Masalah juga datang karena kebodohan. Karena manusia malas
sehingga tidak memiliki motivasi belajar, bertanya dan menimba
pengalaman, Ia akan memelihara kebodohan. Orang yang bodoh akan kesulitan
menghadapi kebutuhannya sendiri, selalu menunggu uluran tangan dari orang lain,
mudah diperdaya orang yang pintar tetapi licik.
- A. Manusia dan Masalahnya Dalam Kehidupan
1.1
Memahami Masalah Menggunakan Ilmu
Apakah
masalah itu? Masalah dapat diartikan sebagai suatu yang harus dipecahkan atau
dicarikan jalan keluarnya. Selain itu, masalah juga berarti suatu kesenjangan
(gap) antara keharusan dan kenyataan. Sesuai dengan perkataan John Locke bahwa
“manusia terlahir bagaikan selembar kertas putih yang belum terkena tinta
sedikitpun”. Hal ini menyatakan bahwa, manusia pertama kali dilahirkan di dunia
belum mempunyai masalah sedikitpun. Tetapi seiring dengan pertumbuhan manusia,
masalah demi masalah akan muncul sesuai dengan tingkatannya. Jika seorang
manusia memiliki masalah artinya dia sedang hidup. Masalah disini bertujuan
untuk mengukur kemampuan manusia dalam pencapaian hidupnya. Sehingga kehidupan
manusia selanjutnya menjadi lebih baik. Maka dari itu, manusia dituntut untuk
terus mengembangkan ilmu pengetahuannya, mengasah kecerdasannya sehingga
memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang datang menghadapinya.
Ilmu
pengetahuan sebenarnya tidak lain adalah kumpulan pengalaman dan pengetahuan
dari sejumlah orang yang dipadukan secara harmonis dalam suatu bangunan
teratur. Orang dapat mengambil hikmah dan manfaat dari ilmu pengetahuan karena
ilmu pengetahuan disusun dari pengalaman- pengalaman dan pengetahuan-
pengetahuan yang sudah diuji kebenarannya. Kesulitan manusia dalam menghadapi
masalah pada khususnya bersumber dari dua sebab. Pertama, orang kurang
tahu caranya memecahkan masalah itu (kekurangan formal/ metodologik). Kedua,
orang kekurangan fakta- fakta yang berhubungan dengan masalah itu (kekurangan
materil). Maka dari itu, manusia akan mendapatkan ilmu- ilmu baru dari masalah
yang dihadapinya untuk menghadapi masalah selanjutnya di masa depan yang
pastinya akan lebih sulit dari sebelumnya.
1.2
Pentingnya Ilmu Dalam Kehidupan Manusia
Di dalam
Ilmu pengetahuan terdapat unsur pengalaman- pengalaman dan pengetahuan-
pengetahuan yang telah diuji kebenarannya. Orang yang mempunyai banyak
pengalaman, umumnya dapat memecahkan masalah lebih mudah daripada orang yang
sedikit pengalamannya. Pengalaman memang merupakan pengetahuan yang sangat
berharga bagi hidup manusia sehari- hari, terutama yang berhubungan dengan
pekerjaan atau jabatannya, baik dalam lapangan social, politik, ekonomi dll.
Pengalaman orang pada umumnya sangat terbatas, baik jenis maupun
banyaknya. Sungguh pun begitu, orang dapat mengisi kekurangannya, dapat
memperluas cakrawala pengalamannya dengan pengalaman- pengalaman orang lain
sehingga pengetahuannya menjadi luas.
Pengetahuan
manusia dalam memecahkan masalah muncul karena manusia ingin terbebas dari
beban masalahnya. Hanya saja, tidak semua masalah diselesaikan atau dipecahkan
dengan pendekatan ilmiah. Manusia setiap hari melakukan berbagai pengamatan
terhadap peristiwa yang dihadapinya, tetapi ada yang hanya menyaksikan tingkah
laku orang lain atau yang bertindak sebagai subjek dari masalah yang sedang
diteliti orang lain. Sebenarnya, setiap masalah itu perlu pemecahan tetapi cara
memecahkannya berbeda- beda, dilihat dari tingkat kesulitannya. Sebagai manusia
yang setiap hari menghadapi masalah, tentu akan berfikir dengan cara apa dan
bagaimana menyelesaikannya. Sementara itu, setiap masalah yang muncul tergolong
baru dan belum ada pengalaman dalam persoalan yang sama. Mencari akar
masalah itu merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan oleh manusia.
Apabila akar masalah tidak ditemukan, itu berarti antara teori dan realitas
sudah berhubungan antara satu dengan lainnya. Yakni adanya konsistensi akurat
diantara keduanya. Misal dalam pernyataan berikut: “ jika langit mendung
biasanya akan turun hujan; hari ini keadaan langit mendung maka hari ini
akan turun hujan. Belum selesai berkata demikian, tiba- tiba turun hujan. Itu
berarti antara pernyataan dan kenyataan sudah konsisten.
1.3
Nilai Ilmu yang Terkandung Dalam Setiap Masalah
Bagi orang
yang menghadapi masalah dengan kriteria cukup berat, sedangkan pengalamannya
sangat minim, tentu sangat berat untuk mencari solusinya. Seperti pepatah sudah
jatuh tertimpa tangga. Seseorang akan mudah putus asa dan merasa dirinya tidak
sanggup lagi hidup dengan selalu dihantui masalah. Akibatnya banyak hal
negatif yang terjadi di kehidupan ini jika orang tidak mampu mengatasi masalah
hidup. Contohnya, orang akan bunuh diri untuk terbebas dari beban masalahnya
atau menjadi stress (gila) karena tekanan batin. Tetapi, jika orang
berpengalaman dalam menghadapi masalah, mencari solusinya pun akan lebih mudah.
Dalam hal lain, jika seeorang banyak pengalamannya dalam peristiwa yang sama,
kemudian menghadapi masalah dalam peristiwa yang sama pula sehingga tampak
seperti orang yang tidak bosan ditipu orang lain. Hal itu dapat dikatakan
sebagai orang yang bodoh atau kecerdasannya selalu datang belakangan setelah
mengalami kejadian yang menyakitkan.
Setiap
masalah pasti ada ilmu dan hikmah yang dapat kita ambil. Allah memberikan
masalah kepada manusia, itu berarti Allah sayang kepada umatnya. Dengan
memahami penyebab dari masalah baru, kita telah mengetahui dan merasakan
hikmahnya. Sehingga ada nilai ilmu pembelajaran yang penting guna menjalani
kehidupan selanjutnya. Berfikir juga merupakan elemen penting yang menunjang
pemahaman manusia terhadap masalah, agar dapat menemukan solusi dalam
memecahkan masalah. Dengan ilmu itu, kita akan jadikan sebuah pengalaman untuk
menjalani kehidupan selanjutnya. Ilmu masalah dapat juga digunakan sebagai
bahan intropeksi diri agar kita dapat mengenali sifat, karakter diri kita
sehingga mampu mengontrol emosi dan perbuatan dalam berkehidupan.
- B. METODE ILMIAH DALAM PENELITIAN
1.1.
Ilmu sebagai metode ilmiah
Dalam
mewujudkan suatu ilmu, harus ada prosedur-prosedur tertentu yang harus dilalui.
Prosedur-prosedur itu yang disebut metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan
prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan
cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau memperkembangkan pengetahuan
yang ada.Prosedur yang merupakan metode ilmiah meliputi pengamatan, percobaan,
analisis, deskripsi, penggolongan, pengukuran, perbandingan, dan survai.
1.2.
Ilmu sebagai aktifitas penelitian
Ilmu sebagai
aktifitas penelitian merupakan bagian dari kesatuan proses ilmiah yang dialami
manusia. rangkaian aktifitas tersebut bersifat rasional, kognitif, dan teologi.
Aktivitas
rasional berarti aktivitas yang mengaktifkan daya fikir / penalaran logis dari
kemampuan perfikir manusia. sedangkan aktivitas kognitif ini berpusat pada
konsep-konsep pengetahuan yang belum pernah dialami oleh manusia. Proses
kognitif adalah suatu rangkaian aktivitas seperti pengenalan, penerapan,
pengkonsepsian, dan penalaran yang dengannya manusia dapat mengetahui dan
memperoleh pengetahuan akan suatu hal.
dan ilmu sebagai aktivitas teologis berarti ilmu ada sebagai perwujudan dari tujuan-tujuan tertentu. Yang mana para tokoh mencari ilmu untuk meraih tujuan-tujuan mereka.
dan ilmu sebagai aktivitas teologis berarti ilmu ada sebagai perwujudan dari tujuan-tujuan tertentu. Yang mana para tokoh mencari ilmu untuk meraih tujuan-tujuan mereka.
1.3.
Tahap – tahap penelitian
Penelitian
yang menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif
dilaksanakan dengan tahapan-tahapan berikut :
- a. Tahap orientasi.
Dalam tahap
ini, peneliti akan mengumpulkan data secara umum. Orientasi bertujuan untuk
mengetahui pemetaan masalah yang akan diteliti sehingga jelas dan terarah. Hal
ini dilakukan dengan wawancara dan observasi secara umum dan terbuka untuk
memperoleh informasi yang luas tentang objek penelitian.
- b. Tahap eksplorasi.
Tahap ini
dilakukan untuk mengumpulkan data yang lebih spesifik. Observasi dilakukan pada
hal-hal yang berhubungan dengan fokus penelitian. Wawancara dilakukan lebih
terstruktur dengan mendalam sehingga informasi mendalam dan bermakna bisa
diperoleh. Oleh karena itu, diperlukan informasi yang berkepentingan dan
mempunyai pengetahuan yang cukup banyak tentang masalah penelitian itu sendiri.
Demikian pula, sampel-sampel kualitatif cenderung lebih menjadi purposif
daripada acak. Sampel-sampel dalam kajian kualitatif dapat berubah. Seorang
informan mengamati suatu kelompok partisipasi yang berbeda, memahami suatu
kebudayaan, dan menangkap beberapa segi yang harus diselidiki dan dikaji secara
individu (Mathcwe, 1992:47).
- c. Tahap membercheck.
Dalam
kegiatan wawancara dan pengamatan, data yang terkumpul dicatat dan dibuat dalam
bentuk laporan. Hasilnya dikemukakan untuk dicek kebenarannya. Maksudnya
setelah seluruh data yang diinginkan berhasil dikumpulkan, kemudian dilakukan
pengecekan dengan benar untuk mencapai keabsahan serta relevansi data dengan
permasalahan yang diajukan sebelumnya. Agar hasil penelitiannya sahih (benar), membercheck
dilakukan setelah wawancara.
Oleh:
Bandhung
Panatas Y.; Erna Yuni Nur Istiana; Lisa Vonnyhumira; Oki Dwi Mahardini; Tri
Inda Royani; Nike Dwi C.
Etika Keilmuan
Seperti yang
telah kita ketahui bahwa ilmu pengetahuan bukanlah pengetahuan yang
datang dengan sendirinya seperti barang yang sudah jadi, karena ilmu
pengetahuan memiliki suatu cara pemikiran yang khusus dengan pendekatan yang
khas sehingga menghasilkan pengetahuan yang dapat dibagi, diuji dan
dipertanggungjawabkan secara terbuka. Dan dalam dunia keilmuan juga mempunyai
etika tersendiri untuk memperolehnya.
Setiap aspek
kehidupan memiliki etika yang harus ditaati, demikian pula dalam kehidupan
ilmiah memiliki etika yang biasa disebut dengan nama ”etika keilmuan” yang
mencakup tentang nilai-nilai yang baik maupun yang buruk, dan mengenai hak
serta kewajiban bagi seorang ilmuwan atau mahasiswa. Oleh karena itu kami
menyusun makalah ini agar kita mampu memahami tentang etika keilmuan dan
menerapkannya dalam kehidupan sosial terutama bagi kita sebagai seorang
mahasiswa yang diharuskan mampu memahami dan menerapkan suatu ilmu dengan
tepat.
- 1. Etika Keilmuwan
Istilah
etika keilmuwan mengantarkan kita pada kontemplasi mendalam, baik mengenai
hakekat, proses pembentukan, lembaga yang memproduksi ilmu lingkungan yang
kondusif dalam pengembangan ilmu, maupun moralitas dalam memperoleh dan
mendayagunakan ilmu tersebut. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang mesti
diperhatikan.
- A. Etika
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga (2005:309), etika adalah ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta tentang hak dan kewajiban moral.
Moral yang dimaksudkan di sini adalah akhlak, yakni budi pekerti atau kelakuan
makhluk hidup. itu dengan kata lain disebutkan bahwa etika itu membahas tentang
perilaku menuju kehidupan yang baik, yang di dalamnya ada aspek kebenaran,
tanggung jawab, peran, dan sebagainya.
Dapat
diketahui bahwa persoalan etika tidak terlepas dari pengetahuan tentang manusia
sebagai makhluk hidup yang sempurna. Jika kembali kepada kata muasalnya, etika
berasal dari bahasa Yunani; ethos, yang artinya kebiasaan, perbuatan atau
tingkah laku manusia tetapi bukan adat, melainkan adab
- B. Moral
Kata moral
identik dengan suatu tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu
didasarkan kepada pengertian mengenai baik-buruk. Berbicara tentang moral
seseorang sama dengan membicarakan tentang kepribadian seseorang yang dimaksud.
Karena itu, sesungguhnya moral telah membuat posisi manusia berbeda atau lebih
sempurna daripada makhluk Tuhan lainnya.
KBBI membuat
dua pandangan tentang pengertian moral. Pertama, sebagai ajaran tentang
baik-buruk yang diterima akibat perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya
oleh manusia. Kedua, kondisi mental yang mebuat orang tetap berani, bergairah,
berdisiplin, dan sebagainya, yang berpangkal pada isi hati atau keadaan
perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan (KBBI, 2005:6-7).
- C. Norma
Norma adalah
aturan atau ketentuan yang mengikat kelompok warga di dalam masyarakat, dipakai
sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan
berterima. Norma juga dapat disebutkan sebagai ukuran atau kaidah yang menjadi
tolok ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu .Misalnya, setiap
masyarakat harus menaati suatu tata tertib yang berlaku.
- D. Kesusilaan
Kesusilaan
atau susila merupakan bagian kecil dari norma sehingga kita mengenal nama norma
susila, yaitu aturan yang menata tindakan manusia dalam pergaulan sosial
sehari-hari, seperti pergaulan antara pria dan wanita. Kesusilaan dapat pula
menjadi bagian dari adab dan sopan santun.
Di samping
empat hal di atas, tinjauan filsafat juga mesti memiliki estetika, yakni
mengenai keindahan dan implementasinya dalam kehidupan. Dari estetika lahirlah
berbagai macam teori mengenai kesenian atau aspek seni dari berbagai macam
hasil budaya.
- 2. Problem etika ilmu pengetahuan
Problem
adalah suatu masalah, kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata
lain problematika merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatau yang
diharapkan dengan baik, agar tercapai tujuan dengan hasil yang maksimal
Disini Etika
memang tidak masuk dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat otonom, tetapi
tidak dapat disangkal ia berperan dalam perbincangan ilmu pengetahuan. Tanggung
jawab etis, merupakan hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu
pengetahuan. Dalam kaitan hal ini terjadi keharusan untuk memperhatikan kodrat
manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggungjawab
pada kepentingan umum, kepentingan pada generasi mendatang, dan bersifat
universal. karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan dan
memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkannya.
Tanggungjawab etis ini bukanlah berkehendak mencampuri atau bahkan
“menghancurkan” otonomi ilmu pengetahuan, tetapi bahkan dapat sebagai umpan
balik bagi pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, yang sekaligus akan
memperkokoh eksistensi manusia.
Pada
prinsipnya ilmu pengetahuan tidak dapat dan tidak perlu dicegah
perkembangannya, karena sudah kodratnya manusia ingin lebih baik, lebih nyaman,
lebih lama dalam menikmati hidupnya. Apalagi kalau melihat kenyataan bahwa
manusia sekarang hidup dalam kondisi sosio-teknik yang semakin kompleks.
Khususnya ilmu pengetahuan – berbentuk teknologi – pada masa sekarang tidak
lagi sekedar memenuhi kebutuhan manusia, tetapi sudah sampai ketaraf memenuhi
keinginan manusia. Sehingga seolah-olah sekarang ini teknologilah yang
menguasai manusia bukan sebaliknya.
Selain
daripada itu, meskipun ilmu pengetahuan dengan penerapan praksisnya sukar
sekali dipisahkan, tetapi jelas karena sudah menyangkut relasi antar manusia
yang bersifat nyata, dan bukan sekedar perbincangan teoritik harus dikendalikan
secara moral. Sebab ilmu pengetahuan dan penerapannya yang berupa
teknologi apabila tidak tepat dalam mewujudkan nilai intrinsiknya sebagai
pembebas beban kerja manusia akan dapat menimbulkan ketidakadilan karena ada
yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, pengurangan kualitas manusia karena
martabat manusia justru direndahkan dengan menjadi budak teknologi, kerisauan
sosial yang mungkin sekali dapat memicu terjadinya penyakit sosial seperti
meningkatnya tingkat kriminalitas, penggunaan obat bius yang tak terkendali,
pelacuran dan sebagainya. Terjadi pula fenomena depersonalisasi, dehumanisasi,
karena manusia kehilangan peran dan fungsinya sebagai makhluk spiritual. Bahkan
dapat memicu konflik-konflik sosial-politik, karena menguasai ilmu pengetahuan
(teknologi) dapat memperkuat posisi politik atau sebaliknya orang yang berebut
posisi politik agar dapat menguasai aset ilmu dan teknologi. Semuanya
mengisyaratkan pentingnya etika yang mengatur keseimbangan antar ilmu
pengetahuan dengan manusia, antara manusia dengan lingkungan, antara
industriawan selaku produsen dengan konsumen.
Ilmu
pengetahuan secara ideal seharusnya berguna dalam dua hal yaitu membuat manusia
rendah hati karena memberikan kejelasan tentang jagad raya, kedua mengingatkan
bahwa kita masih bodoh dan masih banyak yang harus diketahui dan dipelajari.
Ilmu pengetahuan tidak mengenal batas, asalkan manusia sendiri yang menyadari keterbatasannya.
Ilmu pengetahuan tidak dapat menyelesaikan masalah manusia secara mutlak, namun
ilmu pengetahuan sangat bergua bagi manusia.
Keterbatasan
ilmu pengetahuan mengingatkan kepada manusia untuk tidak hanya mengekor secara
membabi buta kearah yang tak dapat dipanduinya, sebab ilmu pengetahuan saja
tidak cukup dalam menyelesaikan masalah kehidupan yang amat rumit ini.
Keterbatasan ilmu pengetahuan membuat manusia harus berhenti sejenak untuk
merenungkan adanya sesuatu sebagai pegangan.
Kemajuan
ilmu pengetahuan, dengan demikian, memerlukan visi moral yang tepat. Manusia
dengan ilmu pengetahuan akan mampu untuk berbuat apa saja yang diinginkannya,
namun pertimbangan tidak hanya sampai pada “apa yang dapat diperbuat” olehnya
tetapi perlu pertimbangan “apakah memang harus diperbuat dan apa yang
seharusnya diperbuat” dalam rangka kedewasaan manusia yang utuh. Pada dasarnya
mengupayakan rumusan konsep etika dalam ilmu pengetahuan harus sampai kepada
rumusan normatif yang berupa pedoman pengarah konkret, bagaimana keputusan
tindakan manusia dibidang ilmu pengetahuan harus dilakukan. Moralitas sering
dipandang banyak orang sebagai konsep abstrak yang akan mendapatkan kesulitan
apabila harus diterapkan begitu saja terhadap masalah manusia konkret. Realitas
permasalahan manusia yang bersifat konkret-empirik seolah-olah mempunyai
“kekuasaan” untuk memaksa rumusan moral sebagai konsep abstrak menjabarkan
kriteria-kriteria baik buruknya sehingga menjadi konsep normatif, secara nyata
sesuai dengan daerah yang ditanganinya.
Dewasa ini
pengetahuan dan perbuatan, ilmu dan etika saling bertautan. Tidak ada
pengetahuan yang pada akhirnya tidak terbentur pertanyaan, “apakah sesuatu itu
baik atau jahat”. “Apa” yang dikejar oleh pengetahuan, menjelma menjadi
“Bagaimana” dari etika. Etika dalam hal ini dapat diterangkan sebagai suatu
penilaian yang memperbincangkan bagaimana teknik yang mengelola kelakuan
manusia. Dengan demikian lapangan yang dinilai oleh etika jauh lebih luas
daripada sejumlah kaidah dari perorangan, mengenai yang halal dan yang haram.
Tetapi berkembag menjadi sesuatu etika makro yang mampu merencanakan masyarakat
sedemikian rupa sehingga manusia dapat belajar mempertanggungjawabkan
kekuatan-kekuatan yang dibangkitkannya sendiri.
Terkait
dengan keterbukaan yang disebutkan diatas, maka etika hanya menyebut
peraturan-peraturan yang tidak pernah berubah, melainkan secara kritis
mengajukan pertanyaan, bagaimana manusia bertanggungjawab terhadap hasil-hasil
teknologi moderen dan rekayasanya. Etika semacam itu tentu saja harus
membuktikan kemampuannya menyelesaikan masalah manusia konkret. Tidak lagi
sekedar memberikan isyarat dan pedoman umum, melainkan langsung melibatkan diri
dalam peristiwa aktual dan faktual manusia, sehingga terjadi hubungan timbal
balik dengan apa yang sebenarnya terjadi.
- 3. Ilmu: Bebas Nilai dan Tidak Bebas Nilai
Ilmu
pengetahuan yang dikatakan bebas nilai adalah pada pandangan bahwa ilmu itu
berkembang tanpa merujuk pada suatu hukum atau sistem tertentu. Beda dengan
teknologi. Karena teknologi lahir atas dasar penciptaan manusia, ia terikat
oleh suatu aturan atau sistem, terikat juga dengan selera pasar dan
perundang-undangan. Namun, bagaimana mengetahui tentang teknologi, tak diikat
oleh undang-undang apa pun. Allah swt. sendiri berfirman untuk memberikan
kebebasan bagi hamba-Nya menjelajahi seluruh jagat raya, di bumi dan di langit,
yang semua itu hanya bisa dilakukan dengan ilmu.
Akan tetapi,
jika kita mengacu kepada pengertian yang ditulis dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, yang dikatakan ilmu adalah:
“Pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu,
yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di dalam bidang
(pengetahuan) tersebut.” (KBBI, 2005:423)
Dengan
pengertian yang diberikan oleh KBBI tercermin bahwa sebuah ilmu mesti memiliki
sistemik dan sistematis sehingga terkesan ada hal yang mengingkatnya sebagai
suatu nilai.
- 4. Sikap Ilmiah yang Harus Dimiliki Ilmuwan
Sikap dan
perilaku sangat penting dalam kehidupan. Setiap tingkah laku, dan perilaku
seseorang akan menjadi tolok ukur tentang kepribadian seseorang tersebut. Oleh
karena itu, seorang ilmuwan mesti memiliki sikap ilmiah yang mencerminkan
dirinya sebagai ilmuwan. Sikap dimaksud bisa berupa rendah diri, tidak sombong
atau angkuh, dan selalu menghargai orang lain. Karenanya, seorang yang memiliki
ilmu dan sikap yang baik cenderung dikaitkan dengan padi atau kepada seseorang
yang memiliki ilmu akan diminta untuk memiliki “ilmu padi” semakin merunduk
semakin berisi.
Sikap ilmiah
diharapkan dimiliki oleh seorang ilmuwan sebab sesuai dengan pengertiannya
bahwa ilmuwan adalah orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu
ilmu. Ilmuwan dapat pula dikatakan kepada orang yang berkecimpung dalam bidang
ilmu pengetahuan.
Kaitannya
dalam pembahasan ini, sikap ilmiah dimaksudkan bagi seorang ilmuwan adalah
memiliki dan memahami etika, moral, norma, dan kesusialaan.
Diederich
mengidentifikasikan 20 komponen sikap ilmiah sebagai berikut :
a. Selalu meragukan sesuatu.
b. Percaya akan kemungkinan penyelesaian masalah.
c. Selalu menginginkan adanya verifikasi eksprimental.
d. Tekun.
e. Suka pada sesuatu yang baru.
f. Mudah mengubah pendapat atau opini.
g. Loyal terrhadap kebenaran.
h. Objektif
i. Enggan mempercayai takhyul.
j. Menyukai penjelasan ilmiah.
k. Selalu berusaha melengkapi penegathuan yang dimilikinya.
l. Dapat membedakan antara hipotesis dan solusi.
m. Menyadari perlunya asumsi.
n. Pendapatnya bersifat fundamental.
o. Menghargai struktur teoritis
p. Menghargai kuantifikasi
q. Dapat menerima penegrtian kebolehjadian dan,
r. Dapat menerima pengertian generalisasi
a. Selalu meragukan sesuatu.
b. Percaya akan kemungkinan penyelesaian masalah.
c. Selalu menginginkan adanya verifikasi eksprimental.
d. Tekun.
e. Suka pada sesuatu yang baru.
f. Mudah mengubah pendapat atau opini.
g. Loyal terrhadap kebenaran.
h. Objektif
i. Enggan mempercayai takhyul.
j. Menyukai penjelasan ilmiah.
k. Selalu berusaha melengkapi penegathuan yang dimilikinya.
l. Dapat membedakan antara hipotesis dan solusi.
m. Menyadari perlunya asumsi.
n. Pendapatnya bersifat fundamental.
o. Menghargai struktur teoritis
p. Menghargai kuantifikasi
q. Dapat menerima penegrtian kebolehjadian dan,
r. Dapat menerima pengertian generalisasi
- 5. Kesimpulan
Ada beberapa
sikap yang mesti dimiliki seorang ilmuwan, yakni etika, moral, norma,
kesusilaan, dan estetika. Sikap-sikap ini akan mencerminkan kepribadian seorang
ilmuwan. Jika sikap-sikap di atas tidak dimiliki, kendati seseorang itu
memiliki ilmu yang sangat tinggi, “derajatnya” akan dipandang rendah oleh
masyarakat. Hal ini senada dengan firman Allah swt dalam Q.S. Al-Mujadalah: 11.
“Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang
berilmu pengetahuan bertingkat-tingkat.
Pengetahuan Mistik; Tinjauan epistimologi, ontologi,
dan aksiologi
Filsafat
berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos
(cinta) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan,
keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat
berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kata filsafat yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai
hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Filsafat disebut sebagai Mother
of Science atau induk dari segala ilmu pengetahuan. Dikatakan demikian
karena filsafat sendiri memiliki arti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki
manusia, dimana filsafat dibagi menjadi dua bagian yakni filsafat teoritis dan
filsafat praktis. Filsafat teoritis yang mencakup ilmu pengetahuan alam, ilmu
eksakta dan matematika serta ilmu tentang ketuhanan dan metafisika sedangkan
filsafat praktis mencakup norma-norma, urusan rumah tangga dan sosial politik.
Filsafat merupakan sebuah proses dan bukan merupakan sebuah produk, sebab
filsafat berarti upaya manusia untuk memahami sesuatu secara sistematis,
radikal dan kritis. Jadi secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu
adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan
secara ilmiah.
Pengetahuan
sendiri dibagi menjadi tiga, yaitu pengetahuan filsafat, pengetahuan sains, dan
pengetahuan mistik. Dikalangan masyarakat, mistik dijadikan media untuk
menyelesaikan masalah karena didalam mistik itu sendiri ada muatan-muatan
kekuatan (magis) yang ampuh untuk dijadikan jalan keluar. Kadang kala
ketentraman jiwa tidak bisa hanya dicapai dengan materi saja, karena banyaknya
problem yang dihadapi manusia, sehingga menyebabkan manusia mempunyai Qolbu
yang tidak sehat, dengan jalan mistiklah manusia dapat menemukan ketentraman
didalam hidupnya melalui pendekatan kepada Tuhan. Bagaimanapun mistik
tidak lepas dari nilai karena pada kenyataannya mistik itu sendiri dapat
digunakan dengan hal-hal yang menyimpang dari agama dan norma-norma
sosial, untuk mengetahui mistik itu menyimpang atau tidak kita dapat
membedakan mistik dalam magis putih dan hitam.
PENGETAHUAN MISTIK
- 1. Ontologi Pengetahuan Mistik
- a. Hakikat Pengetahuan Mistik
Menurut asal
katanya, kata mistik berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia
(geheim), serba rahasia (geheimzinning), tersembunyi (verborgen), gelap
(donker), atau terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld).
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia Mistik mempunyai arti:
- Subsistem yang ada dihampir semua agama dan sistem religi untuk memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu dengan Tuhan, tasawuf, suluk
- Hal gaib yang tidak terjangkau dengan akal manusia biasa
Berdasarkan
arti tersebut mistik sebagai sebuah paham yaitu paham mistik atau mistisisme,
merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya
berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap atau
terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami
oleh orang-orang tertentu saja, terutama sekali bagi penganutnya.
Mistik
adalah pengetahuan yang tidak rasional, ini pengertian yang umum. Adapun
pengertian mistik bila dikaitkan dengan agama ialah pengetahuan (ajaran atau
keyakinan) tentang Tuhan yang diperoleh dengan cara meditasi atau latihan
spiritual, bebas dari ketergantungan pada indera dan rasio (A.S. Hornby, A
Leaner’s Dictonery Of Current English, 1957:828)
Pengetahuan Mistik adalah pengetahuan yang tidak dapat dipahami rasio, pengetahuan ini kadang-kadang memiliki bukti empiris tapi kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara empiris.
Pengetahuan Mistik adalah pengetahuan yang tidak dapat dipahami rasio, pengetahuan ini kadang-kadang memiliki bukti empiris tapi kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara empiris.
- b. Struktur Pengetahuan Mistik
Dilihat dari
segi sifatnya, mistik dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
- Mistik Biasa yaitu mistik tanpa kekuatan tertentu. Dalam Islam mistik yang ini adalah tasawuf.
- Mistik Magis adalah mistik yang mengandung kekuatan tertentu dan biasanya untuk mencapai tujuan tertentu. Mistik magis ini dapat dibagi menjadi dua yaitu Mistik magis putih dan Mistik magis hitam.
Dalam
prakteknya Mistik magis putih dan hitam, memiliki kegiatan yang relatif sama,
nyaris hanya nilai filsafatnya saja berbeda. Kesamaan itu terlihat dari
Mistik magis putih menggunakan wirid, doa’ dan Mistik magis hitam menggunakan
mantra, jampi yang keduanya pada segi prakteknya sama.
Mistik magis
putih dalam islam contohnya ialah mukjizat, karomah, ilmu hikmah. Mistik magis
putih selalu berhubungan dan bersandar pada Tuhan, sehingga dukungan Illahi
sangat menentukan. Sedangkan Mistik magis hitam contohnya ialah santet dan
sejenisnya yang menginduk kepada sihir. Mistik magis hitam selalu dekat,
bersandar dan bergantung pada kekuatan setan dan roh jahat. Istilah Mistik magis
putih dan Mistik magis hitam, digunakan untuk sekedar membedakan
kriterianya. Orang menganggap Mistik magis putih adalah mistik magis yang
berasal dari agama langit (Yahudi, Nasrani dan Islam), sedangkan Mistik magis
hitam berasal dari dua agama itu.
- 2. Epistimologi Pengetahuan Mistik
- a. Objek Pengetahuan Mistik
Objek
pengetahuan mistik ialah objek yang abstrak supra rasional/ supralogis, seperti
alam gaib termasuk Tuhan, Malaikat, Surga, Neraka, Jin dan lain-lain. Termasuk
objek yang hanya dapat diketahui melalui pengetahuan mistik ialah objek-objek
yang tidak dapat dipahami oleh rasio, yaitu objek-objek supra natural (supra
rasional), seperti Kebal, Debus, Pelet, Penggunaan Jin, Santet dan
lain-lain.
- b. Cara Memperoleh Pengetahuan Mistik
Pada umumnya
cara memperoleh pengetahuan mistis adalah latihan yang disebut dengan riyadhah,
dari situ manusia dapat memperoleh pencerahan, memperoleh pengetahuan. Pengetahuan
mistik itu tidak diperoleh melalui indera dan tindakan juga dengan menggunakan
akal rasional. Pengetahuan mistik diperoleh melalui rasa, ada yang mengatakan
melalui intuisi, Al-Ghozali mengatakan melalui dhamir atau qalbu.
- c. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Mistik
Kebenaran
mistik dapat diukur dengan berbagai macam ukuran. Bila pengetahuan itu berasal
dari tuhan, maka ukurannya adalah teks Tuhan yang menyebutkan demikian. Tatkala
tuhan mengatakan dalam Kitab Suci bahwa Surga dan Neraka itu ada, maka teks
itulah yang menjadi bukti bahwa pernyataan itu benar. Ada kalanya ukuran kebenaran
pengetahuan mistik itu kepercayaan. Jadi, suatu dianggap benar karena kita
mempercayainya. Kita percaya bahwa jin dapat disuruh oleh kita untuk melakukan
pekerjaan, ya kepercayaan itulah yang menjadi kepercayaannya. Ada kalanya
kebenaran suatu teori dalam pengetahuan mistik diukur dengan bukti empiris.
Dalam hal ini bukti empiris itulah ukuran kebenarannya
- 3. Aksiologi Pengetahuan Mistik
- a. Kegunaan Pengetahuan Mistik.
Pengetahuan
mistik itu amat subjektif, yang paling tahu penggunaannya ialah pemiliknya.
Dikalangan sufi (pengetahuan mistik biasa) dapat menentramkan jiwa mereka.
Pengetahuan mereka seiring dapat menyelesaikan persoalan yang tidak dapat
diselesaikan oleh sain dan filsafat.
Jenis mistik
lain seperti kekebalan, pelet, debus dan lain-lain diperlukan atau berguna bagi
seseorang sesuai dengan kondisi tertentu, terlepas dari benar atau tidak
penggunaannya. Kebal misalnya dapat digunakan dalam pertahanan diri, debus
dapat digunakan sebagai pertahanan diri dan juga untuk pertunjukan hiburan.
Jenis ini dapat meningkatkan harga diri. Sementara mistik magis hitam,
dikatakan hitam, antara penggunaanya untuk kejahatan.
- b. Cara Pengetahuan Mistik Menyelesaikan Masalah
Cara mistik
menyelesaikan masalah tentunya dilihat dari macam mistiknya kalau mistik biasa
prosesnya dengan pendekatan terhadap Tuhan untuk mendapatkan ketentraman
didalam hidupnya, dan mistik magis didalam menyelesaikan masalah dengan
menggunakan kekuatan rohaniah yang biasanya muncul dari kalangan orang suci,
yang selalu mengolah spiritualnya. Berbagai kekuatan luar dan
kondisi alam pun tunduk di bawah tekanan pancarannya. Dan akhirnya para
tokoh dapat merumuskan berbagai formulasi kekuatan rohaniah yang terkandung
dalam Kitab suci. Dengan selalu memuji Tuhan dalam suatu bahasa tertentu dan ia
memiliki magis tertentu bila dipraktekkan. Kekuatan alampun akhirnya tunduk
dibawah sinar ilahi melalui huruf-huruf dan nama indah-Nya. Dengan kalam ilahi
inilah jiwa-jiwa ilahi dapat digunakan manusia untuk menyelesaikan masalahnya.
Oleh: Alfri
Royada; Erma Erwanti; Ida Siswati; Kus Hervida; Nur Kholis; Susilowati
Pengetahuan Sains; Tinjauan Ontologi, Epistimologi,
dan Aksiologi
Filsafat
ilmu merupakan salah satu mata pelajaran yang dibutuhkan oleh mahasiswa karena
dalam mata peajaran tersebut mahasiswa tidak hanya belajar mengenai bagaimana
seorang guru harus bersikap terhadap anak didiknya namun bagaimana seorang guru
harus bersikap dalam kemasyarakatan yang memiliki suatu sikap dan fikiran yang
berbeda satu dengan lainnya. oleh karena itu filsafat ilmu dijadikan “Mother
of Science” dengan demikian makalah ini kami buat untuk memenuhi
kebutuhan dari mahasiswa mengenai filsafat ilmu yang berkaitan dengan
pengetahuan sains.
Menyadari
pentingnya peran dari filsafat ilmu dalam konteks pengetahuan sains maka
makalah ini menyebutkan beberapa hal tentang hakikat dalam pengetahuan sains,
ontologi sains, dan epistimologi sains sehinggga diharapkan dapat menembah
pengetahuan dan pemikiran-pemikiran yang lebih baik dari sebelumnya tidak hanya
para mahasiswa namun juga masyarakat umumnya.
- A. Ontologi Sains
Poedjawijatna
mendifinisikan filsafat sebagai jenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab
yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan akal pikiran
belaka, sedangkan Bakry mengatakan bahwa filsafat adalah sejenis
pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai
ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia dan
bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
- 1. Hakikat pengetahuan Sains
Pertama , maslah rasioanal . Dalam sains ,
pernyataan atau hipotesis yang dibuat haruslah berdasarkan rasio. Misalnya hipotesis
yang dibuat adalah “makan telur ayam berpengaruh positif terhadap kesehatan
“. Hal ini berdasrkan rasio : untuk sehat diperlukan gizi, telur ayam
banyak mengandung nilai gizi , karena itu , logis bila semakin banyak makan
telur ayam akan semakin sehat.
Hipotesis ini belum diuji kebenarannya.
Kebenarannya barulah dugaan. Tetapi hipotesis itu telah mencukupi syarat dari
segi kerasionalanya. Kata “rasional “ disini menunjukan adanya hubungan
pengaruh atau hubungan sebab akibat.
Kedua , masalah empiris. Hipotesis yang
dibuat tadi diuji ( kebenaranya ) mengikuti prosedur metode ilmiah. Untuk
menguji hipotesis ini digunakan metode eksperimen. Misalnya pada contoh
hipotesis diatas, pengujianya adalah dengan cara mengambil satu kelompok
sebagai sampel, yang diberi makan telur ayam secara teratur selama enam bulan,
sebagai kelompok eksperimen. Demikian juga, mengambil satu kelompok yang
lain, yang tidak boleh makan telur ayam selama enam bulan sebagai
kelompok kontrol. Setelah enam bulan , kesehatan kedua kelompok diamati.
Hasilnya , kelompok yang teratur makan telur ayam rata-rata lebih sehat.
Setelah
terbukti ( sebaiknya eksperimen dilakukan berkali-kali ), maka hipotesis yang
dibuat tadi berubah menjadi teori. Teori “ makan telur ayam berpengaruh
terhadap kesehatan “ adalah teori yang rasional – empiris. Teori seperti
ini disebut sebagai teori ilmiah (scientific theory).
Cara kerja
dalam memperoleh teori tadi adalah cara kerja metode ilmiah. Rumus baku
metode ilmiah adalah : logico – hypotheticom – verificatif ( buktikan
bahwa itu logis – tarik hipotesis – ajukan bukti empiris ) .
Pada
dasarnya cara kerja sains adalah kerja mencari hubungan sebab akibat, atau
mencari pengaruh sesuatu terhadap yang lain. Asumsi dasar sains ialah
tidak ada kejadian tanpa sebab . Asumsi ini benar bila sebab akibat itu
memiliki hubungan rasional.
- 2. Struktur Pengetahuan Sains
Ahmad
Tafsir, membagi sains menjadi dua, yaitu sains kealaman dan sains sosial. Dalam
makalh ini hanya ditulis beberapa ilmu.
- Sains Kealaman
- Astronomi
- Fisika : mekanika, bunyi, cahaya, dan optik, fisika nuklir
- Kimia : kimia organik, an organik , kimia teknik
- Ilmu bumi : paleontologi, geofisika, mineralogi, geografi
- Ilmu hayat : biofisika, botani zoologi
- Sains Sosial
- Sosiologi : sosiologi pendidikan , sosiologi komunikasi
- Antropologi : antropologi budaya, antroplogi politik, antropologi ekonomi
- Psikologi : psikologi pendidikan, psikologi anak , psikologi abnormal
- Ekonomi : ekonomi makro, ekonomi lingkungan
- Politik : politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional
- B. EPISTIMOLOGI SAINS
- Pengertian Epistimologi
Epistimologi
adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan
. Epistimologi menjelaskan pertanyaan- pertanyaan seperti : bagaimana proses
yang memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan ? Bagaimana prosedurnya ?
Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang
benar ? Lalu benar itu sendiri apa ? Kriterianya apa saja.
- 1. Objek Pengetahuan Sains
Objek
pengetahuan sains (yaitu objek-objek yang diteliti sains ) ialah semua objek
yang empiris. Jujun S. Suriasumantri (filsafat ilmu : Sebuah pengantar
populer, 1994 : 105 ) menyatakan bahwa objek kajian sains hanyalah
objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang dimaksud
pengalaman disini ialah pengalaman indera.
- a. Indera
Indera
digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau lingkungan disekitar
kita. Indera ada bermacam-macam ; yang paling pokok ada lima (panca
indera), yakni indera penglihatan(mata) yang memungkinkan kita mengetahui
warna, bentuk, dan ukuran suatu benda ; indera pendengaran (telinga ) yang
membuat kita membedakan macam-macam suara ; indera penciuman (hidung ) untuk
membedakan bermacam-macam bau-bauan ; indera perasa (lidah) yang membuat kita
bisa membedakan makanan enak dan tidak enak ; dan indera peraba (kulit ) yang
memungkinkan kita mengetahui suhu lingkungan dan kontur suatu benda.
Pengetahuan
lewat indera disebut juga pengalaman, sifatnya empiris dan terukur.
Kecenderungan yang berlebih kepada alat indera sebagai sumber pengetahuan yang
utama, bahkan satu-satunya sumber pengetahuan, menghasilkan aliran yang disebut
empirisme, mengenai kebenaran pengetahuan jenis ini, seorang empiris sejati
mengatakan indera adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya,
dan pengetahuan inderawi adalah satu-satunya pengetahuan yang benar.
Tetapi
mengandalkan pengetahuan semat-mata kepada indera jelas tidak mencukupi. Dalam
banyak kasus, penangkapan indera seringkali tidak sesuai dengan yang
sebenarnya. Misalnya pensil dimasukan yang dimasukan ke dalam air terlihat
bengko padahal sebelumny lurus. Benda yang jauh terlihat kecil , padahal
ukuran sebenarnya lebih besar. Bunyi yang terlalu lemah atau terlalu keras
tidak bisa lita dengar. Belum lagi kalau alat indera kita bermasala , sedang
sakit atau sudah rusak, maka kian sulitlah kita mengandalkan indera untuk
mendapatkan pengetahuan yang benar.
- b. Akal
Akal atau
rasio merupakan fungsi dari organ yang secara fisik bertempat di dalam kepala
yakni otak. Akal mampu menambal kekurangan yang ada pada indera. Akal lah yang
bisa memastikan bahwa pensil dalam air itu tetap lurus, dan bentuk bulan tetap
bulat walaupun tampaknya sabit. Keunggulan akal yang paling utama adalah
kemampuanya menangkap esensi atau hakikat dari sesuatu , tanpa terikatpada
fakta-fakta khusus. akal bisa mengetahui hakikat umum dari kucing, tanpa harus
mengkaitkanya dengan kucing tertentu yang ada dirumah tetangganya, kucing
hitam, kucing garong, atau kucing-kucingan.
- c. Hati dan Intuisi
Organ fisik
yang berkaitan dengan fungsi hati atau intuisi tidak diketahui dengan pasti;
ada yang menyebut jantung, ada juga yang menyebut otak bagian kanan. Pada
praktiknya, intuisi muncul berupa pengetahuan yang tiba-tiba saja hadir dalam
kesadaran, tanpa melaui proses penalaran yang jelas ,non-analitis, dan
tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul kapan saja tanpa kita rencanakan , baik
saat santai maupun tegang, ketika diam maupun bergerak. Kadang ia datang saat
kita tengah jalan- jalan di trotoar, saat kita sedang mandi, bangun tidur, saat
main catur, atau saat kita menikmati pemandangan alam.
- d. Logika
Logika
adalah cara berfikir atau penalaran menuju kesimpulan yang benar.
Aristoteles memperkenalkan dua bentuklogika yang sekarang kita kenal dengan
istilah deduksi dan induksi. Logika deduksi, dikenal juga dengan nama
silogisme, adalah menarik kesimpulan. Dari pernyataan umum atas hal yang
khusus. Contoh terkenal dari silogisme adalah :
- Semua manusia akan mati (pernyataan umum, premis mayor )
- Isnur manusia (pernyatan antara ,premis minor)
- Isnur akan mati (kesimpulan , Konklusi)
Logika
induksi adalah kebalikan dari deduksi, yaitu menarik kesimpulan dari
pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus menju pernyataan umum. Contoh :
- Isnur adalah manusia, dan ia pasti akan mati(pernyataan khusus)
- Muhamad , Asep, dll adalah manusia, dan semuanya mati (pernyataan antara)
- Semua manusia akan mati (kesimpulan )
Objek-objek
yang dapat diteliti oleh sains banyak sekali : alam, tetumbuhan , hewan, dan
manusia, serta kejadian-kejaadian sekitar alam, tetumbuhan, hewan dan manusia
itu ; semuanya dapat diteliti oleh sains.
- 2. Cara Memperoleh Pengetahuan Sains
Memperoleh
sains didorong oleh paham Humanisme. Humanisme adalah paham filsafat
yang mengajarkan bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam. Humanisme telah
muncul pada zaman Yunani lama (kuno).
Rasionalisme
ialah paham
yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan.
Pengetahuan dicari dengan akal, temuanya diukur dengan akal pula.
Empirisme ialah paham filsafat yang
mengajarkan bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti empiris. Positivisme
mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis ,ada bukti empirisnya,
yang terukur. “terukur” inilah sumbangan penting positivisme. Metode ilmiah
mengatakan , untuk memperoleh yang benar dilakukan langkah berikut :
logico-hypothetico-verificatif. Maksudnya , mula-mula buktikan bahwa itu logis,
kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara empiris.
- 3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sains
Ada teori
sains ekonomi : bila penawaran sedikit , permintaan banyak , maka harga akan
naik. Teori ini sangat kuat, karena kuatnya maka ia ditingkatkan menjadi
hukum , disebut hukum penawaran dan permintaan. Jika teori itu selalu didukung
bukti empiris, maka teori itu naik tingkat keberadaannya menjadi hukum atau
aksioma.
Hipotesis
(dalam Sains) ialah pernyataan yang sudah benar secara logika , tetapi belum
ada bukti empirisnya.
- Teori –teori kebenaran :
- a. Korespondesi
Sebuah
pernyataan dikatakan benar bila sesuai dengan fakta atau kenyataan. Contoh
pernyataan “bentuk air selalu sesuai dengan ruang yang ditempatinya”, adalah
benar karena kenyataannya demikian. “Kota Jakarta ada di pulau Jawa “ adalah
benar karena sesuai dengan fakta (bisa dilihat di peta ). Korespondesi
memakai logika induksi.
- b. Koherensi
Sebuah
pernyataan dikatakan benar bila konsisten dengan pernyataan sebelumnya
yang dianggap benar. Contoh pernyataan “Asep akan mati “ sesuai (koheren )
dengan pernyataan sebelumnya bahwa “semua manusia akan mati” dan “Asep adalah
manusia”. Terlihat disini, logika yang dipakai dalam koherensi adalah logika
deduksi.
- c. Pragmatik
Sebuah
pernyataan dikatakan benar jika berguna (fungsional ) dalam situasi praktis.
Kebenaran pragmatik dapat menjadi titik pertemuan antara koherensi dan
korespondesi. Jika ada dua teori keilmuan yang sudah memenuhi kriteria dua
teori diatas , maka yang diambil adalah teori yang lebih mudah dipraktekan.
Agama dan seni bisa cocok jika diukur dengan teori kebenaran ini. Agama ,dengan
satu peryataannya misalnya “Tuhan ada”, adalah benar secara pragmatik ( adanya
Tuhan berguna untuk menopang nilai-nilai hidup manusia dan menjadikanya teratur
), lepas dari apakah Tuhan ada itu sesuai dengan fakta atau tidak, konsisten
dengan pernyataan sebelumnya atau tidak.
D.AKSIOLOGI
SAINS
Menurut
bahasa Yunani , aksiologi berasal dari kata Axios artinya nilai dan logos
artinya teori atau ilmu. Jadi , aksiologi adalah teori tentang nilai. Berikut
ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi.
Menurut
Suriasumantri (1990:234) aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Menurut
Kamus Bahasa Indonesia(1995:19) aksiologi adalah ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Menurut
Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak
ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan
penggalian, serta penerapan ilmu. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan
tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang
mempelajari hakikat, dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan
sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa
memanfaatkanya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan dijalan yang
baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan
yang lebih itu dimanfaatkan dijalan yang tidak benar. Pembahasan aksiologi
menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada
tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai kegunaan ilmu
tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan
bencana.
- 1. Kegunaan Pengetahuan Sains
- Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
- Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya, ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai , seperti nilainya atau nilai dia.
- Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai.
Dari
definisi aksiologi diatas ,terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama
adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia
untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang
nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan estetika.
Teori
tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika
dimana makna etika memiliki dua arti yaitu merupakan suatu kumpulan pengetahuan
mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia ddan suatu predikat yang dipakai
untuk membedakan perbuatan , tingkah laku, atau yang lainya.
Nilai itu
bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif
jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang
menilai. Tolok ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang
melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada
pendapatindividu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya , nilai menjadi
subjektif ,apabila subjek berperan dalam memberi penilaian , kesadaran manusia
menjadi tolok ukur penilaian . dengan demikian nilai subjektif selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti
perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka , senang atau tidak
senang.
Kemudian
bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan. Perkembangan dan kemajuan
ilmu pengetahuan telah menciptakan berbagai bentuk kemudahan bagi manusia.
Namun apakah hal itu selalu demikian? Bahwa ilmu pengetahuan dan teknologinya
merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia, terbebas dari kutuk yang membawa
malapetaka dan kesengsaraan? Memang mempelajari teknologi seperti bom atom ,
manusia bisa memanfaatkan wujudnya sebagai sumber energi bagi keselamatan
umat manusia, tetapi dipihak lain hal ini bisa juga berakibat sebaliknya, yakni
membawa manusia pada penciptaan bom atom yang menimbulkan malapetaka.
Menghadapi hal yang demikian , ilmu pengetahuan yang pada esensinya mempelajari
alam sebagaimana adanya, mulai dipertanyakan untuk apa sebenarnya ilmu itu
harus dipergunakan? Berkenaan dengan nilai guna ilmu, tak dapat dibantah lagi
bahwa ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manisia, dengan ilmu
seseorang dapat mengubah wajah dunia.
Berkaitan
dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh
Jujun.S.Sumantri yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan “ apakah kekuasaan
itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun
terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita kita tidak bisa
mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri
merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagipula ilmu
memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik buruk melainkan tergantung pada
pemilik dalam menggunakanya.
Yang
dimaksud teknik disini adalah penerapan ilmu dalm berbagai pemecahan
masalah yang terjadi tujuan ialah bukan saja untuk mempelajari dan memahami
berbagai faktor yang berkaitan dengan masalah-masalah manusia, tetapi juga
untuk mengontrol dan mengarahkanya. Hal ini berakhirnya babak awal
ketersinggungan ilmu dengan moral. Pada masa selanjutnya , ilmu kembali
dikaitkan dengan masalah moral yang berbeda. Yaitu berkaitan dengan penggunaan
pengetahuan ilmiah. Maksudnya terdapat beberapa penggunaan teknologi yang
justru merusak kehidupan manusia itu sendiri. Dalam menghadapi masalah ini, para
ilmuwaan terbagi menjadi dua pandangan. Kelompok pertama memandang bahwa ilmu
harus bersifat netral dan terbebas dari berbagai masalah yang dihadapi
pengguna. Yang dimaksud teknik disini adalah penerapan ilmu dalam berbagai
pemecahan masalah. Yang menjadi tujuan ialah bukan masalah-masalah manusia ,
tetapi juga untuk mengontrol. Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah meneliti dan
menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain akan
menggunakan pengetahuan tersebut atau tidak , atau digunakan untuk tujuan
yang baik atau tidak.
Kelompok
lainya memandang bahwa netralitas ilmu hanya pada proses penemuan ilmu
saja. Dan tidak pada hal penggunaanya . Bahkan pada pemilihan bahan penelitian
, seorang ilmuawan harus berlandaskan pada nilai-nilai moral. Kelompok ini
mendasarkan pandangannya pada beberapa hal, yakni :
- Sejarah telah membuktikan bahwa ilmu dapat digunakan sebagai alat penghancur peradapan , hal ini dibuktikan dengan banyaknya perang yang menggunakan teknologi-teknologi keilmuwan.
- Ilmu telah berkembang dengan pesat dan para ilmuwan lebih mengetahui akibat-akibat yang mungkin terjadi serta pemecahan -pemecahanya , bila terjadi penyalahgunaan.
Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan diatas , maka kelompok kedua berpendapat bahwa ilmu
secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat
atau mengubah hakikat manusia.
Berbicara
masalah ilmu dan moral memang sudah sangat tidak asing lagi, keduanya memiliki
keterkaitan yang sangat kuat. Ilmu bisa menjadi malapetaka kemanusiaan jika
seseorang yang memanfaatkan nya “tidak bermoral “ atau paling tidakmengindahkan
nilai-nilai moral yang ada. Tapi sebaliknya ilmu akan menjadi rahmat bagi
kehidupan manusia secara benar dan tepat , tentunya tetap mengindahkan
aspek moral. Dengan demikian kekuasaan ilmu ini mengharuskan seseorang ilmuwan
yang memiliki landasan moral yang kuat, ia harus tetap memegang ideologi dalam
mengembangkan dan memanfaatkan keilmuwannya. Tanpa landasan dan pemahaman
terhadap nilai-nilai moral, maka seorang ilmuwan bisa menjadi “monster” yang
setiap saat bisa menerkam manusia, artinya bencana kemanusiaan bisa setiap saat
terjadi. Kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berilmu itu jauh
lebih jahat dan membahayakan dibandingkan kejahatan orang yang tidak
berilmu (bodoh). Kita berharap semoga hal ini bisa disadari oleh para ilmuwan ,
pihak pemerintah, dan pendidik agar dalam proses transformasi ilmu
pengetahuan tetap mengindahkan aspek moral. Karena ketangguhan suatu bangsa
bukan hanya ditentukan oleh ketangguhan ilmu pengetahuan tapi juga oleh
ketangguhan moral warga. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata yunani
yaitu : axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti
ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.
- 2. Cara sains Menyelesaikan Masalah
Yaitu pertama
,ia mengidentifikasi masalah. Kedua ,ia mencari teori tentang
sebab-sebab masalah tersebut. Ketiga ,ia kembali membaca literature
lagi.
- 3. Netralitas Sains
Menurut John
Sinclair , dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran
atau suatu sistem seperti politik, sosial, agama.
Perkembangan
yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru karena
kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai
Netralitas pengetahuan (value free) . Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang
didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value baound.
Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan
yang didasarkan pada keterikatan nilai
- A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan pada bab sebelumnya, maka kita dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut :
- Pengetahuan sains adalah pengetahuan yang bersifat rasional empiris.
- Sruktur sains dibagi menjadi sains kealaman dan sains sosial.
- Filsafat adalah pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu sedalam-dalamnya sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentan g bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
- Filsafat terdiri atas tiga cabang besar, yaitu : Ontologi, epistimologi, dan Aksiologi.
- Sains merupakan ilmu yang bersifat rasional empiris yakni sesuai logika dan teori sesuai dengan kenyataan, sedangkan filsafat adalah ilmu yang hanya logis tapi tidak empiris.
Disusun
oleh:
AINI
AROFAH
1088203
DEVY
EKASARI
1088203
ERMA
ALMITASARI
1088203
IKA
HANDARINI
1088203
NUR
FITRIANI
108803061
SUPRAPTO
1088203
Bahasa sebagai Sarana Berfikir Ilmiah
Setiap
masyarakat atau individu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, agar
komunikasi yang dilakukan berjalan dengan lancar. Maka diperlukan pemahaman
bahasa dan harus menguasai bahasa tersebut. Hal itu melatarbelakangi disusunnya
makalah sederhana ini, dengan tujuan untuk mengetahui apakah arti bahasa,
posisi bahsa sebagai sarana berfikir ilmiah, serta kelebihan dan kekurangan
bahasa. Dengan tujuan agar kita dapat lebih memahami bahasa dan menghindari
terjadinya kerapuhan bahasa yang disebabkan karena arus globalisasi. Banyak
orang yang menyalahi aturan bahasa Indonesia serta banyak pula yang terpengaruh
akan adanya globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sehingga mereka beranggapan bahwa bahasa Indonesia bukanlah bahasa yang bisa
dikatakan bahasa gaul dan juga terlalu formal. Situasi semacam itu yang dapat
menyebabkan bahasa menjadi punah.
Tanpa bahasa, manusia tak ada bedanya dengan anjing atau monyet.
Ungkapan novelis Inggris Aldous Huxley (1894-1963) di atas menyuratkan bahwa bahasa (verbal) teramat signifikan bagi manusia. Bahasa, sebagaimana akal atau pikiran, itulah yang mencirikan manusia dan membedakannya dari makhluk-makhluk lain.
Penulis akan mengawali pembahasan ini dengan mendedahkan apa yang dimaksud dengan berpikir ilmiah. Arkian, barulah penulis secara berturut-turut membincangkan hal-ihwal pengertian dan fungsi bahasa, posisi bahasa sebagai sarana berfikir ilmiah, struktur bahasa dan kosakata, ciri-ciri bahasa ilmiah, serta kelebihan dan kelemahan bahasa.
Tanpa bahasa, manusia tak ada bedanya dengan anjing atau monyet.
Ungkapan novelis Inggris Aldous Huxley (1894-1963) di atas menyuratkan bahwa bahasa (verbal) teramat signifikan bagi manusia. Bahasa, sebagaimana akal atau pikiran, itulah yang mencirikan manusia dan membedakannya dari makhluk-makhluk lain.
Penulis akan mengawali pembahasan ini dengan mendedahkan apa yang dimaksud dengan berpikir ilmiah. Arkian, barulah penulis secara berturut-turut membincangkan hal-ihwal pengertian dan fungsi bahasa, posisi bahasa sebagai sarana berfikir ilmiah, struktur bahasa dan kosakata, ciri-ciri bahasa ilmiah, serta kelebihan dan kelemahan bahasa.
A. Definisi
Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi bahasa menurut para ahli:
BILL ADAMSØ
Bahasa adalah sebuah sistem pengembangan psikologi individu dalam sebuah konteks inter-subjektif.
WITTGENSTEINØ
Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, dan memiliki bentuk dan struktur yang logis.
FERDINAND DE SAUSSUREØ
Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain.
PLATOØ
Bahasa pada dasarnya adalah pernyataan pikiran seseorang dengan perantaraan onomata (nama benda atau sesuatu) dan rhemata (ucapan) yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut.
BLOCHØ & TRAGER
Bahasa adalah sebuah sistem simbol yang bersifat manasuka dan dengan sistem itu suatu kelompok sosial bekerja sama.
CARROLØ
Bahasa adalah sebuah sistem berstruktural mengenai bunyi dan urutan bunyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang digunakan, atau yang dapat digunakan dalam komunikasi antar individu oleh sekelompok manusia dan yang secara agak tuntas memberi nama kepada benda-benda, peristiwa-peristiwa, dan proses-proses dalam lingkungan hidup manusia.
SUDARYONOØ
Bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu sumber terjadinya kesalahpahaman.
Mc. CARTHYØ
Bahasa adalah praktik yang paling tepat untuk mengembangkan kemampuan berpikir.
WILLIAM A. HAVILANDØ
Bahasa adalah suatu sistem bunyi yang jika digabungkan menurut aturan tertentu menimbulkan arti yang dapat ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam bahasa itu.
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi bahasa menurut para ahli:
BILL ADAMSØ
Bahasa adalah sebuah sistem pengembangan psikologi individu dalam sebuah konteks inter-subjektif.
WITTGENSTEINØ
Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, dan memiliki bentuk dan struktur yang logis.
FERDINAND DE SAUSSUREØ
Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain.
PLATOØ
Bahasa pada dasarnya adalah pernyataan pikiran seseorang dengan perantaraan onomata (nama benda atau sesuatu) dan rhemata (ucapan) yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut.
BLOCHØ & TRAGER
Bahasa adalah sebuah sistem simbol yang bersifat manasuka dan dengan sistem itu suatu kelompok sosial bekerja sama.
CARROLØ
Bahasa adalah sebuah sistem berstruktural mengenai bunyi dan urutan bunyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang digunakan, atau yang dapat digunakan dalam komunikasi antar individu oleh sekelompok manusia dan yang secara agak tuntas memberi nama kepada benda-benda, peristiwa-peristiwa, dan proses-proses dalam lingkungan hidup manusia.
SUDARYONOØ
Bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu sumber terjadinya kesalahpahaman.
Mc. CARTHYØ
Bahasa adalah praktik yang paling tepat untuk mengembangkan kemampuan berpikir.
WILLIAM A. HAVILANDØ
Bahasa adalah suatu sistem bunyi yang jika digabungkan menurut aturan tertentu menimbulkan arti yang dapat ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam bahasa itu.
Bila dilihat
dari beberapa definisi dan pengertian mengenai bahasa menurut beberapa ahli
diatas, kita bisa melihat bahwa terdapat perbedaan definisi tentang bahasa
dimana definisi dari setiap ahli tergantung dengan apa yang ingin ditekankan
oleh setiap tersebut. Namun meskipun terdapat perbedaan, nampaknya disepakati
bersama bahwa bahasa adalah alat komunikasi. Dan sebagai alat komunikasi ,
bahasa mempunyai fungsi-fungsi dan ragam-ragam tertentu.
Pengertian dan Fungsi Bahasa
Banyak definisi tentang bahasa, tetapi di sini penulis hanya akan mengemukakan tiga definisi yang selaras dengan diskusi ini. Jujun Suparjan Suriasumantri menyebut bahasa sebagai serangkaian bunyi dan lambang yang membentuk makna. Lebih lengkapnya, bahasa adalah “a systematic means of communicating ideas of feeling by the use of conventionalized signs, sounds, gestures, or marks having understood meanings”. Dalam KBBI, diterakan bahwa bahasa ialah “sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri”. Definisi-definisi bahasa tersebut menekankan bunyi, lambang, sistematika, komunikasi, dan alat.
Alhasil, bahasa memiliki tujuh ciri sebagai berikut:
1. Sistematis, yang berarti bahasa mempunyai pola atau aturan.
2. Arbitrer (manasuka). Artinya, kata sebagai simbol berhubungan secara tidak logis dengan apa yang disimbolkannya.
3. Ucapan/vokal. Bahasa berupa bunyi.
4. Bahasa itu simbol. Kata sebagai simbol mengacu pada objeknya.
5. Bahasa, selain mengacu pada suatu objek, juga mengacu pada dirinya sendiri. Artinya, bahasa dapat dipakai untuk menganalisis bahasa itu sendiri.
6. Manusiawi, yakni bahasa hanya dimiliki oleh manusia.
7. Bahasa itu komunikasi. Fungsi terpenting dari bahasa adalah menjadi alat komunikasi dan interaksi.
Pengertian dan Fungsi Bahasa
Banyak definisi tentang bahasa, tetapi di sini penulis hanya akan mengemukakan tiga definisi yang selaras dengan diskusi ini. Jujun Suparjan Suriasumantri menyebut bahasa sebagai serangkaian bunyi dan lambang yang membentuk makna. Lebih lengkapnya, bahasa adalah “a systematic means of communicating ideas of feeling by the use of conventionalized signs, sounds, gestures, or marks having understood meanings”. Dalam KBBI, diterakan bahwa bahasa ialah “sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri”. Definisi-definisi bahasa tersebut menekankan bunyi, lambang, sistematika, komunikasi, dan alat.
Alhasil, bahasa memiliki tujuh ciri sebagai berikut:
1. Sistematis, yang berarti bahasa mempunyai pola atau aturan.
2. Arbitrer (manasuka). Artinya, kata sebagai simbol berhubungan secara tidak logis dengan apa yang disimbolkannya.
3. Ucapan/vokal. Bahasa berupa bunyi.
4. Bahasa itu simbol. Kata sebagai simbol mengacu pada objeknya.
5. Bahasa, selain mengacu pada suatu objek, juga mengacu pada dirinya sendiri. Artinya, bahasa dapat dipakai untuk menganalisis bahasa itu sendiri.
6. Manusiawi, yakni bahasa hanya dimiliki oleh manusia.
7. Bahasa itu komunikasi. Fungsi terpenting dari bahasa adalah menjadi alat komunikasi dan interaksi.
Fungsi-fungsi
bahasa dikelompokkan jadi ekspresif, konatif, dan representasional. Dengan
fungsi ekspresifnya, bahasa terarah pada si pembicara; dalam fungsi konatif,
bahasa terarah pada lawan bicara; dan dengan fungsi representasional, bahasa
terarah pada objek lain di luar si pembicara dan lawan bicara. Fungsi-fungsi
bahasa juga dibedakan jadi simbolik, emotif dan afektif. Fungsi simbolik
menonjol dalam komunikasi ilmiah, sedangkan fungsi afektif menonjol dalam
komunikasi estetik.
B. Posisi
Bahasa Sebagai Sarana Berfikir Ilmiah
Sebelum membahas tentang posisi bahasa sebagai sarana berfikir ilmiah, kita harus terlebih dahulu mengetahui definisi dari beberapa istilah yang berhubungan dengan sarana berfikir ilmiah di bawah ini:
Berpikir Ilmiah
Berpikir merupakan kegiatan [akal] untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan [akal] yang menggabungkan induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat umum ditarik dari pernyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang bersifat khusus; sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat khusus ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.
Induksi berkaitan dengan empirisme, yakni paham yang memandang rasio sebagai sumber kebenaran. Sementara itu, deduksi berkarib dengan rasionalisme, yaitu paham yang memandang fakta yang ditangkap oleh pengalaman manusia sebagai sumber kebenaran.
Sarana Berpikir Ilmiah
Berpikir ilmiah dan kegiatan-kegiatan ilmiah bertujuan memperoleh pengetahuan yang benar atau pengetahuan ilmiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, kita manusia jelas memerlukan sarana atau alat berpikir ilmiah. Aktivitas keilmuan tidak akan maksimal tanpa sarana berpikir ilmiah tersebut.
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi langkah-langkah (metode) ilmiah, atau membantu langkah-langkah ilmiah, untuk mendapatkan kebenaran. Dengan perkataan lain, sarana berpikir ilmiah memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah dengan baik, teratur dan cermat. Oleh karena itu, agar ilmuwan dapat bekerja dengan baik, dia mesti menguasai sarana berpikir ilmiah.
Struktur Bahasa dan Kosakata
Tata bahasa ialah kumpulan kaidah tentang struktur gramatikal bahasa. Lebih lanjut, Charlton Laird memberikan tata bahasa sebagai alat dalam mempergunakan aspek logis dan kreatif dari pikiran untuk mengungkapkan makna dan emosi dengan memakai aturan-aturan tertentu.
Selain struktur atau tata bahasa, yang penting pula dikuasai oleh ilmuwan adalah kosakata dan maknanya. Sebab, yang disampaikan oleh pembicara atau penulis kepada lawan bicaranya atau pembacanya sejatinya ialah makna (informasi, pengetahuan).
Tata bahasa, kosakata dan makna inilah yang kerap menimbulkan persoalan dalam kegiatan ilmiah lantaran kelemahan inheren bahasa. Seandainya para ilmuwan tidak cukup menguasai tata bahasa, kosakata dan makna, persoalan-persoalan dalam kegiatan ilmiah akan semakin sulit.
Ciri-ciri Bahasa Ilmiah
Dalam komunikasi ilmiah, tentu yang dipakai adalah bahasa ilmiah, lisan maupun tulisan. Bahasa ilmiah berbeda dengan bahasa sastra, bahasa agama, bahasa percakapan sehari-hari, dan ragam bahasa lainnya. Bahasa sastra sarat dengan keindahan atau estetika. Sementara itu, bahasa agama merupakan bahasa kitab suci yang preskriptif dan deskriptif.
Bahasa ilmiah memiliki ciri-ciri tersendiri, yaitu informatif, reproduktif atau intersubjektif. Informatif berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan informasi atau pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan jelas untuk menghindari kesalahpahaman.
Maksud ciri reproduktif adalah bahwa pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama dengan informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya.
Slamet Iman Santoso mengimbuhkan bahwa bahasa ilmiah itu bersifat deskriptif (descriptive language). Artinya, bahasa ilmiah menjelaskan fakta dan pemikiran; dan pernyataan-pernyataan dalam bahasa ilmiah bisa diuji benar-salahnya.
Sebelum membahas tentang posisi bahasa sebagai sarana berfikir ilmiah, kita harus terlebih dahulu mengetahui definisi dari beberapa istilah yang berhubungan dengan sarana berfikir ilmiah di bawah ini:
Berpikir Ilmiah
Berpikir merupakan kegiatan [akal] untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan [akal] yang menggabungkan induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat umum ditarik dari pernyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang bersifat khusus; sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat khusus ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.
Induksi berkaitan dengan empirisme, yakni paham yang memandang rasio sebagai sumber kebenaran. Sementara itu, deduksi berkarib dengan rasionalisme, yaitu paham yang memandang fakta yang ditangkap oleh pengalaman manusia sebagai sumber kebenaran.
Sarana Berpikir Ilmiah
Berpikir ilmiah dan kegiatan-kegiatan ilmiah bertujuan memperoleh pengetahuan yang benar atau pengetahuan ilmiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, kita manusia jelas memerlukan sarana atau alat berpikir ilmiah. Aktivitas keilmuan tidak akan maksimal tanpa sarana berpikir ilmiah tersebut.
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi langkah-langkah (metode) ilmiah, atau membantu langkah-langkah ilmiah, untuk mendapatkan kebenaran. Dengan perkataan lain, sarana berpikir ilmiah memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah dengan baik, teratur dan cermat. Oleh karena itu, agar ilmuwan dapat bekerja dengan baik, dia mesti menguasai sarana berpikir ilmiah.
Struktur Bahasa dan Kosakata
Tata bahasa ialah kumpulan kaidah tentang struktur gramatikal bahasa. Lebih lanjut, Charlton Laird memberikan tata bahasa sebagai alat dalam mempergunakan aspek logis dan kreatif dari pikiran untuk mengungkapkan makna dan emosi dengan memakai aturan-aturan tertentu.
Selain struktur atau tata bahasa, yang penting pula dikuasai oleh ilmuwan adalah kosakata dan maknanya. Sebab, yang disampaikan oleh pembicara atau penulis kepada lawan bicaranya atau pembacanya sejatinya ialah makna (informasi, pengetahuan).
Tata bahasa, kosakata dan makna inilah yang kerap menimbulkan persoalan dalam kegiatan ilmiah lantaran kelemahan inheren bahasa. Seandainya para ilmuwan tidak cukup menguasai tata bahasa, kosakata dan makna, persoalan-persoalan dalam kegiatan ilmiah akan semakin sulit.
Ciri-ciri Bahasa Ilmiah
Dalam komunikasi ilmiah, tentu yang dipakai adalah bahasa ilmiah, lisan maupun tulisan. Bahasa ilmiah berbeda dengan bahasa sastra, bahasa agama, bahasa percakapan sehari-hari, dan ragam bahasa lainnya. Bahasa sastra sarat dengan keindahan atau estetika. Sementara itu, bahasa agama merupakan bahasa kitab suci yang preskriptif dan deskriptif.
Bahasa ilmiah memiliki ciri-ciri tersendiri, yaitu informatif, reproduktif atau intersubjektif. Informatif berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan informasi atau pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan jelas untuk menghindari kesalahpahaman.
Maksud ciri reproduktif adalah bahwa pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama dengan informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya.
Slamet Iman Santoso mengimbuhkan bahwa bahasa ilmiah itu bersifat deskriptif (descriptive language). Artinya, bahasa ilmiah menjelaskan fakta dan pemikiran; dan pernyataan-pernyataan dalam bahasa ilmiah bisa diuji benar-salahnya.
C. Kelebihan
dan Kekurangan Bahasa
Kelebihan Bahasav
1. Bahasa sebagai system, artinya bahasa berfungsi apabila unsur-unsurnya atau komponen-komponennya tersusun dengan pola.
2. Bahasa itu bermakna, artinya bahwa bahasa adalah sistem lambang yang berwujud bunyi. Maka yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, konsep, ide, atau pikiran.
3. Bahasa itu unik, artinya setiap bahasa mempunyai cirri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Misalnya salah satu keunikan bahasa Indonesia adalah tekanan kata tidak bersifat morfemis tetapi sintaksis.
4. Bahasa itu dinamis, artinya bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat.
5. Bahasa itu bervariasi, artinya bahasa digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam masyarakat bahasa.
Kelebihan Bahasav
1. Bahasa sebagai system, artinya bahasa berfungsi apabila unsur-unsurnya atau komponen-komponennya tersusun dengan pola.
2. Bahasa itu bermakna, artinya bahwa bahasa adalah sistem lambang yang berwujud bunyi. Maka yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, konsep, ide, atau pikiran.
3. Bahasa itu unik, artinya setiap bahasa mempunyai cirri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Misalnya salah satu keunikan bahasa Indonesia adalah tekanan kata tidak bersifat morfemis tetapi sintaksis.
4. Bahasa itu dinamis, artinya bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat.
5. Bahasa itu bervariasi, artinya bahasa digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam masyarakat bahasa.
Kekurangan Bahasav
Pertama, bahasa mempunyai multifungsi (ekspresif, konatif, representasional, informatif, deskriptif, simbolik, emotif, afektif) yang dalam praktiknya sukar untuk dipisah-pisahkan.
Kedua, kata-kata mengandung makna atau arti yang tidak seluruhnya jelas dan eksak. Misalnya, kata “cinta” dipakai dalam lingkup yang luas dalam hubungan antara ibu-anak, ayah-anak, suami-istri, kakek-nenek, sepasang kekasih, sesama manusia, masyarakat-negara. Banyaknya makna yang termuat dalam kata “cinta” menyulitkan kita untuk membuat bahasa yang tepat dan menyeluruh. Sebaliknya, beberapa kata yang merujuk pada sebuah makna—bahasa bersifat majemuk atau plural.
Ketiga, bahasa acap kali bersifat sirkular (berputar-putar). Jujun mencontohkan kata “pengelolaan” yang didefinisikan sebagai “kegiatan yang dilakukan dalam sebuah organisasi”, sedangkan kata “organisasi” didefinisikan sebagai “suatu bentuk kerja sama yang merupakan wadah dari kegiatan pengelolaan”.
Pertama, bahasa mempunyai multifungsi (ekspresif, konatif, representasional, informatif, deskriptif, simbolik, emotif, afektif) yang dalam praktiknya sukar untuk dipisah-pisahkan.
Kedua, kata-kata mengandung makna atau arti yang tidak seluruhnya jelas dan eksak. Misalnya, kata “cinta” dipakai dalam lingkup yang luas dalam hubungan antara ibu-anak, ayah-anak, suami-istri, kakek-nenek, sepasang kekasih, sesama manusia, masyarakat-negara. Banyaknya makna yang termuat dalam kata “cinta” menyulitkan kita untuk membuat bahasa yang tepat dan menyeluruh. Sebaliknya, beberapa kata yang merujuk pada sebuah makna—bahasa bersifat majemuk atau plural.
Ketiga, bahasa acap kali bersifat sirkular (berputar-putar). Jujun mencontohkan kata “pengelolaan” yang didefinisikan sebagai “kegiatan yang dilakukan dalam sebuah organisasi”, sedangkan kata “organisasi” didefinisikan sebagai “suatu bentuk kerja sama yang merupakan wadah dari kegiatan pengelolaan”.
D.
KESIMPULAN
Bahasa membantu ilmuwan berpikir ilmiah, yaitu berpikir induktif dan deduktif. Dengan perkataan lain, bahasa menjadi alat baginya untuk menarik kesimpulan-kesimpulan induktif maupun deduktif. Bahasa memungkinkan ilmuwan melaksanakan silogisme dan menarik kesimpulan atau pengetahuan ilmiah.
Di akhir makalah ini, jelaslah bagi kita bahwa bahasa menjadikan manusia sebagai makhluk yang lebih maju ketimbang makhluk-makhluk lainnya. Jelaslah pula bahwa, di satu sisi, bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang sangat bermanfaat bagi aktivitas-aktivitas ilmiah. Di sisi lain, bahasa tidak alpa dari kelemahan-kelemahannya yang merintangi pencapaian tujuan dari aktivitas-aktivitas ilmiah. Kelemahan-kelemahan bahasa ini barangkali akan ditutupi oleh kelebihan-kelebihan dari dua sarana berpikir ilmiah lainnya, yaitu matematika dan statistika.
Bahasa membantu ilmuwan berpikir ilmiah, yaitu berpikir induktif dan deduktif. Dengan perkataan lain, bahasa menjadi alat baginya untuk menarik kesimpulan-kesimpulan induktif maupun deduktif. Bahasa memungkinkan ilmuwan melaksanakan silogisme dan menarik kesimpulan atau pengetahuan ilmiah.
Di akhir makalah ini, jelaslah bagi kita bahwa bahasa menjadikan manusia sebagai makhluk yang lebih maju ketimbang makhluk-makhluk lainnya. Jelaslah pula bahwa, di satu sisi, bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang sangat bermanfaat bagi aktivitas-aktivitas ilmiah. Di sisi lain, bahasa tidak alpa dari kelemahan-kelemahannya yang merintangi pencapaian tujuan dari aktivitas-aktivitas ilmiah. Kelemahan-kelemahan bahasa ini barangkali akan ditutupi oleh kelebihan-kelebihan dari dua sarana berpikir ilmiah lainnya, yaitu matematika dan statistika.
Disusun oleh
:
1. DESY
ASISKA (10.88203.006)
2. MEYLA ARUM KUSUMAWARDANI (10.88203.020)
3. MIFTAKHUL RAHMI HANDAYANI (10.88203.021)
4. ODDIE KESUMAJAYA (10.88203.027)
5. VINA SETYARINI (10.88203.034)
2. MEYLA ARUM KUSUMAWARDANI (10.88203.020)
3. MIFTAKHUL RAHMI HANDAYANI (10.88203.021)
4. ODDIE KESUMAJAYA (10.88203.027)
5. VINA SETYARINI (10.88203.034)
Ilmu Sebagai Aktivitas Penelitian dan
Metode Ilmiah
Filsafat
adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep
dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Ilmu adalah sesuatu kumpulan yang
sistematis dari pengetahuan. Filsafat ilmu adalah keinginan yang mendalam untuk
mendapatkan kebijakan dalam bidang keilmuan yang dialami.
Sebagai
kalangan akademisi kita selalu berhubungan dengan aktivitas penelitian dan
metode ilmiah. Dalam kedua hal tersebut membutuhkan ilmu. Oleh karena itu,
untuk meningkatkan pemahaman mengenai hal tersebut, kami selaku tim penyusun
memutuskan untuk menulis makalah dengan judul “Ilmu Sebagai Aktivitas
Penelitian & Metode Ilmiah”. Selain hal diatas ilmu juga dibutuhkan
manusia dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di dalam kehidupan.
Maka penting sekali materi ini untuk kita bahas secara mendalam.
Makna Ganda
Ilmu
Dari segi
maknanya, pengertian ilmu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal, yaitu
pengetahuan, aktivitas dan metode. Di antara para filsuf dari berbagai aliran
terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah suatu kumpulan yang sistematis dari
pengetahuan. The Foundations of Science (Sheldon J. Lachman.1969) memberikan
batasan tentang ilmu yaitu: “Science refers primarily to those systematically
organized bodies of accumulated knowledge concerning the universe which have
been derived exclusively through tecniques of objective observation. The
content of science, then, consist of organized bodies of data”.(Ilmu
menunjukkan kumpulan-kumpulan yang disusun secara sistematis dari pengetahuan
yang dihimpun tentang alam semesta yang melulu diperoleh melalui teknik-teknik
pengamatan yang obyektif. Dengan demikian, maka isi ilmu terdiri dari
kumpulan-kumpulan teratur dari data).
Pengetahuan
yang sesungguhnya hanyalah hasil atau produk dari suatu kegiatan yang dilakukan
oleh manusia dengan kata lain aktivitas. Charles Singer merumuskan bahwa ilmu
itu adalah proses yang membuat pengetahuan. Pemahaman ilmu sebagai proses atau
rangkaian aktivitas juga dikemukakan oleh John Warfield yang menegaskan
demikian:“But science is also viewed as a process. The process orientation is
most relevant to a concern for inquiry, since inquiry is a major part of
science as a process” (Social System : Planning, Policy and Complexity, 1976).
(Tetapi, ilmu juga dipandang sebagai suatu proses. Pandangan proses ini
paling bertalian dengan sutau perhatian terhadap penyelidikan, karena
penyelidikan adalah suatu bagian besar dari ilmu sebagai suatu proses).Oleh
karena ilmu dapat dipandang sebagai suatu bentuk aktivitas manusia, maka dari
makna ini orang dapat melangkah lebih lanjut untuk sampai pada metode dari
aktivitas itu. Menurut Harold H. Titus dalam bukunya Living Issues in
Philosophy; An Introductory Textbook, 1964, banyak orang telah mempergunakan
istilah ilmu untuk menyebut suatu metode guna memperoleh pengetahuan yang
obyektif dan dapat diperiksa kebenarannya (a method of obtaining knowledge that
is objective and verifiable).
Demikianlah
makna ganda dari pengertian ilmu. Tetapi, pengertian ilmu sebagai pengetahuan,
aktivitas, atau metode itu bila ditinjau lebih mendalam sesungguhnya tidak saling
bertentangan. Bahkan sebaliknya, ketiga hal itu merupakan kesatuan logis yang
mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia,
aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas
metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.
Ilmu dapat
dipahami dari 3 sudut, yakni ilmu dapat dihampiri dari arah aktivitas para
ilmuwan atau dibahas mulai dari segi metode atau dimengerti sebagai pengetahuan
yang merupakan hasil yang sudah sistematis. Pemahaman yang lengkap akan
tercapai kalau ketiga segi itu diberi perhatian yang seimbang
Pemahaman
yang tertib tentang ilmu akan menghasilkan tiga ciri pokok yaitu sebagai
rangkaian kegiatan manusia atau proses, sebagai tata tertib tindakan pikiran
atau prosedur, dan sebagai keseluruhan hasil yang dicapai atau produk.
Berdasarkan ketiga kategori proses, prosedur, dan produk yang semuanya bersifat
dinamis (tidak ada yang statis), ilmu dapat dipahami sebagai aktivitas
penelitian, metode kerja, dan hasil pengetahuan. Dengan demikian, pengertian
ilmu selengkapnya berarti aktivitas penelitian, metode ilmiah, dan pengetahuan
sistematis.
Ketiga
pengertian ilmu itu saling bertautan logis dan berpangkal pada satu kenyataan
yang sama bahwa ilmu hanya terdapat dalam masyarakat manusia. Dari penjelasan
diatas dapat kita simpulkan , makna ganda daripada ilmu yakni : ilmu
merupakan rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan
berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan
kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman,
kemasyarakatan, atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh
pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun melakukan penerapan.
Ilmu sebagai
Aktivitas Penelitian
Ilmu secara
nyata dan khas adalah suatu aktivitas manusiawi, yakni perbuatan melakukan
sesuatu yang dilakukan oleh manusia. Ilmu tidak hanya satu aktivitas tunggal
saja, melainkan sutau rangkaian aktivitas sehingga merupakan sebuah proses.
Rangkaian aktivitas itu bersifat rasional, kognitif, dan teleologis.
Aktivitas
rasional berarti kegiatan yang mempergunakan kemampuan pikiran untuk menalar
yang berbeda dengan aktivitas berdasarkan perasaan atau naluri. Ilmu
menampakkan diri sebagai kegiatan penalaran logis dari pengamatan empiris.
Berpangkal
pada hasrat kognitif dan kebutuhan intelektualnya, manusia melakukan rangkaian
pemikiran dan kegiatan rasional yang selanjutnya melahirkan ilmu. Menurut
Bernard Barber pemikiran rasional atau rasionalitas manusia merupakan sumber
utama dari ilmu. Dikatakannya bahwa “the germ of science in human society lies
in man’s aboriginal and unceasing attempt to understand and control the world
in which he live by the use of rational thought and activity”. (benih ilmu
dalam masyarakat manusia terletak di dalam usaha manusia yang tak
henti-hentinya dan asli pembawaannya untuk memahami dan menguasai dunia tempat
ia hidup dengan menggunakan pemikiran dan aktivitas rasional).
Ciri penentu
yang kedua dari kegiatan yang merupakan ilmu ialah sifat kognitif, bertalian
dengan hal mengetahui dan pengetahuan. Filsuf Polandia Ladislav Tondl
menyatakan bahwa science terutama berarti conscious and organized cognitive
activity (aktivitas kioginitf yang teratur dan sadar). Dijelaskannya lebih
lanjut demikian :
“Tujuan-tujuan
terpenting ilmu bertalian dengan apa yang telah dicirikan sebagai fungsi
pengetahuan atau kognitif dari ilmu, dengan fungsi itu ilmu memusatkan
perhatian terkuat pada pemahaman kaidah-kaidah yang tak diketahui sebelumnya
dan baru atau pada penyempurnaan keadaan pengetahuan dewasa ini mengenai
kaidah-kaidah demikian itu”. Jadi pada dasarnya ilmu adalah proses yang
bersifat kognitif, bertalian dengan proses mengetahui dan pengetahuan. Proses
kognitif adalah suatu rangkaian aktivitas seperti pengenalan, pencerapan,
pengkonsepsian, dan penalaran yang dengannya manusia dapat mengetahui dan
memperoleh pengetahuan akan suatu hal.
Ilmu selain
merupakan sebuah proses yang bersifat rasional dan kognitif, juga bercorak
teologis, yakni mengarah pada tujuan tertentu karena para ilmuwan dalam
melakukan aktivitas ilmiah mempunyai tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Ilmu
melayani sesuatu tujuan tertentu yang diinginkan oleh setiap ilmuwan. Dengan
demikian, ilmu adalah aktivitas manusiawi yang bertujuan. Tujuan ilmu itu dapat
bermacam-macam sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masing-masing ilmuwan.
Rangkaian
aktivitas pemikiran yang rasional dan kognitif untuk menghasilkan pengetahuan,
mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, dan melakukan peramalan,
pengendalian, atau penerapan itu dilaksanakan oleh seseorang yang digolongkan
sebagai ilmuwan. Setiap ilmuwan sejati bertugas melakukan penelitian dan
mengembangkan ilmu. Hal ini ditegaskan dalam The International Encyclopedia of
Higher Education yang mendefinisikan ilmuwan sebagai seseorang yang melakukan
penelitian ilmiah dan penelitian ilmiah diartikan sebagai penelitian yang
dilaksanakan untuk memajukan pengetahuan.
Ilmu Sebagai
Metode Ilmiah
Penelitian
sebagai suatu rangkaian aktivitas mengandung prosedur tertentu, yakni
serangkaian cara dan langkah tertib yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara
dan langkah ini dalam dunia keilmuan disebut metode. Untuk menegaskan bidang
keilmuan itu seringkali dipakai istilah metode ilmiah (scientific method).
Metode
ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja,
tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau
memperkembangkan pengetahuan yang ada. Prosedur yang merupakan metode ilmiah
meliputi pengamatan, percobaan, analisis, deskripsi, penggolongan, pengukuran,
perbandingan, dan survai.
Oleh karena
ilmu merupakan suatu aktivitas kognitif yang harus mematuhi berbagai kaidah
pemikiran yang logis, maka metode ilmiah juga berkaitan sangat erat dengan
logika. Dengan demkikian, prosedur-prosedur yang tergolong metode logis
termasuk pula dalam ruang lingkup metode ilmiah. Ini misalnya ialah deduksi,
abstraksi, penalaran analogis, analisis logis.
Selanjutnya,
metode ilmiah meliputi suatu rangkaian langkah yang tertib. Dalam kepustakaan
metodologi ilmu tidak ada kesatuan pendapat mengenai jumlah, bentuk, dan urutan
langkah yang pasti.
Sheldon J.
Lachman mengurai metode ilmiah menjadi 6 langkah yang berikut : 1) Perumusan
pangkal-pangkal duga yang khusus atau pernyataan-pernyataan yang khusus untuk
penyelidikan. 2) Perancangan penyelidikan itu 3) Pengumpulan data. 4)
Penggolongan data. 5) Pengembangan generalisasi-generalisasi. 6) Pemeriksaan
kebenaran terhadap hasil-hasil, yaitu terhadap data dan generalisasi-genralisasi.
George Abell
merumuskan metode ilmiah sebagai suatu prosedur khusus dalam ilmu yang mencakup
3 langkah berikut: 1) Pengamatan gejala-gejala atau hasil-hasil dari
percobaan-percobaan. 2) Perumusan pangkal-pangkal duga yang melukiskan
gejala-gejala ini, dan yang bersesuaian dengan kumpulan pengetahuan yang ada.
3) Pengujian pangkal-pangkal duga ini dengan mencatat apakah mereka secara
memadai meramalkan dan melukiskan gejala-gejala baru atau hasil-hasil dari
percobaan-percobaan yang baru.
Metode ilmiah
lain dikemukakan oleh J. Eigelberner yang mencakup 5 langkah sebagai berikut:
1) Analisis masalah untuk menetapkan apa yang dicari, dan penyusunan
pangkal-pangkal duga yang dapat dipakai untuk memberi bentuk dan arah pada
telaah penelitian. 2) Pengumpulan fakta-fakta yang bersangkutan. 3)
Penggolongan dan pengaturan data agar supaya menemukan kesamaan-kesamaan,
uruttan-urutan, dan hubungan-hubungan yang ada. 4) Perumusan
kesimpulan-kesimpulan dengan memakai proses-proses penyimpulan yang logis dan
penalaran. 5) Pengujian dan pemeriksaan kebenaran kesimpulan-kesimpulan itu.
Walaupun
pendapat para ahli mengenai metode ilmiah dirumuskan secara berbeda-beda, ada 4
– 5 langkah yang merupakan pola umum yang senantiasa dilaksanakan dalam
penelitian. Langkah-langkah baku itu ialah penentuan masalah, perumusan
hipotesis atau pangkal duga bila dianggap perlu, pengumpulan data, penurunan
kesimpulan, dan pengujian atau verifikasi hasil.
Tata langkah
tersebut di muka melibatkan berbagai konsep dalam metode ilmiah. Konsep adalah
ide umum yang mewakili sesuatu himpunan hal yang biasanya dibedakan dari
pencerapan atau persepsi mengenai suatu hal khusus satu per satu. Konsep
merupakan alat yang penting untuk pemikiran utama dalam penelitian ilmiah.
Pengertian
metode tidak pula sama dengan tehnik. Metode ilmiah adalah berbagai prosedur
yang mewujudkan pola-pola dan tata langkah dalam pelaksanaan sesuatu penelitian
ilmiah. Pola dan tata langkah prosedural itu dilaksanakan dengan cara-cara
operasional dan tehnis yang lebih terinci. Cara-cara itulah yang mewujudkan
tehnik. Jadi, tehnik adalah sesuatu cara operasional tehnis yang seringkali
bercorak rutin, mekanis, atau spesialistis untuk memperoleh dan menangani data
dalam penelitian.
Dari hal-hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa, kegiatan penelaahan atau proses penelitian
yang merupakan ilmu itu mengandung prosedur, yakni serangkaian cara dan langkah
tertentu yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara dan langkah ini dalam
istilah dunia keilmuan dikenal sebagai metode atau sering disebut metode
ilmiah. Metode merupakan ciri penentu yang kedua dan dengan demikian ilmu dapat
pula dibahas, dipahami, dan dijelaskan sebagai metode
Manusia dan
Masalahnya dalam Kehidupan
Masalah
diartikan sebagai suatu yang harus dipecahkan atau dicarikan jalan
keluarnya. Sepanjang hidupnya, seorang manusia pasti pernah
berhadapan dengan yang namanya “masalah”, apakah berupa adanya kesenjangan atau
adanya sesuatu yang harus dicarikan jalan keluarnya. Masalah memang menjadi
bagian dari hidup manusia. Jika seorang manusia memiliki masalah artinya dia
sedang hidup. Dengan adanya masalah kepribadian seseorang justru akan semakin
berkembang melalui usaha belajar.
Prayitno
(2003) menyebutkan bahwa sesuatu dirasakan sebagai masalah atau tidak
bergantung kepada jawaban tiga pertanyaan berikut: 1) Apakah sesuatu itu tidak
disukai adanya? 2) Apakah sesuatu itu ingin ditiadakan keberadaannya? 3) Apakah
sesuatu itu (berpotensi) menimbulkan kesulitan dan atau kerugian?
Jika
jawabannya adalah “YA” maka jelas sesuatu itu adalah masalah dan masalah
manusia sesungguhnya amat beragam, baik dilihat segi jenis, ukuran dan sifat
maupun ruang lingkupnya. Ada masalah yang tergolong berat-ringan, besar-kecil,
personal-umum, sederhana-kompleks, disadari tidak disadari, dan sebagainya.
Dalam
mempersepsi dan memaknai tentang suatu masalah setiap orang akan berbeda-beda.
Bagi seseorang, sesuatu itu bisa saja dianggap masalah, sementara bagi orang
lain bukan masalah, atau sebaliknya. Demikian juga, bagi seseorang sesuatu itu
merupakan masalah kecil atau ringan, tetapi dipersepsi dan dimaknainya sebagai
suatu masalah yang berat dan besar atau justru sebaliknya.
Terkait
dengan masalah-masalah psikologis yang dihadapi individu, pada umumnya individu
yang bersangkutan kurang atau bahkan sama sekali tidak menyadarinya Misalkan,
orang yang sombong kadang-kadang tidak menyadari kesombongannya, demikian juga
orang yang malas kadang-kadang tidak menyadari kemalasannya, sehingga cenderung
untuk membiarkannya dan menjadi semakin kronis. Berbeda dengan masalah yang
bersifat fisik, jika seseorang mendapatkan masalah fisik, misalnya dia
mengalami sakit perut, orang itu dengan mudah menyadari bahwa dirinya mempunyai
masalah dengan perutnya, sehingga dia berupaya untuk segera menghilangkannya
dengan cara membeli obat atau datang ke dokter, misalnya.
Secara garis
besarnya, masalah-masalah yang dihadapi individu bersumber dari dua faktor,
yaitu faktor dari dalam diri individu sendiri dan faktor lingkungan. Ketika
kehidupan masih relatif sederhana, masalah-masalah yang muncul pun cenderung
bersifat sederhana, namun sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia yang
serba modern seperti sekarang ini, masalah-masalah yang muncul pun tampaknya
semakin kompleks, termasuk di dalamnya masalah yang berkaitan dengan
psikologis.
Bagaimana
mengatasi masalah? Upaya untuk mengatasi masalah-masalah atau mencari jalan
keluar dari masalah yang dihadapi dapat dilakukan melalui berbagai cara, baik
yang dilakukan sendiri maupun melaui bantuan orang lain. Bantuan orang lain biasanya
diperlukan manakala masalah yang dihadapinya dianggap terlalu berat dan sudah
tidak mungkin lagi ditanggulangi oleh dirinya sendiri. Meski menggunakan jasa
bantuan orang lain, keputusan dan aktivitas penyelesaian masalah sebenarnya
terletak pada individu yang bersangkutan.
Beberapa
tips untuk menyelesaikan masalah: 1) Bersikap realistis dan objek terhadap
sesuatu yang dianggap masalah sehingga bisa melihat masalah secara
proporsional. 2) Jika Anda banyak menghadapi, urutkan masalah-masalah tersebut
berdasarkan skala prioritas penanganannya. Masalah-masalah yang dipandang
ringan dan dapat diatasi sendiri secara cepat, segeralah selesaikan, kemudian
coret dari daftar urutan masalah Anda. Jika menghadapi satu atau beberapa
masalah yang dianggap berat, maka pikirkanlah apakah masih mungkin diselesaikan
sendiri atau perlu bantuan pihak lain. 3) Jika Anda menganggap masalah itu
masih bisa ditanggulangi sendiri, gunakanlah cara-cara rasional dan logis
(ilmiah) untuk menyelesaikannya. Permasalahan yang diselesaikan melalui
cara-cara irrasional mungkin hanya akan menghasilkan kegagalan dan semakin
memperparah keadaan. 4) Jika Anda memandang perlu bantuan pihak lain, carilah
orang yang tepat dan dapat dipercaya. Kesalahan dalam menentukan pihak orang
lain untuk dilibatkan dalam masalah Anda, mungkin malah semakin menambah beban
masalah Anda.5) Belajarlah kepada orang-orang yang telah berhasil menyelesaikan
masalah-masalah yang serupa dengan masalah Anda dan temukan kunci suksesnya
dalam menyelesaikan masalah. 6) Kesabaran dan kesungguhan Anda dalam
menyelesaikan setiap masalah menjadi penting, karena mungkin apa yang Anda
usahakan tidak langsung dapat menghasilkan penyelesaian secara cepat. Dengan
kata lain, upaya penyelesaian masalah tidak seperti makan cabe rawit, begitu
dimakan terasa pedasnya di lidah, dalam hal ini perlu waktu dan proses. 7)
Tentunya Anda harus tetap berdoa memohon pertolongan yang Maha Kuasa, sebagai
kekuatan spiritual Anda, dan yakinkan dalam diri Anda bahwa setiap masalah
pasti ada jalan keluarnya dan tuhan tidak akan memberikan masalah kepada
seseorang diluar kemampuannya.
Singkatnya,
bahwa dalam menyelesaikan suatu masalah dibutuhkan kecerdasan intelektual,
emosional, sosial dan spiritual. (Akhmad Sudrajat, 2008. Manusia dan
masalahnya)
Metode
Ilmiah dalam Penelitian
Metode
ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh
pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan
pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena
alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan
melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis
tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.
Unsur utama
metode ilmiah adalah pengulangan empat langkah berikut, pertama,
Karakterisasi (pengamatan dan pengukuran). Metode ilmiah bergantung pada
karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam proses karakterisasi,
ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh
subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses
penentuan (definisi) dan pengamatan; pengamatan yang dimaksud seringkali
memerlukan pengukuran dan/atau perhitungan yang cermat. suatu teori ilmiah. Kedua,
Hipotesis (penjelasan teoretis yang merupakan dugaan atas hasil pengamatan dan
pengukuran). Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara dari
masalah yang akan diteliti. Ketiga, Prediksi (prediksi logis dari
hipotesis). Hasil yang diramalkan oleh prediksi tersebut haruslah belum
diketahui kebenarannya (apakah benar-benar akan terjadi atau tidak). Hanya
dengan demikianlah maka terjadinya hasil tersebut menambah probabilitas bahwa
hipotesis yang dibuat sebelumnya adalah benar. Keempat, Eksperimen
(pengujian atas semua hal di atas). Hasil eksperimen tidak pernah dapat
membenarkan suatu hipotesis, melainkan meningkatkan probabilitas kebenaran
hipotesis tersebut. Hasil eksperimen secara mutlak bisa menyalahkan suatu
hipotesis bila hasil eksperimen tersebut bertentangan dengan prediksi dari
hipotesis.
Metodologi
penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan
oleh pelaku suatu disiplin ilmu. Metodologi juga merupakan analisis teoritis
mengenai suatu cara atau metode. Penelitian merupakan suatu penyelidikan yang
sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha
yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang
memerlukan jawaban. Hakekat penelitian dapat dipahami dengan mempelajari
berbagai aspek yang mendorong penelitian untuk melakukan penelitian.
Motivasi dan
tujuan penelitian secara umum pada dasarnya adalah sama, yaitu bahwa penelitian
merupakan refleksi dari keinginan manusia yang selalu berusaha untuk mengetahui
sesuatu. Keinginan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang umumnya menjadi motivasi untuk melakukan
penelitian.
Proses
penelitian adalah sebagai berikut: 1) Masalah penelitian mencakup:
penemuan masalah dan pemecahan masalah terhadap identifikasi bidang
permasalahan, pemilihan atau pemilihan pokok masalah dan perumusan masalah
kajian teoritis menyusun kerangka teoritis yang menjadi dasar untuk menjawab
masalah atau pertanyaan penelitian. 2) Pengujian fakta (data) mencakup:
pemilihan, pengumpulan dan analisis fakta yang terkait dengan masalah yang
diteliti data: sekumpulan fakta yang diperoleh melalui pengamatan (observasi)
atau survei. kesimpulan merupakan hasil penelitian yang memberi feed back pada
masalah atau pertanyaan penelitian.
Penutup
Dari paparan
di atas dapat kami simpulkan bahwa ilmu itu merupakan suatu
rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai
metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan
pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan,
atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman,
memberikan penjelasan, ataupun melakukan penerapan. Ilmu sangat dibutuhkan
dalam aktivitas penelitian dan metode penelitian, selain itu ilmu juga
suatu hal yang sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan dalam kehidupan manusia. Pada intinya ilmu digunakan dalam
berbagai aktivitas penelitian dan metode ilmiah, selanjutnya hasil dari
penelitian dan metode ilmiah tersebut digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang ada dalam kehidupan. Dan dalam menyelesaikan suatu masalah
dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional, sosial dan spiritual.
Penyusun
- Arien Maharani Kuncoro;
- Ety Kusumaningsih;
- Intan Sevianawati;
- Nurngaini;
- Umul Asminingrum;
- Viviana Eka Heri Stianta
Metode Pembelajaran “Magic Ball”
- Kegiatan ini lebih diarahkan diluar ruangan (outdoor)
- Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
- Dibagi dalam beberapa kelompok. Idealnya sekitar 5-7 orang. Tiap kelompok mempunyai nama masing-masing misalnya nama pahlawan. Contohnya kelompok Pattimura, kelompok soekarno, dan lain-lain. Tiap kelompok membuat bebrapa pertanyaan yang berhubungan dengan nama kelompoknya.
- Guru memberi sebuah bola plastik atau kertas yang dibuat seperti bola pada salah satu kelompok.
- Kelompok yang mendapat bola memperkenalkan diri selanjutnya bola dilempar lagi pada kelompok lain.
- Kelompok yang mendapatkan bola serta dapat pertanyaan dari kelompok pelempar bola. Waktu berfikir 5 menit kemudian menjawab pertanyaan dari kelompok tadi. Sebelum dijawab kelompok harus memperkenalkan diri.
- Setelah menjawab bola kembali dilempar pada kelompok lain. Langkah selanjutnya sama seperti langkah nomor 6.
- Setelah emua kelompok mendapat kesempatan melempar, memberi pertanyaan, dan menjawab guru menyampaikan kesimpulan.
- Evaluasi.
- Penutup
Oleh: Anggit
Metode Pembelajaran “Who Knows”
- Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
- Siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 6-10 orang.
- Guru menyuruh tiap kelompok untuk membuat yel-yel dalam waktu 5 menit.
- Guru membuat soal-soal untuk dijawab perkelompok. Soal terdiri dari 2 bagian yaitu soal kuota (untuk masing-masing kelompok) dan soal rebutan.
- Jawaban tiap kelompok diberi skor 4 jika menjawab benar dan jika menjawab salah skor dikurangi 1.
- Jika kelompok menjawab benar, kelompok akan meneriakkan yel-yel. Tapi jika salah kelompok lain akan meneriakkan “hhuuuuu…” pada kelompok yang menjawab salah.
- Guru mengumumkan pemenang berupa kelompok yang mendapat skor tertinggi dan skor terendah. Bagi kelompok pemenang diharuskan meneriakkan yel-yek dan bagi yang kalah mendapat teriakan “huuu” dari kelompok lainnya.
- Guru menarik kesimpulan.
- Evaluasi
Oleh: Anggit
Metode Pembelajaran “Time Line”
Langkah-langkahnya
sebagai berikut:
- Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
- Kelas dibagi dalam beberapa kelompok tiap kelompok 4-5 orang.
- Tiap kelompok diberi sepaket kartu yang telah disiapkan oleh guru. Kartu seukuran kartu domino, sepaket berisi 6 kartu. Sepaket kartu merupakan kronologis dari suatu peristiwa sejarah yang ditulis intinya saja.
- Kelompok diberi instruksi untuk menyusun kartu berdasarkan kronologis dan menganalisanya. Penyusunan dengan cara diurutkan.
- Hasil analisa selanjutnya dipresentasikan didepan kelas.
- Guru menarik kesimpulan.
- Evaluasi
Oleh: Anggit
No comments:
Post a Comment